Usut Tuntas Kasus Penimbunan BBM dan Peristiwa Bentrokan antara Anggota Brimob Polri dan Anggota TNI di Kepulauan Riau

Press Release
Usut Tuntas Kasus Penimbunan BBM dan Peristiwa Bentrokan antara Anggota Brimob Polri dan Anggota TNI di Kepulauan Riau

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS] menyayangkan aksi brutalitas [penyalahgunaan kekuatan – senjata api] yang disertai dengan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota Brimob Polda Kepulauan Riau terhadap 4 [empat] orang anggota prajurit TNI AD Yonif 134/TS [Praka Eka Basri, Pratu Eko, Pratu Ari dan Pratu Hari] pada Minggu malam 21 September 2014 di Batam, Kepulauan Riau.

Peristiwa ini dipicu setelah sebelumnya terjadi penggerebekan terhadap gudang BBM [Bahan Bakar Minyak] yang dilakukan oleh anggota Brimob Polda Kepulauan Riau. Menurut keterangan versi TNI, pengeroyokan dipicu setelah sebelumnya ada anggota TNI yang mengalami luka tembak akibat penembakan yang dilakukan oleh anggota POLRI saat melakukan penggerebekan terhadap gudang BBM. Sedangkan menurut keterangan versi POLRI, penggerebekan terhadap gudang BBM ini diduga telah memicu kemarahan anggota Yonif 134/TS yang kemudian mendatangi Mako Brimob dengan mencaci maki 4 [empat] orang anggota Brimob yang sedang berjaga dan berbuntut terjadinya pengeroyokan terhadap anggota Yonif 134/TS tersebut. Diduga karena tidak terima terhadap aksi pengeroyokan tersebut, beberapa anggota Yonif 134/TS kemudian kembali mendatangi Mako Brimob dan melakukan pengrusakan dan pembakaran [kronologi terlampir].

Dalam catatan KontraS, peristiwa bentrokan antara TNI dan Polri bukanlah hal yang pertama kali terjadi. Sepanjang tahun 2010 – 2013 saja, setidaknya telah terjadi 5 [lima] peristiwa bentrokan antara Polisi dan TNI, yang mengakibatkan 2 [dua] orang anggota Polri dan 1 [satu] orang anggota TNI tewas, sementara 7 [tujuh] orang anggota Polri dan 2 [dua] orang anggota TNI menderita luka-luka akibat terlibat bentrokan. Umumnya bentrokan terjadi akibat salah paham dan dendam diantara anggota kedua institusi tersebut. Motif lainnya, juga dipicu akibat adanya ketidakprofesionalan antara aparat TNI dan POLRI dalam bertugas, perebutan lahan / lokasi pengamanan, pengawasan yang lemah terhadap anggota dari kedua institusi tersebut, hingga relasi yang tidak setara antara TNI dan POLRI.

Berdasarkan hal tersebut, KontraS menilai budaya atau praktik – praktik kekerasan masih sangat melekat dalam keseharian TNI dan POLRI. Pemahaman terhadap cara penyelesaian masalah dengan penggunaan kekuatan senjata masih terindoktrinasi dalam tubuh TNI dan POLRI sehingga pada akhirnya menghambat proses reformasi sektor keamanan yang sedang berjalan di dua institusi tersebut.

Terkait dengan peristiwa tersebut, KontraS mendesak:

Pertama, Kapolri dan Panglima TNI agar memerintahkan anggotanya di lapangan untuk menjunjung tinggi profesionalitas dalam menjalankan tugas – tugasnya di lapangan, mengingat dalam setiap perkelahian yang terjadi antara TNI dan POLRI, seringkali masyarakat sipil yang kemudian menjadi korban. Selain itu, baik Kapolri maupun Panglima TNI juga harus merekonstruksi relasi diantara kedua institusi tersebut guna mengurangi dan/atau menghindari terjadinya bentrokan, baik yang bersifat individual maupun kelompok dari kedua institusi tersebut.

Kedua, TNI dan Polri harus melakukan investigasi terkait dengan peristiwa tersebut dan menyampaikan kepada publik hasil investigasi tersebut sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Keterbukaan Informasi Publik. Hal ini penting untuk mengukur transparansi dan akuntabilitas kedua institusi tersebut guna menggali fakta – fakta dari peristiwa tersebut, mengingat adanya perbedaan keterangan antara pihak TNI AD maupun POLRI dalam peristiwa diatas;

Ketiga, Kapolda Riau agar menindak tegas anggotanya jika terbukti telah melakukan tindakan kekerasan dan penembakan terhadap anggota TNI serta menyelesaikannya melalui mekanisme eksternal, mengingat penggunaan kekuatan yang dilakukan tersebut merupakan sebuah tindak pidana;

Keempat, Kapolda Kepulauan Riau untuk terus melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan penimbunan BBM tersebut, guna mengungkap dan mengetahui apakah ada keterlibatan dari pihak TNI maupun pihak lainnya.

Kelima, Danrem Yonof 134/TS juga melakukan penindakan tegas terhadap anggotanya yang melakukan aksi brutalitas yang mengakibatkan terjadinya pembakaran dan pengerusakan di depan Mako Brimob, serta menghukum anggotanya yang diduga terlibat dalam aksi pembekingan tempat penimbunan BBM tersebut.

Jakarta, 23 September 2014
Badan Pekerja KontraS

Putri Kanesia
Kepala Divisi Advokasi Pemenuhan Hak Sipil dan Politik