Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat Mengecewakan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengumpulkan beberapa korban kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, untuk mengevaluasi kurangnya tindakan Presiden SBY dalam menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM di tahun 2011.

"Kami menyatakan kekecewaan yang mendalam terhadap Presiden SBY yang tak kunjung menjalankan komitmen politik untuk menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM di masa lalu," Indria Fernida Wakil Koordinator Kontras, dalam konferensipers yang berjudul Pesan Akhir Tahun Korban Pelanggaran HAM di kantor Kontras, Jakarta, Kamis (29/12/2011).

Berdasarkan mandatnya, negara harus menjalankan kewajibannya berkaitan mengusut pelanggaran HAM masa lalu. Ketidakmauan negara untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu terus berulang dari tahun ke tahun.

"Berbagai kasus HAM berat di antaranya, kasus Trisakti, Semanggi I dan II (1998 dan 1999), Mei 1998, Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Talangsari 1989 dan Wasior-Wamena, Papua (2001 dan 2003) masih mandek di Kejaksaan Agung," jelas Indria.

Di tengah kemandekan proses hukum penyelesaian hukum penyelesaian kasus-kasus pelanggaran berat, Presiden justru mendorong penyelesaian di luar jalur yang disepakati sebagai konsesus nasional. Itu dialami Asih Widodo orangtua Sigit Prasetyo korban kasus Trisakti pada Mei 1998.

"Saya kecewa terhadap SBY, tidak ada kejelasan kasus yang menjadikan anak saya korban," tegas Widodo yang anaknya terbunuh pada kasus Trisakti.

Secara terpisah, pengajar Fakultas Hukum, Universitas Airlangga, Herlambang Perdana menyatakan terkatung-katungnya proses hukum kasus hukum justru merupakan pelanggaran tersendiri. "Upaya keadilan bagi korban yang tertunda adalah justru pelanggaran HAM Berat yang sistematik dan berbahaya bagi peradaban kemanusiaan dan masa depan Indonesia," ungkap Herlambang yang tengah menyelesaikan studi doktoral di Universitas Leiden Belanda.