22 Tahun Peringatan DOM Aceh, Pemerintah Masih Ingkar

Mengingat 22 tahun dicabutnya status Daerah Operasi Militer (DOM) di Provinsi Aceh sama dengan mengingat lebih dari dua dekade lamanya luka akibat konflik tersebut. Hingga dua dekade berlalu para korban dan keluarganya belum juga mendapatkan keadillan dan pemulihan dari Negara. Meski status DOM tersebut telah dicabut tidak serta merta melepaskan masyarakat Aceh dari belenggu  dan bayang-bayang kekerasan.

Operasi militer yang terjadi tersebut ditujukan guna menumpas Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di bawah pimpinan Teungku Hasan Di Tiro. Namun dalam pelaksanaannya, justru aktor-aktor keamanan melakukan dugaan pelanggaran HAM dalam skala besar dan sistematis kepada masyarakat sipil dengan mengatasnamkan operasi keamanan.

Bentuk-bentuk tindakan kekerasan yang terjadi selama periode DOM di Aceh adalah tindakan-tindakan aktor-aktor keamanan dalam menjalankan kebijakan politik represif Negara terhadap masyarakat Aceh yang dianggap berada pada posisi yang berseberangan dengan pemerintah. Terhitung sejak mulai tahun 1990 sampai 1998 – selama pemberlakuan DOM, setidaknya terdapat ribuan orang yang dinyatakan hilang serta ditangkap dengan sewenang-wenang tanpa prosedur hukum yang jelas. Di antara mereka ada yang telah dibunuh dengan cara dieksekusi di depan umum. Ratusan perempuan juga mengalami tindak kekerasan seksual oleh aktor keamanan. Banyak juga diantara mereka yang pada akhirnya kehilangan tempat tinggal dan terpaksa jadi pengungsi di negeri sendiri karena rumahnya dibakar.

Berbagai macam bentuk-bentuk dugaan Pelanggaran HAM berat yang terjadi pada saat itu, hingga saat ini tidak kunjung ditanggapi dan direspon dengan serius oleh pemerintah. Pemerintah gagal menghukum para pelaku dan memberi keadilan bagi para korban dan keluarganya. Serangkaian peristiwa sejarah hingga perkembangannya hari ini perlu terus dikawal guna tidak menihilkan pemahaman terkait dengan memori kelabu yang terjadi di Aceh yang hingga saat ini belum jelas proses penyelesaiannya. Oleh karena itu, kami menyerukan agar:

  1. Pemerintah Aceh dan pusat mendukung sepenuhnya dan memperkuat lembaga KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) Aceh baik secara politik, legal dan finansial;
  2. Jaksa Agung segera melakukan penyidikan atas peristiwa-peristiwa dugaan pelanggaran HAM berat di Aceh yang telah direkomendasikan oleh Komnas HAM di antaranya adalah Tragedi Simpang Kertas Kraft Aceh, Tragedi Jambo Keupok, dan Rumoh Geudong;
  3. Komnas HAM untuk segera melanjutkan penyelidikan pro justisia terhadap peristiwa-peristiwa dugaan pelanggaran HAM berat selama kurun waktu operasi militer di Aceh, seperti peristiwa Bumi Flora, Penghilangan Orang Secara Paksa di Bener Meriah, dan peristiwa-peristiwa kekerasan yang terjadi selama penerapan status DOM diberlakukan di Aceh.

 

Jakarta, 8 Agustus 2020
Badan Pekerja

 

Fatia Maulidiyanti
Kordinator KontraS

Cp: Syahar Banu 0812 8585 7871 (banu@kontras.org)