VONIS PERADILAN MILITER ANCAMAN TERHADAP KEBEBASAN PERS

VONIS PERADILAN MILITER ANCAMAN TERHADAP KEBEBASAN PERS

KontraS, LBH Pers Seindonesia dan AJI menyayangkan putusan 3 bulan terhadap Terdakwa Letkol Robert Sumanjuntak terkait dengan tindak pidana penganiayaan, pengsurakan kamera dan menghalang-halangi wartawan dalam melakukan peliputan jatuhnya pesawat tempur TNI AU jenis Hawk 200 di Jalan Amal Kecamatan Pasir Putih Kabupaten Kampar, Selasa (16/10/12).

Tindakan Oditurat Militer yang hanya mendakwa terdakwa dengan Pasal 351 Ayat 1 KUHP dan menuntut dengan penjara 3 bulan kurungan yang diikuti dengan vonis 3 bulan oleh majelis hakim merupakan bentuk dari perlindungan institusi militer bagi prjaurit yang melakukan kekerasan dan hal itu jelas semakin memperburuk citra penegakan hukum di peradilan militer. Padahal, secara hukum terdakwa juga bisa dikenakan dengan pasal 18 ayat 1 UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers karena tindakannya tidak saja melakukan penganiayaan tetapi juga dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghalang-halangi atau menghambat wartawan/pers untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluarkan gagasan dan informasi. Selain itu, Robert Simanjuntak juga harus dikenakan ketentuan Pasal 52 KUHP tentang pemberatan pidana karena ia telah melanggar suatu kewajiban dari jabatannya dan telah melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya.

Penyelengaraan peradilan militer hanyalah ajang pemberian keadilan semu melalui sebuah teaterikal proses persidangan. Vonis terhadap Letkol Robert Simanjuntak tidak hanya membuktikan bahwa Peradilan MIliter masih menjadi sarana impunitas bagi prajurit yang melanggar ketentuan perundangan-undangan yang menimbulkan korban sipil namun juga ancaman bagi masyarakat sipil atas kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-undang

Berdasarkan hal di atas, kami meminta kepada Panglima TNI Republik Indonesia memeriksa Oditur Kolonel CHK Rizaldi SH. karena patut diduga telah dengan sengaja mengkerdilkan kasus tersebut di atas dan telah salah menerapkan hukum dengan tidak menggunakan Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Pers Jo Pasal 52 KUHP dalam dakwaannya. Selain itu meminta kepada Komisi Yudisial untuk melakukan pemeriksaan terhadap Majelis Hakim yang mengadili perkara tersebut yang terdiri dari Kolonel CHK Dr. Djodi Suranto, Kolonel CHK TR Samosir dan Kolonel CHK Hariadi Eko Purnomo, karena patut diduga majelis hakim tidak berpihak kepada rasa keadilan publik baik dalam penerapan hukum maupun menimbang fakta-fakta persidangan.

Untuk mencegah hal serupa dikemudian hari, dalam hal terjadinya Tindak Pidana yang dilakukan pihak militer terhadap sipil, maka kami mendesak agar DPRRI dan Pemerintah segera melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, dengan memberlakukan peradilan umum sebagai locus untuk menyidangkan tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI terhadap sipil.

Demikian disampaikan, terima kasih.

Jakarta, 18 September 2013
Hormat Kami,

LBH Pers Seluruh Indonesia (Jakarta,Padang,Makassar,Surabaya, Yogyakarta, Kendari, Ambon, Manado),

KontraS, AJI Jakarta