Mendesak Dilakukannya Penyelidikan atas Peristiwa Penembakan di Deiyai, Papua

Mendesak Dilakukannya Penyelidikan atas Peristiwa Penembakan di Deiyai, Papua

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Kapolda Papua untuk segera melakukan penyelidikan mendalam terkait dengan peristiwa penembakan yang dilakukan oleh aparat Polri di Kabupaten Deiyai, Papua pada 1 Agustus 2017. Atas peristiwa tersebut, (satu) orang warga dinyatakan tewas a.n Yulius Pigai, sementara 13 (tiga belas) orang lainnya mengalami luka – luka. Namun, tiga hari berselang pasca peristiwa tersebut, kami melihat belum adanya langkah konkrit yang dilakukan untuk memanggil pihak-pihak yang diduga terlibat dalam penembakan tersebut, sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan potensi konflik yang lebih besar lagi.

Berdasarkan informasi yang KontraS terima, peristiwa penembakan tersebut bermula ketika beberapa orang warga melihat Ravianus Douw tenggelam di Kali Oneibo, yang kemudian ditolong oleh warga yang melihat. Di saat yang bersamaan, beberapa pekerja dari PT. Dewa Kresna yang berada tak jauh dari lokasi kejadian sedang mengerjakan proyek jembatan kali Oneiba. Beberapa warga kemudian meminta bantuan kepada para pekerja untuk membantu mengantarkan Ravianus Douw ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Madi untuk mendapatkan pertolongan, namun diabaikan. Akibatnya, setelah beberapa jam kemudian korban diantarkan oleh warga ke RSUD Madi, nyawa Ravianus Douw tidak terselamatkan. Melihat nyawa Ravianus Douw tidak tertolong, warga kemudian marah dan mendatangi camp perusahaan karena menganggap perusahaan turut bertangungjawab atas kematian Ravianus Douw. Melihat kemarahan warga, pihak perusahaan menghubungi aparat keamanan dan langsung membubarkan warga dengan disertai tembakan yang kemudian menyebabkan jatuhnya korban jiwa.

Terhadap peristiwa penembakan diatas, kami ingin mengingatkan kembali bahwa dalam penggunaan senjata di lapangan, aparat Kepolisian harus berpedoman pada Pasal 3 huruf b dan c Perkap No. 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian yang menyatakan: “Prinsip-prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian meliputi: b. Nesesitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan dapat dilakukan bila memang diperlukan dan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang dihadapi; c. Proporsionalitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan harus dilaksanakan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon anggota Polri, sehingga tidak menimbulkan kerugian/korban/penderitaan yang berlebihan.”

Kami juga menyesalkan tindakan pengabaian yang dilakukan oleh pihak perusahaan dengan tidak memberikan bantuan terhadap korban Ravianus Douw ke rumah sakit terdekat meski telah dimintakan tolong oleh warga setempat, namun kemudian justru menggunakan aparat keamanan untuk membubarkan warga sehingga memicu terjadinya tindakan represif oleh aparat kepolisian yang berbuntut pada peristiwa yang lebih besar lagi hingga memakan korban jiwa. Bahwa Kitab Undang – Undang Hukum Pidana mengatur tentang Pelanggaran Terhadap Orang yang Memerlukan Pertolongan Pasal 531 “Barang siapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang menghadapi maut tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan padanya tanpa selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain, diancam, jika kemudian orang itu meninggal dunia, dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu rupiah”. Bahwa oleh karenanya, pihak perusahaan juga harus dimintakan pertanggungjawabannya atas peristiwa diatas.

 

Oleh karenanya, KontraS mendesak :

Pertama, Kapolda Papua melakukan penyelidikan dan penyidikan secara adil dan transparan terhadap peristiwa penembakan tersebut, termasuk penyidikan atas dugaan penyalahgunaan senjata api. Tidak menggunakan mekanisme internal Polri sebagai cara untuk menutupi atau melindungi anggota Polri yang terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus ini. Bagi anggota yang terbukti melakukan kesalahan, penyalahgunaaan wewenang dalam peristiwa tersebut harus  diproses melalui mekanisme pidana;

Kedua, Kapolri bersama dengan Kapolda Papua melakukan evaluasi terhadap anggota – anggotanya terkait dengan penggunaan senjata api, mengingat penggunaan senjata api yang dilakukan oleh aparat kemanan di Papua kerap terjadi dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, yang mengakibatkan jatuhnya korban dari warga sipil. Kami juga ingin mengingatkan bahwa Polda Papua harus mengedepankan tindakan yang lebih persuasif dalam menangani peristiwa kekerasan dan lain sebagainya di Papua.

Ketiga, Lembaga Pengawas Eksternal seperti Kompolnas, Komnas HAM dan Ombudsman  RI menggunakan kewenangan sesuai mandat masing-masing lembaga untuk memastikan adanya penyelesaian yang akuntabel dalam kasus ini, dan Komnas HAM secara khusus harus melakukan investigasi kasus ini untuk memastikan adanya dugaan pelanggaran HAM dalam kasus ini. Lembaga-lembagan negara tersebut juga harus melakukan pengawasan terhadap aktor-aktor keamanan yang berada di Papua. Hal ini penting dilakukan mengingat bahwa selama ini Pemerintah lebih mengedepankan pendekatan keamanan di Papua, ditambah lagi Pemerintah pusat tengah gencar melakukan proses pembangunan di wilayah Papua sehingga kerentanan terjadinya pelanggaran HAM dan konflik antara masyarakat dengan perusahaan sangat mudah terjadi.

 

 

Jakarta, 4 Agustus 2017

Badan Pekerja KontraS

 

Yati Andriyani, S.HI.

Koordinator