Kontras Apresiasi Kepolisian Terkait Perbudakan Buruh di Tangerang

JAKARTA – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengapresiasi kepolisian yang dengan sigap menanggapi laporan kasus dugaan perbudakan terhadap puluhan buruh di wilayah Tangerang, Banten.

"Kontras mengapresiasi institusi kepolisian yang cepat menindaklanjuti laporan korban, sehingga kondisi dan situasi kerja paksa tersebut cepat terungkap dan korban lainnya dapat diselamatkan," kata Kepala Divisi Politik Hukum dan HAM Badan Pekerja Kontras Yati Andriyani dalam rilis Kontras yang diterima di Jakarta, Ahad (5/5).

Untuk itu, menurut dia, Kontras mengimbau kepolisian untuk terus melanjutkan proses hukum agar kejadian ini tidak berulang di masa mendatang. Ia memaparkan, Kontras telah menerima pengaduan dari dua orang korban atas nama Andi (20) dan Junaedi (19) pada 2 Mei 2013.

Keduanya dipekerjakan paksa di sebuah rumah yang berlokasi di Kampung Bayur Opak, Sepatan, Tangerang selama 2-3 bulan. Keduanya juga mengaku disiksa dalam bentuk dipukul, disundut rokok dan disiram cairan alumunium.

Berdasar pengaduan tersebut, Kontras dan korban bersama kepala desa dari Lampung Utara melakukan pengaduan ke Polda Metro Jaya, 3 Mei 2013. Setelah pengaduan, Polda Metro Jaya kemudian menindaklanjuti dengan melakukan penggerebekan ke lokasi di Kampung Bayur Opak, RT 03 RW 06, Desa Lebak Wangi, Sepatan, Tangerang.

Penggerebekan dilakukan sekitar pukul 14.30-16.00 WIB dan hasilnya ditemukan 28 korban yang dipekerjakan paksa dengan kondisi memprihatinkan. "Mereka mengalami luka-luka, gatal, asma, memar dan lain-lain. Empat orang dari korban tercatat berusia di bawah umur, lima orang tersekap di dalam ruangan yang disengaja dikunci di luar dengan kondisi memprihatinkan," katanya

Ia juga menuturkan, sepanjang proses bekerja, para korban telah diperlakukan secara tidak manusiawi. Pelaku menyita semua barang-barang milik korban yaitu HP, baju, uang dengan alasan untuk keamanan supaya tidak hilang.

Lokasi tempat korban dipekerjakan sangat tidak manusiawi. Mereka tidur dalam satu ruangan berukuran 40 x 40 M untuk sekitar 40 orang dengan kondisi ruangan sangat tertutup, kotor dan bau.

Untuk itu, Kontras juga meminta Komnas HAM melakukan pemantauan terhadap kasus tersebut, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar melindungi korban.