Kontras: Reshuffle Abaikan Isu Hak Asasi Manusia

TEMPO Interaktif, Jakarta – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai ada empat hal yang tidak diagendakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam reshuffle kabinet. Pertama, pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di berbagai sektor. Misalnya, beberapa kasus kekerasan yang terjadi dalam sengketa tanah masyarakat adat dan petani dengan pengusaha dan pemerintah. "Ini termasuk konflik dengan badan usaha milik negara dan Tentara Nasional Indonesia," kata Koordinator Kontras Haris Azhar di Jakarta kemarin.

Presiden, kata dia, juga abai terhadap isu perlindungan hukum dan hak asasi manusia. Contoh paling konkret adalah tenaga kerja Indonesia yang dihukum mati ataupun terancam hukuman mati. Pemerintah, ia nilai, gagal melindungi warga negaranya di luar negeri. "Pemerintah juga gagal menindaklanjuti rekomendasi hukum kasus meninggalnya bekas Koordinator Kontras Munir," ujar Haris.

Ketiga, kata dia, reshuffle tak mengagendakan reformasi sektor keamanan. Preside dinilai gagal mendorong institusi keamanan patuh pada prinsip demokrasi. Dalam pengambilalihan bisnis militer, yang terjadi malah pengambilalihan lahan dan rumah keluarga purnawirawan TNI.

Selain itu, aksi terorisme sering menjadi pembenaran bagi praktek kekerasan oleh aparat dan melahirkan kebijakan yang militeristis. "Contohnya, dilibatkannya militer dalam Badan Nasional Penanganan Terorisme," kata Haris. Ia juga menyorot kembalinya militer menjadi pemimpin Badan Intelijen Negara. Padahal Kontras mendorong BIN dipimpin unsur sipil.

Haris juga menyoroti diabaikannya harmonisasi produk hukum yang menjamin hak asasi manusia. Yudhoyono dianggap membiarkan munculnya peraturan di tingkat pusat ataupun daerah yang anti-hak asasi manusia. "Misalnya, larangan Ahmadiyah dan pembatasan ruang gerak perempuan," ujarnya.

Senada dengan Haris, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Priyo Budi Santoso mengatakan selama dua tahun kinerja pemerintahan tak menggembirakan. Ia melihat dalam penegakan hukum dan keamanan pemerintah punya ikhtiar baik. "Tapi ledakan bom dan aksi terorisme lain masih berkeliaran di masyarakat," katanya.

Priyo mengatakan reshuffle kabinet seharusnya menjadi momentum titik balik dua tahun pemerintahan pada periode kedua Presiden Yudhoyono memimpin. Ini sekaligus untuk memastikan membangun kabinet baru setelah dilakukan pembaruan di beberapa kementerian," ucapnya.

Presiden Yudhoyono pada pengumuman reshuffle kabinet Selasa malam lalu menyebutkan ada sembilan prioritas kerja kabinet, di antaranya perlindungan TKI, reformasi dan transformasi BUMN, ketahanan pangan dan energi, pengurangan pengangguran dan kemiskinan, serta pemberantasan korupsi.

Prioritas lain Presiden adalah kasus Bank Century dan Antasari Azhar, pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan kontrak kerja sama antara Indonesia dan dunia usaha asing. Presiden juga menyoroti kebijakan khusus di Aceh serta Papua.