UU INTELEJEN: Tuntutan Ditolak MK, Kontras Klaim Intelijen Akan Represif

JAKARTA: Lembaga-lembaga intelijen dianggap akan memiliki kewenangan represif karena mengedepankan pendekatan keamanan tanpa adanya perlindungan hukum dan hak asasi manusia (HAM) pada warga sipil setelah diputuskannya UU No.17/2011 tentang Intelijen Negara oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 10 Oktober 2012.

Pada pekan lalu, MK menolak permohonan yang diajukan oleh organisasi HAM, kelompok korban pelanggaran HAM masa lalu, wartawan dan advokat.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai putusan itu melegalkan tindakan interversi oleh aparat keamanan melalui unit-unit inteljiennya.

Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan kewenangan khusus lembaga intelijen yang mendapat perhatian mendalam dari Kontras adalah terkait dengan frase penggalian informasi dalam Pasal 31 dan pasal 34 UU Intelijen Negara.

Menurutnya, negara tidak bisa menjamin apabila badan-badan intelijen negara menyalahgunakan frase penggalian informasi.

"Negara bahkan tidak memikirkan mekanisme bantuan hukum yang seharusnya tersedia setiap saat dalam aktivitas penggalian informasi," ujar Haris dalam siaran pers di Jakarta, Senin (15/10/2012).

"Keputusan MK bisa ditafsirkan banyak hal, yakni institusi keamanan di Indonesia memiliki kewenangan opresif dan eksesif untuk mengedepankan pendekatan keamanan tanpa ada jaminan hukum."

Terkait dengan pasal tersebut, putusan MK menyatakan ketentuan mengenai penggalian informasi yang diatur dalam UU tersebut dianggap telah memiliki batasan dan prosedur yang jelas dalam melakukan penggalian informasi dan dengan memperhatikan HAM.

Tujuan penggalian informasi, demikian putusan itu, meminimalisasi ketidakpastian yang dihadapi dalam proses pembuatan keputusan tentang keamanan nasional.

Kontras mencatat setidaknya terdapat 16 pasal krusial yang mengancam pemenuhan jaminan perlindungan hak-hak konstitusional warga negara Indonesia.

Pasal-pasal tersebut melingkupi tentang definisi ancaman keamanan nasional, definisi rahasia intelijen (berikut pelarangannya), definisi pihak lawan, kewenangan khusus: penyadapan, pemeriksaan aliran dana dan penggalian informasi, rekomendasi berkaitan dengan orang dan/atau lembaga asing, serta tata cara pengangkatan Kepala Badan Intelijen Negara.

Haris memaparkan absurdnya tafsir, batasan kebijakan/operasional, dan kewenangan khusus intelijen negara berpeluang untuk mencederai hak-hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun apabila digunakan secara sewenang-wenang dan tanpa mekanisme kontrol yang jelas.

"Inkonsistensi dan multitafsir UU tersebut akan membuka ruang pada ancaman kriminalisasi warga sipil dengan benturan konsep keamanan nasional," kata Haris.

"Publik juga akan kesulitan untuk mencari rujukan perlindungan hukumnya, karena secara eksplisit UU ini dapat digunakan untuk melakukan penindakan tanpa proses hukum yang jelas dan transparan."

Kontras menilai pertimbangan hukum yang disampaikan oleh Majelis Hakim MK pada 10 Oktober 2012 tidak selaras dengan diskursus prinsip-prinsip intelijen demokratik sebagaimana yang berkembang di negara-negara demokrasi lainnya.

Hal ini terlihat dari isi putusan yang tidak secara cermat mengkaji sejumlah norma dalam pasal, ayat, frase bahkan penjelasan yang terbukti minim dengan jaminan perlindungan HAM maupun tunduk pada supremasi sipil. (Bsi)