Tindakan Represif Polri Watak Anti Demokrasi Penguasa

Tindakan Represif Polri Watak Anti Demokrasi Penguasa

 

Tindakan represif Polri terhadap peserta dan penyelenggaraan seminar Pengungkapan Kebenaran Peristiwa 1965 hari ini di YLBHI kembali menunjukan watak anti demokrasi penguasa negara ini.

Polri menegasikan hukum dan perlindungan HAM, hak kebebasan berkumpul, berpendapat dan berekspresi hanya karena tekanan massa dan watak warisan orde baru yang tidak siap mendiskusikan peristiwa 1965/1966.  Dalam hal ini sulit untuk tidak menyebut Polri masih terus menjadi bagian alat represif negara.

Jokowi tidak bisa berpangku tangan soal ini, YLBHI adalah rumah besar demokrasi yang tercatat jelas perannya dalam sejarah demokrasi  negeri ini. Menghalangi kegiatan di YLBHI adalah bentuk tindakan paling simbolik bahwa rezim ini mengarah pada anti demokrasi.

Jokowi tidak bisa menggadaikan upaya upaya penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu yang telah menjadi tekad bangsa ini dan menjadi janji politiknya. Ketiadaan sikap Jokowi atas persoalan ini akan mempertegas ketakutanJokowi di bawah bayang bayang aktor aktor kekuatan masa lalu. Membiarkan Polri sewenang wenang atas berbagai kegiatan atau upaya penyelesaian pelanggaran HAM, termasuk kegiatan di YLBHI dan tempat lainnya adalah bentuk ketakutan seorang Presiden dalam menegakan hukum dan HAM.

Penting bagi Presiden untuk memastikan Polri menghentikan kesewenangan dan tindakan represinya dalam kegiatan seminar di YLBHI. Presiden juga harus mengambil langkah tegas dengan segera mengambil langkah penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.

Lembaga lembaga independen negara harus segera menunjukan indepedensinya. Kompolnas, Komnas HAM, Ombudsman harus bersikap memberikan evaluasi terhadap Polri dan Presiden dalam hal kegagalan keduanya memberikan perlindungan dan jaminan kebebasan berkumpul, berpendapat dan bereskpresi.

Masyarakat sipil harus menyadari inilah sinyal darurat demokrasi yang harus kita lawan agar bangsa ini tidak larut kembali pada masa masa otoritarian.

 

 

Jakarta, 16 September 2017

 

Yati Andriyani

Koordinator KontraS