Indonesia: Kegagalan menghadirkan keadilan penuh atas pembunuhan pembela hak asasi manusia Munir




7 September 2013

Indonesia: Kegagalan menghadirkan keadilan penuh atas pembunuhan pembela hak asasi manusia Munir

Pernyataan bersama masyarakat sipil



Sembilan tahun setelah pembunuhan pembela HAM Munir Said Thalib, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono harus mengambil tindakan yang konkrit dan tegas untuk memastikan mereka yang bertanggung jawab – termasuk mereka yang ada di tingkatan tertinggi – dibawa ke muka hukum, dan semua pembela HAM dilindungi secara lebih baik.

Presiden Yudhoyono, yang secara langsung mengatakan bahwa kasus Munir merupakan “test of our history (ujian bagi sejarah kita)” hanya memiliki waktu setahun jabatannya lagi, untuk memastikan hadirnya keadilan dan reparasi yang penuh. Kegagalan Presiden untuk melakukannya sejauh ini, di masa perlindungan para pembela HAM di seluruh negeri ini masih secara serius di bawah ancaman, mengundang pertanyaan serius akan warisannya nanti.

Salah satu pejuang hak asasi manusia Indonesia yang paling terkenal, Munir mengangkat kasus belasan aktivis yang menjadi korban penghilangan paksa. Ia juga menjadi salah satu pendiri dua organisasi HAM, membantu mengungkap bukti-bukti pertanggungjawaban militer atas pelanggaran HAM di Aceh, Papua, dan Timor-Leste (dulunya Timor-Timur), dan membuat rekomendasi-rekomendasi kepada pemerintah untuk membawa pejabat tingkat tinggi ke muka hukum. Pada September 1999, ia ditunjuk menjadi anggota Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM (KPP HAM) di Timor-Timur.

Pada 7 September 2004, Munir ditemukan meninggal dalam penerbangan dari Jakarta menuju Belanda. Sebuah otopsi yang dilakukan pihak berwenang Belanda menunjukkan bahwa ia telah diracun dengan arsenic. Munir selalu dalam keadaan bahaya sebagai akibat dari kerja-kerja hak asasi manusianya. Pada 2002 dan 2003, kantornya diserang, dan pada Agustus 2003, sebuah bom meledak di luar rumahnya di Bekasi, Jawa Barat.

Meskipun tiga orang telah divonis atas keterlibatan mereka dalam kematian Munir, ada tuduhan yang kredibel bahwa mereka di tingkat tinggi yang bertanggung jawab atas kematiannya belum dibawa ke muka hukum. Lebih lanjut, Presiden Yudhoyono belum mempublikasikan laporan di tahun 2005 tentang pembunuhan Munir yang dibuat oleh tim pencari fakta independen, meskipun hal ini direkomendasikan dalam Keputusan Presiden tentang pembentukan tim ini.

Minimnya akuntabilitas penuh yang terus berlangsung atas pembunuhan Munir merupakan penanda yang menakutkan bagi para pembela HAM di Indonesia akan bahaya yang mereka hadapi dan merupakan pengabaian sama sekali pihak berwenang Indonesia terhadap kerja-kerja penting mereka.

Kami, organisasi-organisasi masyarakat sipil internasional, regional dan lokal dari Kamboja, Perancis, Jerman, Indonesia, Malaysia, Belanda, Selandia Baru, Thailand, TimorLeste, Filipina, Singapura dan Inggris yang menandatangani di bawah ini, karenanya mendesak Presiden Indonesia untuk memastikan bahwa langkah-langkah berikut ini diambil sebagai prioritas:


  • Mempublikasikan laporan di tahun 2005 dari Tim Pencari Fakta kasus pembunuhan Munir sebagai langkah kunci menghadirkan kebenaran;

  • Menginisiasikan sebuah investigasi yang independen dan baru oleh kepolisian atas pembunuhan Munir untuk memastikan bahwa semua pelaku, di semua tingkatan, dibawa ke muka hukum sesuai dengan standar-standar HAM internasional;

  • Mengevaluasi proses pemidanaan lampau atas kasus Munir oleh Kejaksaan Agung, termasuk dugaan pelanggaran standar-standar HAM internasional; secara khusus, menginvestigasi laporan-laporan tentang intimidasi para saksi dan membawa mereka yang diduga melakukannya ke muka hukum;

  • Mengambil langkah-langkah efektif untuk memastikan pelanggaran HAM yang dilakukan terhadap semua pembela HAM diinvestigasi secara cepat, efektif, dan imparsial, dan mereka yang bertanggung jawab dibawa kemuka hukum lewat peradilan yang adil; dan

  • Mengesahkan undang-undang khusus yang ditujukan untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi para pembela HAM.

    Pernyataan ini di dukung oleh:




  1. ACAT (Action des ChrĂ©tiens pour l’Abolition de la Torture), France

  2. Aceh Online, Indonesia
  3. Alternative ASEAN Network on Burma (Altsean-Burma)

  4. Amnesty International

  5. Article 19

  6. Arus Pelangi, Indonesia

  7. ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR) Indonesia

  8. Asia Indigenous Peoples Pact

  9. Asia Monitor Resource Centre, Hong Kong

  10. Asian Human Rights Commission (AHRC)

  11. Asian Muslim Action Network, Indonesia

  12. Asia Pacific Human Rights Coalition, New Zealand

  13. Asosiasi LBH APIK, Indonesia

  14. Badan Advokasi Rakyat (BARA) Persatuan Indonesia (Perindo)

  15. Cambodian Center for Human Rights(CCHR), Cambodia

  16. Cambodian Human Rights and Development Association (ADHOC)
  17. Cambodian League for the Promotion & Defense of Human Rights (LICADHO)

  18. Center for Human Rights Law Studies (HRLS) Faculty of Law, Airlangga University, Indonesia

  19. Centre for Human Rights Studies University of Surabaya, Indonesia

  20. Center for Human Rights Studies of Islamic University of Indonesia
  21. Children’s  Human Rights Foundation (Yayasan Pemantau Hak Anak/YPHA), Indonesia
  22. Community Legal Education Center (CLEC), Cambodia

  23. Cross Cultural Foundation, Thailand

  24. Dignity International

  25. FORUM-ASIA (Asian Forum for Human Rights and Development)

  26. Foundation Pro Papua, the Netherlands

  27. GANDA Filipinas, Phillipines

  28. Housing Rights Task Force (HRTF), Cambodia

  29. Human Rights Ambassador for Salem-News.com, UK

  30. Human Rights Foundation of Aotearoa New Zealand, New Zealand

  31. Human Rights Working Group (HRWG) Indonesia

  32. IMBAS, Germany

  33. IMPARSIAL, The Indonesian Human Rights Monitor

  34. Indonesia for Humans, Indonesia

  35. Indonesian Forum for Budget Transparency (FITRA)

  36. Indonesian Legal Aid and Human Rights Association (PBHI)

  37. Indonesian Planned Parenthood Association (PKBI), Indonesia

  38. Institute for Policy Research and Advocacy (Elsam), Indonesia
  39. Jakarta Legal Aid Institute (LBH Jakarta), Indonesia 

  40. Judicial Support Monitoring Programme (JSMP), Timor-Leste

  41. Justice for Peace Foundation, Thailand

  42. Kalyanamitra Foundation, Indonesia

  43. Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi (Indonesian Women’s Coalition for Justice and Democracy)

  44. KontraS (Commission for The Disappeared and Victims of Violence), Indonesia

  45. LBH Masyarakat (The Community Legal Aid Institute), Indonesia
  46. LIPS (Sedane Labour Resource Centre/Lembaga Informasi Perburuhan Sedane) ,Indonesia

  47. LRC-KJHAM (Legal Resources Center for Gender Justice and Human Rights), Indonesia

  48. MADPET(Malaysians Against Death Penalty and Torture)

  49. Mauerpark Institut, Germany

  50. Mindanao Migrants Center for Empowering Actions, Inc. (MMCEAI), Philippines

  51. Observatory for the Protection of Human Rights Defender (a joint programme of International Federation for Human Rights/FIDH and World Organization Against Torture/OMCT)

  52. Our Voice, Indonesia

  53. Pax Christi, New Zealand

  54. Pax Romana-ICMICA

  55. Peace Women Across the Globe Indonesia, Indonesia

  56. Peoples’ Empowerment Foundation (PEF), Thailand

  57. Pergerakan Indonesia

  58. Persatuan Aliran Kesedaran Negara (Aliran), Malaysia

  59. Philippine Alliance of Human Rights Advocates (PAHRA), Philippines
  60. Philippine Human Rights Information Center (PHILRIGHTS), Philippines 
  61. Philippines Migrant Centre, New Zealand

  62. Protection International

  63. Reclasseering Indonesia

  64. Rumpun Tjoet Nyak Dien, Indonesia

  65. Sarawak Dayak Iban Association, (SADIA), Borneo, Malaysia

  66. SCN – CREST, Indonesia
  67. Sehjira Deaf Foundation, Indonesia

  68. Solidaritas Perempuan (Women’s Solidarity for Human Rights), Indonesia

  69. South East Asian Committee for Advocacy (SEACA)

  70. Sawit Watch, Indonesia

  71. Serikat Jurnalis untuk Keberagaman,SEJUK (Journalist Association for Pluralism and Diversity), Indonesia

  72. Setara Institute, Indonesia

  73. Solidaritas Perempuan (Women’s Solidarity for Human Rights). Indonesia

  74. Solidarity for Asian Peoples’ Advocacy (SAPA) Working Group on ASEAN

  75. Suara Rakyat Malaysia (SUARAM), Malaysia

  76. TAPOL, United Kingdom

  77. Task Force Detainees of the Philippines (TFDP), Philippines

  78. Tafena Tabua Society, Kupang, Indonesia

  79. Thai Volunteer Service Foundation (TVS), Thailand

  80. Terre des hommes Germany in Southeast Asia.

  81. The Initiatives for International Dialog (IID)

  82. The Asia-Pacific Solidarity Coalition (APSOC)

  83. Think Centre, Singapore

  84. Watch Indonesia!, Germany

  85. Women Corp of Indonesian Moslem Student Movement (KOPRI PB PMII)

  86. Yayasan Mandiri Kreatif Indonesia (Yamakindo), Indonesia

  87. Yayasan Transformasi Lepra Indonesia (YTLI), Indonesia

  88. Yayasan LINTAS NUSA Batam, Indonesia

  89. Youth for Peace Cambodia
  90. Youth Resource Development Program, YRDP-Cambodia