Surat Terbuka Bebaskan 15 Orang Kelompok Masyarakat Yang Bersolidaritas Menolak Penggusuran Kulon Progo dan Hentikan Tindakan Provokatif Oleh Pihak Kepolisian Polres Kulon Progo

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mempertanyakan akuntabilitas dan profesionalisme Polda DIY atas tindakan kekerasan yang disertai dengan proses penangkapan sewenang – wenang terhadap 15 (lima belas) orang jaringan mahasiswa yang bersolidaritas terhadap penggusuran paksa Warga Palihon, Temon, Kulon Progo yang dilakukan oleh PT. Angkasa Pura. Kekerasan terhadap 3 (tiga) warga dan penangkapan terhadap 15 orang yang bersolidaritas terhadap warga ini dilakukan oleh pihak kepolisian Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dianggap sebagai provokator dan mengahalang – halangi proses penggusuran yang telah dilakukan.

Berdasarkan informasi yang kami terima dari beberapa jaringan yang melakukan proses pendampingan, antara lain:

  1. Bahwa proses pengosongan lahan oleh PT. Angkasa Pura I telah berlangsung sejak tanggal 27 November 2017 dan berlangsung selama satu pekan dengan melakukan proses pemutusan aliran listrik, menutup akses keluar masuk warga yang menolak, hingga penghancuran secara paksa bangunan – bangunan milik warga;
  2. Bahwa terkait dengan proses percepatan pengosongan lahan milik warga tersebut oleh pihak PT. Angkasa Pura I, beberapa kelompok masyarakat termasuk mahasiswa melakukan aksi solidaritas dengan mendatangi lokasi;
  3. Bahwa terkait dengan aksi solidaritas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dan mahasiswa tersebut, pihak kepolisian resort Kulon Progo menganggap bahwa tindakan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dan mahasiswa yang berada di lokasi merupakan tindakan provokatif, sehingga pihak keamanan kemudian meminta kelompok masyarakat dan mahasiswa tersebut untuk meniggalkan lokasi tempat penggusuran;
  4. Bahwa sempat terjadi aksi saling dorong antara kelompok masyarakat dan mahasiswa yang bersolidaritas dengan aparat keamanan hingga terjadi tindakan kekerasan oleh aparat;
  5. Bahwa terkait dengan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan setidaknya 3 (tiga) orang warga atas nama Fajar, Agus, dan Hermanto mengalami luka – luka, sementara 15 (lima belas) orang (Andre, Imam, Muslih, Kafabi, Rifai, Wahyu, Fahri, Rimba, Samsul, Chandra, Mamat, Yogi, Khoirul Muttakim, Abdul Majid Zaelani, Syarif Hidayat) kelompok masyarakat yang ikut dalam aksi solidaritas terhadap warga tersebut ditangkap oleh pihak kepolisian terkait dengan tuduhan provokator

Bahwa terkait peristiwa tersebut, sebagaimana informasi yang kami sampaikan, kami menilai bahwa telah terjadi sejumlah pelanggaran hukum dan HAM serta bentuk – bentuk penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh aparat kepolisian, di antaranya:

1. Pasal 100 Undang – Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

“setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia”

2. Pasal 351 Kita Undang – Undang Hukum Pidana tentang tindakan Penganiayaan.

Praktik penganiayaan aparat kepolisian terhadap 3 orang warga oleh dapat diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun

3. Pasal 6 poin (d) Peraturan Kapolri nomor 8 tahun 2009 yang menyatakan bahwa tugas polisi merujuk pada hak asasi manusia yang meliputi hak bebas dari penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari penghilangan secara paksa.

4.Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak dalam Penanggulangan Huru – Hara.

5.Kami juga melihat, tidak terdapat alasan yang masuk akal dengan menggunakan pertimbangan logis atas situasi dan kondisi yang terjadi (reasonable) sehingga menimbulkan kebutuhan yang tidak terhindarkan (nesesitas) untuk melakukan penggunaan kekuatan berlebih serta penangkapan sewenang-wenang dalam peristiwa tersebut, sehingga tindakan yang  dilakukan terekesan berlebihan serta menimbulkan kerugian dan korban (proporsionalitas), dan secara jelas tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku (legalitas), sebagaimana prinsip-prinsip yang diatur melalui Pasal 3 Peraturan Kepala Kepolisian RI (Perkap) No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.

Oleh karenanya berdasarkan informasi sebagaimana diatas, dan sejumlah bentuk – bentuk pelanggaran terhadap peraturan – peraturan yang ada, kami mendesak:

Pertama, Kapolda D.I. Yogyakarta untuk segera membebaskan 15 (lima belas) orang kelompok masyarakat yang tengah bersolidaritas terhadap warga penggusuran, dan mendesak untuk melakukan proses penyelidikan dan penyidikan terkait tindakan kekerasan dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh anggotanya dilapangan.  masyarakat sipil yang bersolidaritas untuk warga penggusuran dan usut kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian yang telah mengakibatkan 3 orang luka-luka;

Kedua, Kapolda D.I. Yogyakarta untuk memerintahkan anggotanya untuk menghentikan segala bentuk tindakan – tindakan intimidatif dan prookatif terhadap warga;

Ketiga, Pemerintah D.I. Yogyakarta dalam hal negoisasi dan sosialisasi pengosongan rumah warga harus berdasarkan peraturan perundang-undangan serta mengedepankan dialog.

Keempat, Lembaga – lembaga Negara seperti Komnas HAM dan Ombudsman dapat dilibatkan sebagai mediator terkait proses permasalahan yang tengah terjadi untuk mencegah terjadinya bentuk pelanggaran HAM dan menjamin adanya pemenuhan terhadap hak – hak warga penggusuran.

Demikian hal ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih

Jakarta, 5 Desember 2017
Badan Pekerja KontraS

 

Yati Andriyani
Koordinator