Keluarga Terpidana Pembunuhan Mengadu ke Wantimpres

JAKARTA, KOMPAS.com – Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) diharapkan menindaklanjuti dugaan rekayasa kasus yang dialami Sun An (51) dan Ang Ho (34). Keduanya dituduh melakukan pembunuhan Kho Wie To (34) dan istrinya Lim Chi Chi alias Dora Halim (30).

Kasus itu dilaporkan oleh istri Sun An, Sia Kim Tui, dan istri Ang Ho, Sumiyati kepada Watimpres di Jakarta, Selasa (23/10/2012). Keduanya didampingi oleh aktivis Kontras Usman Hamid dan pengacara keduanya, Edwin Partogi. Laporan diterima anggota Watimpres Albert Hasibuan.

Sun An dan Ang Ho telah divonis seumur hidup oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Medan. Putusan itu lebih berat dari tuntutan jaksa yakni penjara selama 20 tahun dengan sangkaan sebagai auktor intelektualis. Putusan keduanya lalu dikuatkan oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Medan.

Namun, perkara yang menjerat keduanya dinilai telah direkayasa. Menurut Edwin, keduanya tidak tahu menahu mengenai pembunuhan pasangan suami istri yang terjadi di Kelurahan Durian, Medan Timur, Medan pada 29 Maret 2011 .

Edwin menjelaskan, Ang Ho pengusaha barang antik ditangkap di Hotel JW Marriot Medan pada 1 April 2011 . Ang Ho dipaksa mengaku menjadi otak pembunuhan ketika diinterogasi di hotel. Dia lalu disiksa setelah tak mau menuruti. Bahkan, Ang Ho mengalami pelecehan ketika dipaksa membuka celana lalu seorang polisi menempelkan kemaluannya di bokong Ang Ho.

Penyiksaan berlanjut ketika Ang Ho diajak ke beberapa lokasi kejadian. Tak hanya disiksa, dia juga diancam akan dibunuh jika tak mengaku. Perlakuan sama juga dialami ketika dia diperiksa di Polsek Medan Timur.

"Di sana dia ditanya-tanya soal empat eksekutor, pistol, dan motor. Ang Ho bilang enggak tahu. Dia disiksa hingga kemaluannya ditendang. Setiap polisi yang masuk dalam ruangan bertanya hal sama diikuti penyiksaan," kata Edwin.

Sun An pengusaha kapal penangkapan ikan ditangkap keesokan harinya. Sama seperti Ang Ho, kata Edwin, Sun An juga mengalami penyiksaan selama diperiksa. Penyiksaan fisik dan psikis terhadap Sun An dilakukan selama sekitar dua pekan lantaran tak mau menuruti kemauan pihak Kepolisian.

Dalam proses pemeriksaan, keduanya juga dipaksa untuk menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP). Ang Ho tak tahu apa yang tertulis dalam BAP karena terbiasa bahasa Hokkian dan tidak fasih bahasa Indonesia. Ketika itu, dia didampingi pengacara yang ditunjuk Kepolisian.

"Sun An dipaksa oleh Kapolresta Medan saat itu untuk menandatangani BAP. Jika tidak, Kapolresta mengancam akan kembali menyiksa pada malam harinya. Karena takut, Sun An terpaksa menandatangani," kata Edwin.

Eksekutor masih bebas

Edwin menambahkan, BAP itu yang dijadikan dasar majelis hakim untuk menghukum keduanya. Padahal, dalam persidangan keduanya sudah mencabut BAP lantaran tidak sesuai dengan yang dijelaskan ketika diperiksa.

Anehnya, eksekutor yang menurut saksi pembantu korban berjumlah empat orang belum tertangkap. "Tidak ada saksi yang bisa menjelaskan keterlibatan keduanya. Tidak ada juga pistol dan motor yang digunakan pelaku. Dasar putusan hanya BAP yang direkayasa. Keduanya didesain merencanakan pembunuhan tapi tanpa bukti," kata Edwin.

Saat ini, perkara keduanya dalam proses kasasi. Kasus itu juga sudah dilaporkan ke Divisi Propam Polri, Komisi Kepolisian Nasional, Komnas HAM, dan Komisi Yudisial.