KontraS: TNI Keluar Jalur dan Rusak Demokrasi

JAKARTA, PedomanNEWS – Menanggapi maraknya demokrasi yang bertendensi kekerasan, Komisi untuk Orang Hilang dan Anti Kekerasan mengadakan diskusi di Sekretariatnya, Jalan Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat.

Disampaikan melalui Koordinator KontraS, Haris Azhar, pada catatan KontraS telah terjadi 128 aksi demonstrasi terhitung sejak Januari – 23 Maret 2012. Adapun 98 aksi berlangsung damai, sedangkan 30 aksi lainnya berakhir rusuh, bahkan memakan korban luka hingga ditahan sebanyak 83 orang.

"Kami menganggap aksi-aksi demonstrasi anti-kenaikan BBM merupakan hal yang wajar dalam masyarakat demokratik yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan berpendapat," kata lelaki yang akrab disapa Vijai, jumat (23/3).

Terlebih lagi, sambung Vijai, rencana kenaikan BBM merupakan isu yang kontroversial dan memerlukan partisipasi suara publik sebelum diputuskan. Kata Vijai, kenaikan BBM sepatutnya direspon dengan cerdas dan sehat, tidak perlu direspon dengan kekerasan.

"Pendekatan yang saat ini dilakukan adalah pendekatan sekuritisasi atau ancaman keamanan. Curangnya pemerintah adalah melihat hal ini sebagai ancaman, sehingga dilibatkanlah TNI," singgungnya.

Dengan kapasitas yang dimiliki institusi Polri yang dimandatkan konstitusi dan UU, sudah seharusnya kata Vijai ekses-ekses negatif dari aksi unjuk rasa bisa direspon dengan pendekatan hukum.

"Dari pemantauan KontraS terlihat aksi-aksi anti-kenaikan BBM tersebut bukan merupakan ancaman serius terhadap keamanan nasional, meski mungkin dianggap sebagai ancaman terhadap pemimpin pemerintahan saat ini," imbuhnya.

Pihaknya menyayangkan penggunaan kekuatan yang berlebihan dari aparat kepolisian terhadap para demonstran. Bahkan kata Vijai, banyak kalangan Politisi sipil justru berusaha melibatkan TNI dalam mengantisipasi aksi-aksi anti-kenaikan BBM lanjutan.

"Hal ini bukan hanya tidak sesuai dengan Konstitusi dan UU terkait pertahanan dan pembagian peran TNI-Polri, juga bersifat kontra produktif secara politik yang memperlihatkan ekspresi kekuasaan berlebihan dari pihak penguasa. Jika dihadapkan dengan masyarakat yang melakukan ekspresi-ekspresi demonstrasi, maka TNI keluar jalur dan merusak demokrasi," demikian Vijai.