Pengabaian Presiden RI Terhadap Rekomendasi DPR atas Penanganan Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa periode 1997-1998

Hal : Pengabaian Presiden RI Terhadap Rekomendasi DPR atas Penanganan Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa periode 1997-1998
Lamp            : Surat Rekomendasi DPR

 

Kepada Yang Terhormat,
Ketua Ombudsman Republik Indonesia
Di â€
Tempat

 

Dengan hormat,

Pada 30 September 2009 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode 2004-2009 telah mengirimkan surat dengan No : PW.01/6204/DPR RI/IX/2009 yang bersifat penting perihal Penyampaian Rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) DPR RI dalam rangka Penanganan Pembahasan atas Hasil Penyelidikan Penghilangan Orang Secara Paksa Periode 1997-1998 kepada Presiden RI. Hingga kini Presiden belum menindaklanjuti 4 (empat) rekomendasi DPR (terlampir).

Salah satu rekomendasi tersebut adalah “Merekomendasikan kepada Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc”. Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM secara khusus diatur didalam pasal 43 ayat (1) dan (2) perihal Pengadilan HAM Ad Hoc dinyatakan :

  1. Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-Undang ini, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM Ad Hoc.
  2. Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden.

 

Berdasarkan hal tersebut, berjalannya proses hukum yakni terbentuknya Pengadilan HAM Ad Hoc bagi peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa Periode 1997-1998 bergantung pada Keputusan Presiden (Keppres) yang dibuat oleh Presiden atas usul DPR. Kami menilai pengabaian rekomendasi tersebut merupakan sebuah bentuk menghambat proses hukum yang sedang berjalan serta menimbulkan ketidakadilan dan ketiadaan kepastian hukum bagi korban dalam mengakses keadilan.

Sejalan dengan UU No 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yang memiliki tujuan, salah satunya mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil dan sejahtera untuk memberikan perhatian serius dalam persoalan ini. Pengabaian atas rekomendasi DPR merupakan sebuah bentuk Maladministrasi, sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka (3);

“Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan”.

Mengacu pada hal tersebut, sesuai dengan tugas dan kewenangan Ombudsman, kami mendorong agar memberikan perhatian yang serius untuk :

  1. Menerima laporan kami atas dugaan Maladministrasi yang telah dilakukan oleh Presiden sebagai bagian dari penyelenggaraan publik
  2. Melakukan investigasi terkait dengan pengabaian rekomendasi DPR yang sudah berlangsung 2 (dua) tahun lebih
  3. Merekomendasikan kepada Presiden agar menjalankan rekomendasi DPR demi keadilan dan kepastian hukum bagi korban
  4. Mengumumkan hasil temuan, kesimpulan dan rekomendasi kepada publik.

 

Demikianlah pengaduan ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih.

 

Jakarta, 27 April 2012

Haris Azhar, SH.,MA. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Wanma Yety, Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI)
Paian Siahaan, Keluarga Korban Penghilangan Orang Secara Paksa periode 1997-1998
Tuti Koto, Keluarga Korban Penghilangan Orang Secara Paksa periode 1997-1998