Dipidana karena Surat Pembaca, Khoe Seng Seng Buka Suara

Merasa dibohongi pengembang PT Duta Pertiwi (Sinar Mas Group), Khoe Seng Seng (47) menulis ke surat pembaca di harian Kompas dan Suara Pembaruan. Namun, dia dipidanakan, dan juga digugat perdata oleh pihak pengembang.

Surat pembaca itu ditulis Seng Seng setelah dirinya tidak mendapat kejelasan status dari ruko yang dibelinya di ITC Mangga Dua dari PT Duta Pertiwi. Belakangan, tanah dan bangunan itu dinyatakan milik pemerintah Prrovinsi DKI Jakarta.

"Berdasarkan kedua surat pembaca itu, saya dilaporkan ke Mabes Polri pada tanggal 24 November 2006 oleh kuasa hukum Sinar Mas Group dari kantor hukum Haposan Hutagalung, dengan tuduhan pencemaran nama baik," ujar Seng Seng di Kantor Kontras, Jakarta Pusat, Minggu (2/6/2013).

Surat pembaca itu sebelumnya telah dibantah oleh PT Duta Pertiwi dan dimuat di masing-masing media yang memuat tulisan Seng Seng.

Seng Seng merasa banyak kejanggalan dalam kasusnya. Saat panggilan pertama di Mabes Polri pada 2007, ia telah berstatus tersangka. Khoe Seng kemudian disidang pada 2008. Berkas perkaranya dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada 9 September 2008.

"Baru saya ketahui ketika menerima berkas perkara belum ada satu orangpun yang diperiksa ketika saya ditetapkan sebagai tersangka baik pelapor, korban maupuan saksi-saksi yang memberatkan buat saya, semuanya diperiksa dua bulan setelah saya diperiksa," terangnya.

Setelah itu, Seng Seng menjadi tahanan kota dengan seminggu dua kali melapor ke kejaksaan tinggi. Seng Seng diputus bersalah dengan korban pelapor yang merasa tercemar nama baiknya tidak bisa dihadirkan di sidang.

Dia dijatuhi hukuman 6 bulan penjara dalam masa percobaan satu tahun. Selain dipidanakan, dia digugat perdata di PN Jakarta Utara dengan gugatan perbuatan melawan hukum tekait penghinaan. Dia digugat Rp 17 miliar. "Gugatan ini diajukan 6 Juli 2007 di mana kemudian saya diputus kalah dan dihukum membayar ganti rugi immaterial Rp 1 miliar tunai ke Sinar Mas Group pada tanggal 6 Mei 2008," terang Seng Seng.

Menurut dia, putusan itu juga tidak adil. Seng Seng kecewa karena semua bukti surat, keterangan saksi dan ahli tidak dipertimbangkan oleh hakim. Khoe Seng mengatakan, saksi yang memberi keterangan juga menyatakan, yang ditulis di surat pembaca itu adalah fakta yang sebenarnya.

Selain itu, menurut Seng Seng, saksi ahli dari Dewan Pers menyatakan bahwa surat pembaca tanggung jawab ada pada penanggungjawab media. "Itu tidak digubris sama sekali oleh Majelis Hakim yang diketuai bapak Nelson Samosir dengan anggota bapak Mawardi dan bapak Daliun Sailan, sementara dari pihak Sinar Mas Group tidak ada satu saksi fakta pun yang bisa dihadirkan ke persidangan untuk menyatakan surat pembaca saya fitnah," ucap Seng Seng kesal.

Kemudian perkara itu naik ke Pengadilan Tinggi (PT) dan PT membatalkan putusan PN dengan pertimbangan hukum kurang pihak karena media massa (Kompas dan Suara Pembaruan) tidak ikut digugat dalam gugatan. Namun, Sinar Mas Group. kemudian mengajukan permohonan kasasi, dan dikabulkan. Seng Seng pun tetap harus membayar ganti rugi Rp 1 miliar tunai ke Sinar Mas Group.

Perkembangan kasus perdata itu hingga kini dalam proses mediasi atas surat peringatan PN Jakarta Utara terhadap Seng Seng untuk membayar ganti rugi itu. Mediasi kedua pun akan berlangsung pada tanggal 10 Juni 2013 untuk mendengar jawaban dari pihak Sinar Mas Group.

Khoe Seng berencana melakukan peninjauan kembali (PK) dan meminta eksekusi itu setelah putusan PK. Adapun untuk kasus pidananya, Khoe Seng pada 2 Maret 2012 mengetahui kasasinya ditolak. Dia pun berencana mengajukan PK.

Sementara itu, Haris Azhar Koordinator Komisi Untuk orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menilai Seng Seng adalah korban kriminalisasi. Dia juga menduga, kasus ini merupakan pengalihan isu atas status tanah yang dipertanyakan Seng Seng kepada pihak PT Duta Pertiwi.

"Kriminalisasi ini adalah upaya rekayasa dan memperlemah daya kritik konsumen terhadap penjual ruko di ITC Mangga Dua yang patut diduga sebagai penipuan," kata Haris.