Kontras: Korban Salah Vonis Disiksa Atas Dukungan Sipir

Ruben Pata Sambo, Markus Pata Sambo, dan Martinus Pata Sambo, korban salah vonis mengalami serangkaian tindak kekerasan dan intimidasi. Tak hanya mengalami kekerasan dalam proses penyidikan, tapi juga saat menghadapi persidangan.

Koordinator Eksekutif Nasional Kontras Haris Azhar mengatakan, mereka dipaksa mengakui perbuatan membunuh Andarias Pandin dan Martina La’biran. Selain itu, mereka juga mengalami serangkaian tindakan kekerasan yang dilakukan petugas.

"Mereka disiksa, dipaksa mengakui pembunuhan, ditelanjangi, bahkan tangan salah seorang dari mereka yang mengalami patah juga jadi sasaran penyiksaan petugas," kata Haris di Jakarta, Kamis (13/6/2013).

Kekerasan itu tidak berhenti sampai pada proses penyidikan. Saat menjalani sidang pun kekerasan tetap dialami mereka. Ketiganya dipukuli tahanan lain saat menunggu giliran sidang di ruang tahanan.

"Perlakuan itu juga didukung atau disponsori oleh sipir penjara dan petugas di situ," lanjutnya.

Padahal, Indonesia ikut dalam konvensi anti penyiksaan sejak tahun 1998. Isi dari konvensi itu salah satunya adalah setiap alat bukti yang didapat dari penyidikan yang dilakukan dengan penyiksaan merupakan alat bukti yang tidak dapat dibawa ke persidangan.

"Tapi nyatanya, dalam persidangan tidak pernah dihadirkan saksi. Persidangan berjalan hanya mengacu pada BAP yang dibuat dalam keadaan dibawah tekanan dan disiksa," ujarnya.

Saat ini Ruben dan Markus ditahan di lokasi terpisah. Ruben berada di LP Kelas 1 Lowokwaru, Malang, dan Markus di LP Porong Siduarjo.

Sementara Martinus sudah bebas setelah selesai menjalani hukuman 6 tahun penjara. "Ini juga dirasa aneh. Seharusnya keduanya ditahan di tanah kelahirannya di LP yang ada Makale atau Toraja. Ini membuat keluarga sulit menemui keduanya," ucap Andi.

Andi mengungkapkan, keluarga juga dipersulit saat ingin menemui Ruben. Mereka tidak diizinkan masuk menemui Ruben.

"Akses keluarga minim. Ruben anaknya masih dibiarkan di Malang dan di Surabaya, bahkan anaknya Ruben, Yuliani tidak bisa menemui karena tidak dapat izin," ungkap Haris.

Untuk itu, diharapkan setelah Kontras mengirim surat kepada instansi terkait, ada solusi terbaik untuk Ruben dan Markus. "Mudah-mudahan responsnya baik," tandasnya.

Ruben Pata Sambo dan anaknya, Martinus, diduga korban salah tangkap dan divonis mati pengadilan. Ayah-anak ini dituduh melakukan pembunuhan berencana terhadap 4 anggota keluarga Andrias di Tana Toraja pada Desember 2005 lalu.