`Lenyapnya` Dokumen TPF Kematian Munir: Umpan Lambung yang Tidak Boleh Diabaikan oleh Presiden Jokowi

`Lenyapnya` Dokumen TPF Kematian Munir
Umpan Lambung yang Tidak Boleh Diabaikan oleh Presiden Jokowi

Ada celah dan ruang klarifikasi yang bisa dikeluarkan oleh otoritas negara dan Presiden Joko Widodo pasca keluarnya respons dari Puri Cikeas siang ini. Baik Susilo Bambang Yudhoyono dan Sudi Silalahi yang mana telah membacakan siaran pers menyebutkan secara terang bahwa kematian Munir Said Thalib masih memiliki pintu kebenaran yang bisa diungkap negara.

KontraS secara organisasi berterima kasih kepada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan tim kabinetnya yang sudah menjelaskan secara kronologi proses penanganan, capaian dan kerja kerasnya untuk mengungkap kasus kematian Munir. Namun demikian, kami menyayangkan alangkah baiknya jika penjelasan serupa juga bisa dilakukan jauh-jauh hari untuk mengingatkan pemerintahan Joko Widodo yang melanjutkan tongkat estafet penyelidikan kematian Munir, atas apa dan bagaimana langkah lanjutan yang harus dilakukan pada proses  penegakan hukum yang belum selesai ini.

Bagi kami, kasus kematian Munir masih menyisakan ketidakjelasan dan kejanggalan. Kasus yang menurut laporan TPF –sebagaimana yang disampaikan oleh Sudi Silalahi siang ini- mengandung unsur dan peran kejahatan institusi; dalam hal ini keterlibatan kuat Badan Intelijen Negara, hanya berujung pada divonisnya Pollycarpus Budihari Priyanto semata; dan belakangan mendapatkan pembebasan bersyarat di tahun pertama Joko Widodo berkuasa. Sudi Silalahi menekankan bahwa penegakan hukum kasus kematian Munir belum selesai. Pernyataan itu adalah sinyal kuat bahwa pemerintahan hari ini tidak boleh berpangku tangan untuk mendiamkan dan seolah-olah bingung harus berbuat apa. Bagi kami, kasus kematian Munir memang belum selesai selama dokumen TPF hilang dan ada nama yang belum tuntas diselidiki hingga hari ini.

Untuk itu, membuka laporan TPF kematian Munir menjadi Pekerjaan Rumah (PR) yang besar dan serius. Hal ini penting untuk membuktikan bahwa otoritas negara memiliki kemajuan dalam aspek dan indikator penegakan hukum dan perbaikan HAM di Indonesia.

Lebih jauh, kami mencatat, bahwa dalam pernyataan sikap yang diberikan baik oleh SBY dan Sudi Silalahi tidak ada satu pernyataanpun yang menerangkan dokumen TPF hilang. Jejak-jejaknya bahkan telah disebutkan ketika Sudi Silalahi menyatakan bahwa ada dokumen-dokumen negara terpilih yang telah dikumpulkan pemerintahan SBY, diserahkan secara resmi kepada Arsip Nasional RI.

 

Untuk itu, kami di KontraS mendukung kuat ultimatum Suciwati –istri mendiang Munir- agar negara hari ini harus memperjelas rencana penanganan kasus ini seterang-terangnya, seadil-adilnya.

 

 

Jakarta, 25 Oktober 2016

Badan Pekerja KontraS,

 

Haris Azhar, SH, MA

Koordinator