Buruknya Proses Peradilan Militer Dalam Perkara Pembunuhan Jopi Peranginangin

Buruknya Proses Peradilan Militer Dalam Perkara Pembunuhan Jopi Peranginangin

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan vonis Peradilan Militer II 08 Jakarta yang hanya menghukum Praka Joko Lestanto, Anggota Yontaifib Marinir TNI AL sebagai pelaku pembunuhan terhadap aktivis lingkungan, Jopi Peranginangin dengan hukuman 2 tahun penjara, lebih ringan dari 5 tahun yang dituntut oleh Oditur Militer serta diberhentikan dari kesatuannya. Putusan ini semakin menunjukkan bahwa peradilan militer merupakan sarana impunitas atas kejahatan yang dilakukan oleh anggota militer. Dimulai dengan penyidikan yang tidak tuntas oleh POMAL sehingga hanya mampu menjerat 1 orang pelaku, meskipun dalam rekonstruksi yang dilakukan pada pertengahan Juni 2015 menunjukkan bahwa korban juga mengalami pengeroyokan, kemudian dilanjutkan dengan buruknya kinerja Oditur Militer yang hanya menuntut pelaku dengan penjara 5 tahun meskipun ancaman maksimal dalam pasal 338 KUHP mencapai 15 tahun, hingga akhirnya berdampak pada vonis rendah pengadilan yang menghukum pelaku hanya 2 tahun penjara.

Buruknya sistem peradilan militer tersebut diatas berdampak pada hilangnya pencapaian keadilan bagi korban secara khusus dan masyarakat pada umumnya.  Munculnya fakta-fakta di persidangan yang menunjukkan sifat jahat dalam diri pelaku serta kedudukan pelaku yang sebagai aparat negara tidak menjadikan peradilan militer merasa penting untuk memberikan hukuman yang berat pada si pelaku. Selain itu,  baik hakim maupun jaksa tidak sungguh-sungguh dalam menggali keterangan saksi-saksi fakta yang mengatakan bahwa korban dikeroyok, sehingga pengungkapan peristiwa pembunuhan berencana yang tidak hanya dilakukan oleh terdakwa seorang diri menjadi tertutup. Fakta-fakta dalam persidangan yang harusnya menjadi perhatian oleh Oditur serta majelis hakim diantaranya:

  • Saksi fakta dalam persidangan menyatakan bahwa telah melihat korban dipukuli oleh 4-5 orang sebelum terjadinya tindakan penusukan. Hal ini juga dibuktikan oleh bukti visum et repertum yang menunjukkan korban mengalami luka akibat beda tumpul serta memar di bagian tubuh lainnya. Fakta ini harusnya dijadikan petunjuk bahwa pelaku tidak hanya melakukan pembunuhan seorang diri saja melainkan dengan beberapa orang lainnya yang hingga kini tidak diproses maupun dihadirkan dalam persidangan. Sangat disayangkan majelis hakim tidak berusaha menggali lebih jauh mengenai adanya fakta-fakta yang dikemukakan saksi mengenai keterlibatan beberapa orang lainnya selain pelaku Joko Lestanto, sehingga mengakibatkan seolah – olah kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan terhadap Jopi Peranginangin hanya dilakukan oleh pelaku tunggal, yaitu Joko Lestanto.
  • Tidak hanya itu, perbuataan yang dilakukan pelaku secara bersama-sama tersebut serta dengan lebih dulu mengangkat pisau seraya mengancam sebelum menusukannya ke tubuh korban menunjukkan bahwa pelaku memang memilki unsur kesengajaan untuk menghilangkan nyawa korban. Dengan demikian sudah sepantasnya pelaku mendapatkan hukuman yang berat.

Berdasarkan hal diatas, kami mendesak: Pertama, dalam proses hukum pembunuhan Jopi,  meminta Oditur Militer untuk melakukan upaya hukum banding dengan sungguh-sungguh sehingga terdakwa mendapatkan hukuman yang berat. Kedua, meminta Pengadilan Tinggi Militer II Jakarta dalam memberikan putusan bersalah kepada terdakwa sebaiknya juga mempertimbangkan kondisi serta kedudukan pelaku sebagai alat negara yang dijadikan dasar pemberatan perbuatan pidana terdakwa. Dan Ketiga, Pemerintah harus melakukan reformasi atas peradilan militer dengan segera melakukan revisi atas UU 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, mengingat sistem peradilan militer selalu memberikan vonis rendah terhadap para pelaku sehingga menjadi sarana impunitas atas kejahatan yang dilakukan oleh anggota TNI.

 

 

Jakarta, 12 April 2016

Badan Pekerja KontraS,

 

Haris Azhar

Koordinator

 

Narahubung : Putri Kanesia – 08151623293

 

Lampiran:

Pemberitaan KontraS tentang Kasus Pembunuhan Jopi: https://www.kontras.org/home/index.php?module=pers&id=2060

 

Kronologi Peristiwa

Jumat, 22 Mei 2015

20.00 WIB:  Jopi dan G keluar dari daerah Tebet naik mobil Honda Jazz  menuju ke arah Kemang untuk menghadiri launching albumnya Navicula di Paviliun 28 Kemang

21.15 WIB: Begitu sampai di Paviliun 28 Kemang. Jopi bertemu CR, YY, dan anggota band Navicula

23.00 WIB: Jopi dkk. tetap berada di Paviliun 28 meski acara Navicula sudah selesai.

23.10 WIB: Jopi, G, CR meluncur ke De Mollucas untuk bertemu dengan teman-teman lain bernama A, M, AH, J dan RR.

Sabtu, 23 Mei 2015

23.30 – 02.30 WIB: Jopi berada di De Mollucas untuk bersenang-senang dengan teman-temannya di akhir minggu. Ada tiga orang lagi yang bergabung: N, E, M.

02.30 WIB: Karena De Mollucas tutup, rombongan memutuskan pindah ke Venue. Namun yang berangkat hanya 8 orang, sedangkan CR, J dan RR memutuskan untuk pulang.

02.45 WIB: Jopi dan 7 orang temannya masuk ke Venue. Mobil diparkir di Chai Lounge, tak jauh dari Venue. Di dalam Venue, situasi masih ramai pengunjung.

03.00 WIB: Salah satu teman Jopi, G, keluar dari Venue dan menuju ke mobil untuk tidur.

Di dalam Venue yang ramai, Jopi dkk. sudah melihat ada rombongan beberapa orang pria berperawakan tegap dan cepak.

04.00 WIB: Lampu Venue dinyalakan, lalu semua pengunjung berangsur keluar dari Venue.

Rombongan pria-pria tegap itu datang menuju Jopi dkk. Salah satu memegang pundak A dan bilang “Finish, out! Out!” Dijawab A, “Oh iya bro, kita juga mau keluar.”

Pria itu masih bicara tidak jelas ke arah A. Saat itulah, Jopi yang duduk di sebelah A bertanya ke A “Ada apa nih?”

Saat itulah, pria berbadan tegap itu naik pitam. Ia terlihat emosi dan mau memukul Jopi dengan menarik tangan Jopi. Tetapi teman-teman Jopi buru-buru menarik Jopi untuk keluar dari Venue, sementara teman-teman pria itu menarik tangan pria itu agar tidak marah.

Sempat terjadi keributan sebentar antara pria berbadan tegap itu dengan Jopi. Tiba-tiba pria tegap itu membuka tas selempang kecil warna cream dan ia mengeluarkan pisau bayonet sambil teriak, “Saya ini tentara!”

A sempat berusaha menghalangi pria itu dan menangkis dengan tangan kiri hingga terluka kena pisau. A lalu meminta Jopi untuk segera lari ke arah mobil.

Ternyata begitu Jopi lari, para pria berbadan tegap itu mengejar Jopi, termasuk pria yang memegang pisau bayonet. Teman-teman Jopi lalu lari mengikuti.

Di parkiran depan Habibie Center, Jopi terlihat dipukuli. Terdengar teriangan Jopi “Salah gue apa?!” Saat itu karena posisi Jopi dikerubuti oleh para pengeroyok, teman-teman Jopi tidak bisa melihat kejadian penusukan.

04.15 WIB: Begitu mereka mendekat, Jopi menunduk di bawah pohon dan terlihat ada sedikit darah keluar dari mulutnya. Saat berusaha mengangkat Jopi untuk dibawa ke mobil, M baru tahu kalau badan Jopi basah karena darah. Buru-buru M, A, AH membawa Jopi ke RSPP.

04.30 WIB: Jopi sudah masuk ke RSPP langsung ke IGD. Kondisi Jopi dinyatakan kritis oleh dokter jaga. Dokter menjelaskan keadaan kritis karena luka tusuk ke arah paru-paru, diindikasikan ada pendarahan massif, ada luka di paru-paru, HB baik, acid tinggi, sel darah putih turun, ada infeksi bakteri dari luka karena bayonet. Dokter menyarankan Jopi masuk ke ICU. Kondisi Jopi semakin memburuk.

04.32 WIB: G yang tidur di mobil terbangun karena mendengar azan subuh dan mencoba telpon Jopi. Telpon tidak dijawab. Ia lalu mencoba menghubungi J dan M dan setelah cukup lama, ia mendapat kabar Jopi ditusuk orang dan kondisinya kritis di RSPP.

05.50 WIB: G berangkat ke RSPP

06.00 WIB: Dokter RSPP menyatakan Jopi telah meninggal dunia.