Penyegelan Makam Masyarakat Adat Sunda Wiwitan: Bentuk Praktik Diskriminatif terhadap Kelompok Minoritas Keagamaan yang Tak Pernah Usai

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS] menyayangkan sikap Pemerintah Kabupaten Kuningan dengan Ormas yang menyegel situs makam Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan. Sikap tersebut menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap kelompok minoritas keagamaan dan praktik diskriminatif yang dilegitimasi oleh negara melalui Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuningan.

Pada 20 Juli 2020, Satpol PP Kuningan bersama dengan sejumlah anggota Organisasi Massa di Kuningan menyegel makam dari tokoh Sunda Wiwitan, Pangeran Djatikusumah dan istrinya Ratu Ermalia Wigarningsih yang terletak di situs Curug Go’ong, Desa Cisantana, Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Alasannya, pihak masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) yang mengurus pembangunan makam tersebut dianggap melanggar Peraturan Daerah (Perda) No. 13 Tahun 2019 mengenai penyelenggaraan IMB. Sedangkan, dalam Perda Nomor 3 Tahun 2013 Bab V Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Bagian Kesatu Tata Cara Dan Persyaratan Pasal 13, tugu dimasukkan ke dalam kategori bangunan bukan gedung yang memerlukan IMB (Izin Mendirikan Bangunan ketika hendak dibangun. Sedangkan makam tidak masuk dalam kategori yang memerlukan IMB dalam Peraturan Daerah tersebut.

Berdasarkan informasi yang kami terima, masyarakat Sunda Wiwitan secara kolektif membeli tanah yang sekarang dipakai untuk membangun makam Pangeran Djatikusumah pada 2017. Dengan kata lain, pembangunan makam dilakukan di tanah pribadi. Pembangunan yang sudah dimulai sejak 2014 itu juga semula tidak ada masalah, baru pada 2020 ini dipermasalahkan karena alasan tidak ada IMB.

Di sisi lain, dalam kasus ini kami menemukan bahwa terdapat upaya perlindungan bagi negara untuk melanggengkan praktik diskriminatif terhadap kelompok Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan dengan memasukkan pertimbangan dari MUI Desa Cisantana (Nomor 003/MUI/CST/VI/2020 tanggal 2 juni 2020) tentang Permohonan Penolakan Pembangunan Situs buatan yang dibangun oleh pihak Paseban yang terletak di Blok Curug Goong agar segera dibongkar dan dihentikan ke dalam Surat dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Kabupaten Kuningan.

Kepercayaan Sunda Wiwitan sebagai minoritas yang membutuhkan perlindungan khusus serta affirmative action dari negara untuk dapat menjamin pengakuan, penghormatan, serta pemenuhan hak-hak asasinya. Adapun praktik-praktik kepercayaan seperti membangun makam untuk leluhur yang dihormati merupakan bagian dari kebebasan beragama dan memiliki kepercayaan sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E dan 29 UUD 1945 tentang kebebasan meyakini kepercayaan serta beribadat menurut kepercayaannya tersebut.

Selain itu, Pasal 2 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) secara tegas menyatakan bahwa Negara harus menghormati dan memastikan bahwa hak-hak sipil dan politik harus dinikmati oleh segenap warga negara, tanpa ada pembedaan atas dasar salah satunya adalah keyakinan Oleh karenanya, Negara berkewajiban untuk melakukan upaya yang efektif untuk mencegah dan menangani setiap ancaman atas kebhinekaan yang pada dasarnya merupakan kewajiban seluruh elemen bangsa dari berbagai latar belakang primordial berbasis suku/etnis, agama, ras, golongan dan daerah.

 

Secara umum, KontraS memandang peristiwa di sektor kebebasan beragama, berkeyakinan, dan beribadah menjadi salah satu pekerjaan rumah yang tidak bisa diselesaikan di periode pertama kepemimpinan Joko Widodo. Selama rentang tahun 2014 – 2019, KontraS mencatat ada 549 pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan dan melanggar hak dari 954 korban. Angka pelanggaran kebebasan beragama, berkeyakinan, dan beribadah ini terus menjadi sorotan setiap tahunnya. Sebab ini menjadi pekerjaan rumah turun temurun dari rezim ke rezim. Selain karena adanya kebijakan yang berseberangan dengan konstitusional, juga disebabkan lemahnya penegakan hukum atas pelaku-pelaku yang melakukan tindak pidana di ranah kebebasan beragama, berkeyakinan, dan beribadah.

Berdasarkan hal tersebut di atas, KontraS mendesak sejumlah pihak antara lain:

Pertama, Bupati Kuningan untuk segera mencopot segel di bangunan makam Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan dan melakukan perlindungan terhadap kebebasan berkeyakinan, beragama, dan beribadah kepada masyarakat adat.

Kedua, Kapolda Jabar untuk memberikan sanksi tegas terhadap ormas yang mendukung praktik diskriminatif terhadap kelompok Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan.

Ketiga, Pemerintah Daerah Jawa Barat untuk berkoordinasi dengan seluruh elemen Pemerintahan dan Polri guna menjamin hak atas rasa aman serta memastikan tidak terjadi praktik diskriminatif terhadap kelompok minoritas keagamaan di Jawa Barat.

Keempat, Kami juga mendesak agar Pemerintah Daerah Jawa Barat juga memberikan pemulihan terhadap kelompok  Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan dalam bentuk perlindungan berupa jaminan ketidakberulangan maupun psikososial.

 

 

 

Jakarta, 28 Juli 2020

Badan Pekerja KontraS

 

 

 

 

Fatia Maulidiyanti

Koordinator