Mas Joko, Berani Nggak?

Mas Joko, Berani Nggak?

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS] mengucapkan selamat atas terpilihnya Bapak Joko Widodo dan M Jusuf Kalla, sebagai Presiden terpilih untuk periode 2014-2019. Selanjutnya kami memberikan masukan kepada Presiden dan Wakil Presiden terpilih perihal penyelesaian atas berbagai peristiwa Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat yang hingga kini belum diselesaikan.

Perlu kami sampaikan bahwa hari ini, 30 Agustus, bertepatan dengan hari anti Penghilangan Paksa Internasional. Pada hari tersebut selalu diperingati oleh komunitas internasional dipenjuru dunia sebagai hari untuk mereka yang dihilangkan secara paksa. Praktik penghilangan paksa merupakan praktik kotor rezim otoriter di berbagai belahan dunia untuk memberangus kebebasan sipil dan membungkam aktivis yang kritis terhadap kebijakan negara. Di Indonesia praktik ini sudah diberlakukan sejak tahun 1965-1998 (rezim orde baru berkuasa). Negara melalui aktor keamanan (Militer, Intelijen dan Polisi) melakukan tindak penculikan dan penghilangan paksa.

Bahwa dalam visi dan misi yang telah disampaikan oleh Presiden terpilih dinyatakan akan menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat, sebagai berikut;

“Kami berkomitmen menyelesaikan secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang sampai dengan saat ini masih menjadi beban sosial politik bagi bangsa Indonesia seperti: Kerusuhan Mei, Trisakti-Semanggi 1 dan 2, Penghilangan Paksa, Talang Sari-Lampung, Tanjung Priok, Tragedi 1965.”

Dalam visi dan misi tersebut Presiden terpilih berkomitmen untuk meyelesaikan secara berkeadilan. Dengan demikian penyelesaian yang dimaskud haruslah sejalan dengan prinsip hak keadilan korban yang sudah dituangkan ke dalam aturan hukum nasional dan internasional sehingga bisa memenuhi rasa keadilan. Hingga kini proses hukum penanganan peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa periode 1997-1998, peristiwa Trisakti, Semanggi I 1998 dan Semanggi II 1999, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Talangsari Lampung 1999, Peristiwa Wasior 2001-Wamena 2002 Papua, peristiwa 1965-1966 dan Peristiwa Penembakan Misterius periode 1982-1984 masih terhenti proses hukumnya di Kejaksaan Agung. Padahal Komnas HAM berdasarkan hasil penyelidikanya sudah menemukan adanya dugaan pelanggaran HAM yang berat terhadap peristiwa tersebut untuk ditindak lanjuti ke tahap penyidikan oleh Jaksa Agung, Sehingga sepanjang 2002-2014 semua berkas hasil penyelidikan Komnas HAM mandek di Kejaksaan Agung.

Berdasarkan hal tersebut kami mendorong Presiden terpilih untuk menjawab komitmennya dengan dibuktikan ke dalam program prioritas kerja yang nyata diawal pemerintahan baru sehingga kemandekan penyelesaian selama ini bisa segera diakhiri. Sebagai langkah awal kami memberikan masukan kepada Presiden terpilih untuk membuat 3 (tiga) kebijakan prioritas untuk meyelesaikan peristiwa pelanggaran HAM yang berat, sebagai berikut:

  • Meningkatkan Akuntabilitas Penegakan Hukum demi terselenggaranya kepastian hukum dan perlakuan yang sama di hadapan hukum (untuk memastikan hasil penyelidikan Komnas HAM ditindak lanjuti oleh Jaksa Agung ke tahap penyidikan dan penuntutan hingga ke Proses Pengadilan HAM Ad Hoc melalui Keputusan Presiden);
  • Mewujudkan keadilan restoratif melalui upaya-upaya pemulihan harkat dan martabat kehidupan para korban (memberikan jaminan dan kepastian bagi keluarga korban yang dihilangkan secara paksa, pemulihan atas hak korban dan menjamin akses pendidikan dan kesehatan yang memadai bagi keluarga korban);
  • Menjamin adanya pencegahan keberulangan di masa depan melalui penghapusan kebijakan yang diskriminatif, serta langkah-langkah lain yang diperlukan.  

Ketiga hal tersebut adalah kebijakan yang harus diambil dengan cepat agar tidak ada lagi penundaan yang berlarut-larut (Undue delay) penanganan peristiwa pelanggaran HAM yang berat oleh Pemerintah. Untuk memastikan ketiga kebijakan prirotas, Presiden terpilih harus membentuk Komite Kepresidenan melalui Keputusan Presiden. Komite ini bisa diisi oleh figur-figur yang mulia, berpihak pada keadilan dan memiliki rekam jejak yang kredibel pada isu kemanusiaan di Indonesia; Komite sepatutnya bekerja pada 4 hal utama: Merumuskan upaya Proses Keadilan secara bermartabat; Mengungkapkan fakta seperti menemukan mereka yang masih hilang; Merumuskan kebijakan dan program pemulihan untuk korban dan masyarakat luas; Dan membuat pernyataan resmi permohonan maaf dan penyesalan atas praktek negara dimasa lampau yang melakukan pelanggaran HAM.

Pada akhirnya melalui momentum hari anti penghilangan paksa internasional kami bertanya kepada Presiden terpilih; “Mas Joko, Berani Nggak?”

Jakarta, 30 Agustus 2014
Badan Pekerja,

 

Haris Azhar, SH, MA