Tolak Gelar Pahlawan Soeharto

Tolak Gelar Pahlawan Soeharto

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan korban pelanggaran HAM berat pada masa rezim otoritarian Soeharto, menolakpemberian gelar Pahlawan Nasional bagi Soeharto, Presiden kedua Republik Indonesia. Pemberian gelar pahlawan ini adalah tindakan yang tidak tepat dan bertentangan dengan konteks keadilan.

Wacana pemberian gelar pahlawan bagi Soeharto sesungguhnya telah muncul beberapa kali, yakni pada tahun 2010 ketika namanya lolos sebagai calon penerima gelar pahlawan dari wilayah Jawa Tengah oleh Kementerian Sosial. Kemudian pada 2014, ketika capres Prabowo Subianto kala itu berjanji memberikan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto seandainya ia terpilih menjadi Presiden.Munaslub Golkar baru-baru ini kembali mengusulkan agar Presiden Soeharto diberikan gelar pahlawan nasional.

Pada hakikatnya gelar pahlawan merupakan bentuk penghormatan dan penghargaan serta simbol pengakuan terhadap warga negara yang berjasa dan mendarmabaktikan hidupnya serta memberikan karya terbaiknya terhadap bangsa dan negara.Seseorang yang layak diberikan gelar pahlawan yang dalam riwayat hidupnya tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dapat merusak nilai perjuangannya. Soeharto adalah sosok yang kontroversial. Mengutip kalimat yang pernah digunakan oleh mantan Presiden RI, Abdurrahman Wahid, “Soeharto itu jasanya besar tetapi dosanya juga besar.”

Pada era Pemerintahan Soeharto, negara menjelma menjadi sebuah mesin yang sangat efektif dalam menjalankan karakter otoriternya dengan pola kekerasan seperti: pembasmian, kekerasan dalam perampasan sumber daya alam, penyeragaman dan pengendalian, dikelolanya kekerasan antarwarga, kekerasan terhadap perempuan, kebuntuan hukum, pers dibatasi-bahkan pers yang kritis dibredel; partai-partai politik dibatasi. Dalam catatan kami, Soeharto bertanggungjawab atas berbagai peristiwa pelanggaran HAM dan HAM berat, serta tindak pidana korupsi. MA melalui putusan No. 140 PK/Pdt/205, juga telah menyatakan Yayasan Supersemar milik Soeharto telah melakukan perbuatan melawan hukum dan wajib membayar uang sebesar US $ 315.002.183 dan Rp 139.438.536.678,56 kepada Pemerintah RI, atau sebesar Rp 4,4 triliun berdasarkan kurs saat itu.

Soeharto tidak pernah dipidana bukan karena terbukti tidak bersalah, namun dideponir karena kondisi kesehatan yang memburuk. Namun tidak menghilangkan fakta adanya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang beliau praktikkan selama 30 tahun, sebagaimana disebutkan dalam TAP MPR XI/1998 yang mendorong dilakukannya pengadilan bagi Soeharto dan kroninya.

Oleh karenanya dengan situasi dimana negara absen dalam menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM dimasa Rezim Soeharto, pemberian gelar pahlawan terhadap Soeharto oleh Presiden dapat memberikan pemutihan atau amnesti secara ilegal terhadap segala bentuk kejahatan negara yang pernah terjadi.

 

 

Jakarta, 24 Mei 2016

Badan Pekerja KontraS,

 

Haris Azhar, SH, MA

Koordinator

 

 

Lampiran: Daftar Dosa Soeharto

 

Pelanggaran Hak Sipil dan Politik:

  1. Kasus Tanjung Priok (1984)
  2. Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh (1989-1998)
  3. Penembakan Misterius (PETRUS) (1981-1984)
  4. Kasus Talangsari, Lampung (1989)
  5. Kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah (1993)
  6. Pembredelan Media Cetak (1994)
  7. Penyerangan kantor DPP PDI, 27 Juli 1996
  8. Penculikan Aktivis pro-demokrasi (Februari-Maret 1998)
  9. Tragedi Trisakti (12 Mei 1998]
  10. Kerusuhan Mei ’98 (13-15 Mei 1998)
  11. Kasus Timika (Mei 1998)
  12. Pembantaian massal terhadap orang yang diduga beraliran komunis (1965-1966)
  13. Operasi militer di Papua (Irian Jaya) 1969-1998
  14. Pembunuhan wartawan Fuad Muhammad Syafruddin /Udin (1996)
  15. Kasus pembantaian padepokan Haur Koneng Majalengka (1993)
  16. Larangan berorganisasi penetapan (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan) (1974-1975)
  17. Pemberangusan organisasi kemasyarakatan dengan UU No. 5 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan
  18. Kasus penembakan warga dalam Pembangunan Waduk Nipah Madura (1993)

Pelanggaran Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

  1. Perampasan tanah rakyat Kedung Ombo (1985-1989)
  2. Perampasan tanah rakyat atas nama PT. Perkebunan Nusantara (PTPN)
  3. Kasus Perampasan tanah masyarakat adat Dongi Sulawesi Selatan untuk perusahaan Nikel
  4. Perampasan dan penggusuran rumah warga Bulukumba oleh PT. LONSUM
  5. Kasus Pencemaran dan Kekerasan yang dilakukan oleh Indorayon di Porsea Sumatera Utara
  6. Kasus pembakaran rumah warga, kekerasan seksual yang dilakukan oleh PT. Kelian Equal Mining di Kalimantan Timur
  7. Dugaan korupsi menyangkut penggunaan uang negara oleh 7 yayasan yang diketuai Soeharto: Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora. Secara keseluruhan selama Alm. HM. Soeharto berkuasa diduga telah menggelapkan uang negara sebesar 35 milyar dollar Amerika Serikat.