Diplomasi Indonesia Secara Aktif Sangat Dibutuhkan Dalam Konflik Semenanjung Korea

Diplomasi Indonesia Secara Aktif Sangat Dibutuhkan Dalam Konflik Semenanjung Korea

KontraS mendesak Indonesia untuk mengambil peran yang lebih besar dalam proses perdamaian konflik Semenanjung Korea melalui diplomasi tingkat bilateral, regional dan juga secara global. Sebagai negara yang aktif dalam memajukan perdamaian dunia sudah seharusnya Indonesia mengambil porsi lebih dengan mengambil langkah diplomasi dalam berbagai tingkatan, baik terhadap pihak yang berkonflik, pun melalui tingkatan yang lebih luas. Dalam tingkat bilateral, diplomasi langsung Government to Government secara berkesinambungan sangat diperlukan. Dalam skala regional, Indonesia dapat menggunakan forum ASEAN sebagai arena yang menjembatani dalam mediasi pertikaian kedua negara. Secara global Indonesia dapat melancarkan diplomasi multilareal melalui Perserikatan Bangsa Bangsa, dimana kini Indonesia menduduki posisi sebagai Dewan HAM PBB untuk Periode 2011-2014.

Dilema keamanan menjadi alasan peningkatan pertahanan dan keamanan yang dilakukan oleh Korea Utara melalui program serangan misil yang diduga akan dilancarkan dalam waktu dekat ke wilayah Korea Selatan dan Amerika Serikat. Korut yang kini lebih offensive, tentunya menimbulkan kecemasan akan mengganggu stabilitas keamanan kawasan Asia bagian Timur, yang juga berdekatan dengan wilayah kedaulatan Indonesia.
Meskipun serangan misil Korea Utara diduga hanya sebagai gertakan untuk dapat meningkatkan posisi tawarnya melalui kekuatan nuklir, namun kemungkinan perang tetap ada, dan Indonesia sudah seharusnya waspada serta secara aktif melakukan langkah pencegahan melalui diplomasi di berbagai tingkatan.

Peran aktif diplomasi bilateral Indonesia seharusnya dapat dilakukan secara berkesinambungan terhadap Korea Utara dan Korea Selatan, sebagai negara yang secara aktif menjembatani konflik. Hal ini dipermudah dengan posisi strategis Indonesia diantara kedua negara yang dapat dinilai netral, tanpa memihak. Secara bilateral, Indonesia yang merupakan ‘teman lama’ Korea Utara di era komunis sedang berencana untuk memperluas hubungan perdagangan diantara keduanya merujuk pada pertemuan terakhir kedua negara, disisi lain, Indonesia menjadi pasar ekonomi yang strategis bagi Korea Selatan, tentunya posisi ini memudahkan Indonesia dalam melakukan pendekatan pada keduanya. Posisi Indonesia yang berlandaskan politik bebas aktif, membuka ruang yang tak tersekat bagi Indonesia untuk dapat memediasi untuk proses damai kedua negara.

Bentuk peran dalam tingkat regional, dapat dilakukan Indonesia melalui keanggotaannya dalam ASEAN. ASEAN sebagai forum kawasan, harusnya dapat secara aktif menjadi lembaga yang memediasi kedua negara, juga negara anggota dari ASEAN, termasuk Indonesia seharusnya dapat menekan negara-negara yang tergabung dalam Six Party Talks, untuk dapat serta merta dilibatkan dalam pembahasan mengenai program nuklir Korea Utara. Karena krisis semenanjung Korea ini tidak hanya melibatkan perang antara kedua negara dan sekutunya (Korut Vs Korsel-Amerika), namun juga mengganggu stabilitas keamanan dari kawasan Asia Timur sendiri.

Diplomasi Indonesia dalam tingkatan global juga harusnya dapat secara aktif dilakukan dalam permasalahan Semenanjung Korea ini. Indonesia memiliki posisi tawar yang tinggi secara global dalam keanggotaannya di berbagai organisasi internasional, sebagai satu-satunya negara kawasan Asia Tenggara yang masuk dalam keanggotaan G-20, dan kini sedang memegang jabatan sebagai dewan HAM PBB periode 2011-2014, seharusnya indonesia dapat menyuarakan perdamaian dunia melalui rekomendasi ke PBB untuk melancarkan misi damai di Semenanjung Korea.

Ketiga jalur pendekatan diplomasi tersebut harusnya dapat dipergunakan secara maksimal oleh Indonesia, sebagai sumbangsih bagi perdamaian dunia. Peranan dari aktor negara maupun non-negara secara bersamaan sangat diperlukan dalam konflik antar negara untuk mengurangi tensi ketegangan dan dalam jangkauan yang lebih luas sebagai mediator konflik untuk jalan perdamaian.

 

 

Jakarta, 09 April 2013

Badan Pekerja KontraS,

 

Haris Azhar
Koordinator Eksekutif