KontraS Nilai Polisi Papua Emosional

JAKARTA, Jaringnews.com – Rangkaian aksi penembakan misterius kembali mengguncang Papua. Dalam waktu satu minggu saat Lebaran, setidaknya terjadi empat peristiwa.

Pertama, penembakan yg menewaskan Mustafa (22), Jumat (17/8), penjaga kios di pasar Distrik Obano Paniai. Kedua, penembakan menewaskan Ayub Notanubun (52) pada Sabtu (18/8) di Kabupaten Keerom. Ketiga, penembakan menyebabkan luka terhadap Vian (24) di Merauke pada Minggu (19/8). Keempat, penembakan menewaskan Brigadir Yohan Kisiwaitouw di Paniai pada 21 Agustus 2012.

Koordinator Kontras Haris Azhar menilai, rangkaian penembakan ini tidak diikuti dengan pengungkapan dan penangkapan kepada pelakunya. Kata dia, peristiwa tersebut menunjukan negara belum bisa mengurus rasa aman dan suasana damai di Papua.

"Karena menurutnya, modus ini sama dengan rangkaian peristiwa kekerasan serupa dikurun waktu Januari-Juni 2012 dan sejumlah rangkaian lain di 2011, termasuk yang di sekitar area PT Freeport Indonesia. Pola dan korbannya pun mirip. Korban acak dari orang yang memiliki peranan (kepala distrik), pegawai PNS, polisi sampai warga biasa," ujar dia di Jakarta, Minggu (26/8).

Ia menyampaikan, respon pemerintah pusat di Jakarta, seperti yang dikeluarkan Menkopolhukam Djoko Suyanto tidak signifikan mendorong kerja penegakan hukum dan penjagaan keamanan. Pasalnya, kata dia, Djoko makin permissif dengan mengatakan ‘menolak dianggap melakukan pelanggaran HAM’ jika mengejar para pelakunya.

"Kami khawatir pernyataan ini justru menjadi stempel pengesahan tindakan brutal dilapangan oleh aparat keamanan sebagaimana yang sudah terjadi di Paniai. Tindakan penegakan hukum yang dilakukan oleh Polda Papua terhadap peristiwa terakhir, penembakan terhadap Brigadir Yohan Kisiwaitouw, anggota Brimob Polres Paniai, memperlihatkan pendekatan emosional, jauh dari profesionalitas anggota Kepolisian. Seisi kota dibuat kalang kabut oleh anggota Kepolisian dan TNI. Masyarakat memilih menjauhi aktivitas di luar rumah, demi menghindari brutalitas aparat keamanan," ucap Haris.

Menurutnya, dengan stampel itu telah terjadi penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan dan penahanan dilakukan terhadap warga, pegawai Pemerintahan Daerah dan tokoh agama di Paniai. Dalam upaya pengungkapan pelaku, Ia menekankan bahwa penegakan hukum yang dilakukan harus tetap taat dengan prinsip hukum dan HAM.

"Kami mendukung polisi membangun pengamanan yang baik namun dengan tujuan mengamankan warga sipil di Papua. Penegakan hukum pun harus dilakukan dengan terbuka dan profesional. Sebaliknya, kami menolak negara menunjukan sikap permisif melakukan kekerasan, sebagaimana yang disampaikan Menko Polhukam dan yang dilakukan oleh Polisi di Paniai saat ini," tambahnya.

Menurutnya, dalam hukum HAM dan prinsip umum hukum, penegakan hukum dan penciptaan rasa aman yang dilakukan dengan cara-cara yang inhuman (tidak berprekemanusiaan) maka tidak dapat dibenarkan dan tidak dapat digunakan dalam proses hukum, sekalipun dilakukan atas kepentingan negara.

"Sudah saatnya pemerintah lebih serius dan cerdas memikirkan cara menciptakan rasa aman dan damai di Papua. Semestinya menegakkan hukum tidak harus dilakukan dengan melawan hukum," pungkasnya.

KontraS Nilai Polisi Papua Emosional

JAKARTA – KontraS menilai kepolisian menggunakan pendekatan emosional dalam menegakkan hukum di wilayah Papua. Hal itu terlihat dalam penanganan kasus penembakan terhadap Brigadir Yohan Kisiwaitouw, anggota Brimob Polres Paniai, Papua.

Koordinator Badan Pekerja KontraS, Haris Azhar mengatakan bahwa seisi kota dibuat kalang kabut oleh anggota kepolisian dan TNI terkait pengusutan kasus tersebut. Menurut Haris, masyarakat memilih menjauhi aktivitas di luar rumah demi menghindari brutalitas aparat keamanan.

"Tindakan penegakan hukum yang dilakukan oleh Polda Papua terhadap peristiwa terakhir, penembakan terhadap Brigadir Yohan Kisiwaitouw memperlihatkan pendekatan emosional, jauh dari profesionalitas anggota kepolisian," papar Haris lewat siaran pers yang diterima JPNN, Minggu (26/8).

Haris mengungkapkan, ada tujuh warga di Paniai yang ditangkap Polda Papua terkait penembakan Brigadir Yohan Kisiwaitouw. Antara lain Silas Yogi (pegawai Pemda), Lukas Nawipa (warga Ogeida), Ibron Gobai (warga Ogeida), Aluwisius Degei (guru), Derek Kobepa (Ketua Mudika), Itikimi Kobepa (motor reks) serta Pendeta Yandrik Nawipa.

Menurut Haris, Polda Papua telah mengerahkan kekuatan secara berlebihan dan berpotensi abuse of power. Selain itu pemerintah pusat melalui Menko Polhukam juga menunjukan sikap permisif dengan kekerasan yang dilakukan oleh polisi di Paniai.

"Bahkan pernyataan Djoko Suyanto (Menko Polhukam) semakin permisif dengan mengatakan â??menolak dianggap melakukan pelanggaran HAMâ? jika mengejar para pelakunya," imbuh Haris.

KontraS mendesak agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Polda Papua. LSM pejuang HAM itu juga meminta agar kepolisian melakukan penegakan hukum dengan cara-cara yang berperikemanusiaan dan sesuai aturan hukum. (dil/jpnn)