KontraS: Lemparan Batu kok dibalas peluru

Penembakan yang dilakukan oleh Brimob menyebabkan bocah Angga bin Darmawan (12) luka tembak di kepala dan meninggal di tempat.

Tiga warga Desa Limbang Jaya disekitar Pabrik Gula Cinta Manis milik PTPN VII Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel) roboh tertembus peluru milik Brimob Polda Sumatera Selatan Jumat (27/7). Satu tewas dan dua kritis di rumah sakit.

Menurut versi polisi, penembakan itu terpaksa dilakukan karena warga melempar patroli Polres Ogan Ilir dan Brimob Polda Sumsel dengan batu. Akibatnya Brimob, sambil tetap di posisi dalam truk, mengeluarkan tembakan peringatan dan gas air mata.

"Ini tindakan brutal anggota Brimob dalam sengketa lahan di Pabrik Gula Cinta Manis. KontraS mengecam keras aksi penembakan yang dilakukan oleh anggota Brimob Polda Sumsel terhadap masyarakat Desa Limbang Jaya," kata Sinung Karto, Kadiv Advokasi Hukum dan HAM KontraS, Minggu (28/7).

Tidak seharusnya, kalau pun warga benar melawan dengan batu karena mempertahankan haknya, dibalas dengan peluru di tempat yang mematikan pula.

Menurut catatan KontraS bukan hanya tiga korban yang tertembak sebagaimana versi polisi. Tapi akibat kekerasan tersebut ada lima orang, termasuk seorang anak berusia 12 tahun bernama Angga bin Darmawan yang luka tembak di kepala dan meninggal di tempat.

Empat orang lain yang luka tembak kritis adalah Jessica (perempuan, 16 tahun, cucu anggota DPRD Ogan Ilir) dan Dud binti Juning (30). Keduanya dirawat di RS Bhayangkara Palembang.

"Lalu Rusman Bin Alimin, dan satu lagi belum diketahui namanya," urai Sinung yang menambahkan jika kekerasan pada Jumat lalu itu adalah adalah rangkaian kekerasan sejak 17 Juli 2012 lalu.

Sejak itu, kata Sinung, puluhan warga menjadi korban kriminalisasi. Tercatat hingga kini ada sembilan orang warga yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolda Sumatera Selatan.

Insiden kekerasan ini adalah buntut dari sengketa lahan antara warga 22 Desa disekitar Pabrik Gula Cinta Manis terkait dengan pengambila alihan lahan usaha masyarakat sekitar.

"Kami menyayangkan peristiwa ini terjadi hanya dua hari setelah Presiden SBY menyatakan akan membentuk tim penyelesaian sengketa agraria. Hal ini menunjukan bahwa pernyataan Presiden SBY diabaikan oleh polisi yang berhadapan dengan masyarakat di Ogan Ilir," beber Sinung.

Penyelesaian masalah ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan menyerahkan ke aparat kepolisian. Menyerahkan masalah kepada pihak kepolisian semata, tambahnya, sama saja dengan membuat bara konflik di tengah masyarakat.

Oleh karena itu polisi harus segera menghentikan penggunaan kekuatan senjata dan cara kriminalisasi dalam menghadapi masyarakat disengketa sumber daya alam. KontraS juga meminta Komnas HAM dan Ombudsman RI untuk segera melakukan investigasi atas rangkaian tindak kekerasan di Ogan Ilir.
Penulis: Farouk Arnaz/ Murizal Hamzah