Pernyataan Menkopolhukam Tentang Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Menyesatkan!!

Siaran Pers Bersama
Pernyataan Menkopolhukam Tentang Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Menyesatkan!!

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Paguyuban Keluarga dan Korban Talangsari Lampung (PK2TL), menyesalkan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno kepada publik, Selasa (9/6/2015) siang. "Seperti kasus Trisakti, itu kan sudah ada yang dihukum juga. Berarti kan dianggapnya sudah selesai. Tapi kalau mau diangkat, dicari-cari ya tidak akan pernah selesai. Seperti Talangsari, itu sudah jelas sudah selesai. Dan mereka sudah ada yang direunifikasi, di antara mereka sudah bertemu. Pelaku dan korban sudah bertemu dan bekerja bersama."

Pernyataan sepihak Tedjo itu, tidak hanya melukai hati para korban atau keluarga korban, tetapi juga ceroboh dan tidak sejalan dengan komitmen penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara berkeadilan yang Presiden Jokowi kemukakan dalam visi-misinya. Pernyataan ini juga membuktikan bahwa Bapak Tedjo Edhy¾dalam posisinya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan¾sama sekali tidak memahami hukum. Sehingga sudah layak dan sepantasnya masuk ke dalam radar menteri yang patut di-reshuffle.

Kami menegaskan, pertama, bahwa kasus Talangsari 1989 belum selesai hingga saat ini. "Penyelesaian" yang Tedjo maksud merujuk kepada adanya kesepakatan yang dibuat oleh pihak pelaku pembantaian dengan korban dalam islahmerusak sistem hukum.  Islah sama sekali bukan mekanisme penyelesain pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur dalam dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM atau dalam peraturan perundang-undangan apapun yang dimiliki Indonesia. Indonesia adalah negara hukum sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945. Hal ini menjadi dasar kuat bahwa setiap tindakan pemerintah (legislatif, eksekutif dan yudikatif) harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan.

Kedua, terkait kasus Trisakti, meski sejumlah aparat pelaku lapangan telah dihukum melalui Pengadilan Militer, namun penuntutan tidak menyentuh pertanggungjawaban komando unsur pimpinan militer saat itu.

Kasus ini pernah digelar di meja pengadilan mililiter sebanyak 2 kali, Semanggi II sebanyak 1 kali, sedangkan Semanggi I belum disentuh oleh pengadilan apapun. Dalam hal ini, pengadilan militer yang digelar bukan untuk pertanggungjawaban pidana pelanggaran HAM berat tetapi hanya berkenaan dengan kesalahan prosedural di internal militer. Sementara Mahkamah Militer [2001] untuk peristiwa pembunuhan hanya sebagai siasat menghindari proses pertanggungjawaban pelanggaran HAM Berat. Sehingga tidak ada alasan legal apapun yang bisa dapat menghapuskan kewajiban hukum negara untuk menyelesaikan kasus ini melalui Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana diatur dalam UU No. 26 Tahun 2000.
               
Menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu bukan untuk mengorek luka lama, melainkan untuk mengungkap sejarah bangsa dan mengungkap kesalahan yang pernah dilakukan Negara di masa lalu. Mempertanggungjawabkan masa lalu adalah dasar bagi negara untuk membangun bangsa dan mencegah pelanggaran HAM berat kembali terulang di masa depan. Dengan ini, kami mendesak:

1. Jaksa Agung untuk segera menindaklanjuti semua berkas penyelidikan Komnas HAM ke tingkat penyidikan; dan
2.
Presiden untuk me-reshuffle Tedjo Edhy dan menggantinya dengan orang yang memiliki kapabilitas terbaik untuk memegang jabatan sepenting Menko Polhukam.

Jakarta, 12 Juni 2015

 

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Paguyuban Keluarga dan Korban Talangsari Lampung (PK2TL)