Persidangan Cebongan: Berpotensi Berakhir Suram tanpa Keadilan dan Kebenaran

Persidangan Cebongan: Berpotensi Berakhir Suram tanpa Keadilan dan Kebenaran

KontraS khawatir bahwa persidangan kasus Cebongan akan berakhir buruk, dengan putusan yang lemah dan tanpa rekomendasi penuntasan kasusnya secara menyeluruh. Kekhawatiran ini didasari oleh berbagai hal sebagaimana dijelaskan sebagai berikut;


  1. Proses Persidangan

Proses Persidangan yang dimulai pada hari kamis, 20 Juni 2013 lalu terdapat beberapa pembiaran dari aparat keamanan baik dari pihak TNI yang menjaga di dalam pengadilan maupun pihak kepolisian yang berjarak kurang lebih 500 meter di luar pengadilan atas tindakan-tindakan intimidatif yang dilakukan oleh beberapa organisasi masyarakat yang hadir di persidangan. Intimidasi tersebut ditujukan kepada Oditurat Militer dan Majelis Hakim, serta kepada Ketua Komnas HAM Siti Nurlaila yang mendapatkan hujatan dari sejumlah anggota Ormas.

Tidak hanya pada saat proses sidang pertama, intimidasi terus berlanjut hingga sidang-sidang berikutnya, pendukung para terdakwa seperti diberikan keleluasaan atau previlege untuk melakukan aksi-aksi yang baik secara langsung maupun tidak langsung mengganggu jalannya proses persidangan. Seperti yang terjadi pada persidangan 19 Agustus 2013 dimana para pendukung tedakwa menutup gerbang pengadilan untuk memaksa Oditurat Militer memberikan pernyataan. Puncaknya adalah ketika proses persidangan 22 Agustus 2013 dengan agenda pembacaan duplik, selesai persidangan Serda Ucok Tigor Simbolon dibiarkan mendapatkan penghargaan dari para pendukung dan melakukan orasi di depan Pengadilan Militer II-II Yogyakarta

Tindakan-tindakan intimidatif atau privilege itu sepatutnya tidak terjadi jika pihak keamanan mau merendam segala aksi tersebut dengan baik. Termasuk ketegasan Ketua Pengadilan Militer II-II Yogyakarta untuk melarang aksi-aksi yang sifatnya dapat menggangu ketenangan serta tekanan kepada para pihak yang berperkara, hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Indonesia No. 02 PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial. Yang mana, seorang Hakim harus menjalankan fungsi peradilan secara mandiri dan bebas dari pengaruh, tekanan, ancaman atau bujukan, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari pihak manapun


  1. Pembuktian

Catatan awal KontraS terhadap lemahnya isi surat dakwaan pada tanggal 24 Juni 2013 ternyata diperburuk dengan lemahnya Oditurat Militer dalam membuktikan unsur-unsur pasal yang didakwakan kepada tedakwa khususnya mengenai unsure perencanaan yang terdapat dalam pasal 340 KUHP serta tugas hakim untuk menggali kebenaran materil dalam persidangan ini. Adapun beberapa fakta-fakta atau catatan kami diantaranya adalah:


  • Tidak dihadirkannya Mantan Kapolda Yogyakarta Brigjen Sabar Rahardjo kedalam persidangan untuk dimintai keterangan seputar pengakuan Brigjen Sabar Rahardjo mengenai adanya pertemuan dengan Danrem. Padahal, pembuktian atas adanya pertemuan ini sangat penting untuk mengkonfrontir keterangan terdakwa dalam menggali unsur perencanaannya.

  • Selain itu juga kehadiran Brigjen Polisi Sabar Rahardjo dalam persidangan penting untuk dimintai keterangannya seputar pemindahan empat korban ke Lapas Cebongan serta SMS yang beredar di kalangan kepolisian pada tanggal 22 Maret 2013

  • Oditurat Milter beserta Hakim tidak berhasil menggali lebih dalam keterangan terdakwa yang menggunakan kendaraan pribadi sebagai alat transportasi dari Gunung Lawu (tempat latihan) ke Markas Group II dan ke Lapas Cebongan, hal ini penting apakah benar Terdakwa menggunakan kendaraan pribadi ke tempat latihan dan apakah hal itu diperbolehkan? Sebagai bukti petunjuk soal motif dendam dan unsure perencanaannya.

  • Tidak adanya saksi yang dihadirkan guna membuktikan keterangan terdakwa mengenai keberadaan para terdakwa pada saat di ring road untuk mencari Decky cs akan memperlemah pembuktian unsure perencanaan

Berdasarkan catatan tersebut diatas kami menilai, persidangan ini akan kembali menghasilkan keadilan yang buruk, dengan dugaan, pertama, keputusan hakim Mahkamah Militer tidak akan mampu menjelaskan motif, terkaitan nama atau pihak lain yang membiarkan kejahatan ini terjadi.

Kedua, lemahnya persidangan (gagal membuktikan secara utuh ke masyarakat) hanya akan seolah-olah memojokan eksistensi institusi Kopassus, yang hampir dalam setiap sidang didukung oleh massa terorganisir, dengan dukungan “membasmi Preman diluar proses hukum”. Dengan kata lain, persidangan yang kurang bermutu justru seakan-akan menjadikan panggung perhatian kepada institusi Kopassus. persidangan seolah hanya menjadikan anggota Kopassus yang diadili sebagai korban.

Ketiga, Persidangan ini tidak akan menjawab tantangan paska peristiwa, seperti pemulihan kondisi dan hak korban, seperti, penegasan akan seperti apa tugas Kopassus kedepan? Bagaimana hak keluarga korban? Apakah akan ada proses hukum atas kasus pembunuhan Heru Santoso? Apakah ada rekomendasi untuk memeriksa Brigjen (Pol) Sabar Rahadjo?

Kami meminta agar pihak Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung bisa memberikan perhatian atas kemungkinan putusan hakim mahkamah militer II Yogyakarta yang lemah dan tidak solusif bagi upaya penyelesaian kasus ini.


Jakarta, 2 September 2013

Badan Pekerja KontraS

Haris Azhar

Koordinator


Lampiran:

Tabel Kasus Perkara Pembunuhan Lapas Cebongan











































































No

No Perkara

Nama

Dakwaan

Tuntutan

1


No. 46-K/PM II-11/AD/VI/2013





Serda Dua Ucok Tigor SImbolon

Kesatu :


  • Primer, Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.

  • Subsider, ketiga tersangka dijerat dengan pasal Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.

  • Lebih subsider Pasal 351 (1) jo ayat (3) KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP

Kedua


  • Pasal 103 ayat (1) jo ayat (3) ke-3 KUHP Militer.


12 tahun Penjara dan Pemecatan

Sersan Dua Sugeng Sumaryanto

10 tahun Penjara dan Pemecatan

Kopral Satu Kodik

8 tahun Penjara dan Pemecatan

2


No. 47-K/PM II-11/AD/VI/2013

Sersan Satu Tri Juwanto

Kesatu


  • Primer, Pasal 340 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.

  • Subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.

  • Lebih subsider Pasal 351 (1) jo ayat (3) KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP dan

Kedua


  • Pasal 170 (1) KUHP.

2 tahun Penjara

Sersan Satu Anjar Rahmanto

2 tahun Penjara

Sersan Satu Marthinus Roberto Paulus

2 tahun Penjara

Sersan Satu Herman Siswoyo

2 tahun Penjara

Sersan Satu Suprapto

2 tahun Penjara

3

No. 48-K/PM II-11/AD/VI/2013

Sersan Dua Ikhmawan Suprapto


  • Primer, Pasal 340 KUHP jo Pasal 56 ke-2 KUHP.

  • Subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 56 ke-2 KUHP.

  • Lebih subsider Pasal 351 (1) jo ayat (3) KUHP jo Pasal 56 ke-2 KUHP.

18 bulan Penjara

4

No. 49-K/PM II-11/AD/VI/2013

Sersan Mayor Rokhmadi


  • Pasal 121 ayat (1) KUHP Militer jo 55 (1) ke-1 KUHP

8 bulan Penjara

Sersan Mayor Muhammad Zaenuri

8 bulan Penjara

Sersan Kepala Sutar

8 bulan Penjara