Kontras: Tuntaskan Pelanggaran HAM Masa Lalu!

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) menyampaikan pesan akhir tahun mengenai korban-korban pelanggaran Hak Asasi Manusia di sekretariatnya, Jl Borobudur No 14, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (29/12/2011). Dalam pesannya Kontras mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk melaksanakan kebijakan sesuai Undang-undang tentang HAM.

Indria Fernida, Wakil Koordinator Kontras, menyesalkan kebijakan Presiden SBY yang tak kunjung menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.

"Kasus pelanggaran HAM masih jalan di tempat. Pemerintah masih menolak pertanggungjawaban kejadian di masa lalu," ujarnya.

Turut hadir dalam acara tersebut perwakilan korban pelanggaran HAM masa lalu, seperti korban peristiwa Semanggi 1998, kasus Talangsari 1989, kasus Freeport di Papua, dan lainnya.

"Selama ini tidak ada hasil yang signifikan. Saya, kalau boleh mimpi, ingin punya presiden seperti Soekarno," curhat Asih Widodo, orang tua Sigit prasetyo, aktivis Universitas Trisakti yang tewas dalam peristiwa Semanggi pada 1998 lalu.

Indria melanjutkan, ketidakmampuan negara dalam menyelesaikan pelanggaran HAM tersebut dapat dilihat dari Jaksa Agung baru, Basrief Arief, yang sampai saat ini tak juga melakukan penyidikan terhadap berbagai kasus tersebut.

"Sikap dari Jaksa Agung ini diperkuat dengan sikap Presiden yang mengabaikan rekomendasi DPR tahun 2009 atas penyelesaian kasus penghilangan orang secara paksa periode 1997-1998," tambahnya.

Meski dianggap mandeg, Kontras akan terus mendesak pemerintah untuk memastikan adanya proses hukum yang adil terkait pelanggaran-pelanggaran HAM masa lalu.

"Memenuhi hak-hak warga negara, khususnya para korban sebagaimana yang dinyatakan dalam undang-undang," katanya.

Perlu diketahui, salah satu kasus yang diduga terjadi pelanggaran HAM berat antara lain Kasus Semanggi II. Kasus tersebut terjadi pada 24-28 September 1999 saat maraknya aksi mahasiswa menentang RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) dan tuntutan mencabut dwi fungsi ABRI.

Tak hanya di Jakarta. Peristiwa tersebut juga terjadi di beberapa daerah, seperti Lampung dan Medan. Aksi-aksi tersebut mendapat represi oleh ABRI (TNI) sehingga mengakibatkan jatuh korban, antara lain Yap Yun Hap (Fakultas Teknik Universitas Indonesia), Zainal Abidin, Teja Sukmana, M Nuh Ichsan, Salim Jumadoi, Sigit Prasetyo (Universitas Trisakti), Fadly, Deny Julian, Yusuf Rizal (Universitas Lampung/Unila), serta Saidatul Fitria dan Meyer Ardiansyah (Institut Bahasa Asing/ IBA Palembang). Tim Relawan Kemanusiaan mencatat, 11 orang meninggal dan 217 orang luka-luka dalam peristiwa tersebut.