Hari Anti Penghilangan Paksa Internasional: “Menagih Komitmen Negara Melakukan Ratifikasi Konvensi”

Rentetan panjang peristiwa penghilangan orang secara paksa mulai dari Pembantaian Massal 1965 – 1966 hingga Penghilangan terhadap Ruth Sitepu memperpanjang daftar orang hilang yang tidak mendapatkan perhatian Pemerintah Republik Indonesia. Dalam tragedi pembantaian massal 1965-1966, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat ada 32.774 orang yang dihilangkan secara paksa. Selama masa pemerintahan otoritarianisme di era Orde Baru, 23 orang menjadi korban tindakan penghilangan paksa dalam peristiwa penembakan misterius (Petrus) pada tahun 1982-1985, 15 orang kembali menjadi korban penghilangan paksa dalam Peristiwa Tanjung Priok pada tahun 1984, 235 orang meninggal dan tidak diketahui keberadaannya dalam Peristiwa Talangsari pada tahun 1989, dan 23 aktivis diculik dalam kurun waktu 1997-1998 di mana 13 orang di antaranya masih hilang sampai sekarang. Jumlah ini belum ditambah dengan 18.600 orang hilang pada Peristiwa Timor Timur tahun 1975-1999 serta ribuan lainnya dalam konflik di Aceh, baik sebelum, selama, dan sesudah diterapkannya Daerah Operasi Militer (DOM), serta konflik berkepanjangan di Papua yang masih terjadi hingga hari ini. Pada tahun 2016, seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang menetap di Malaysia bernama Ruth Sitepu diduga menjadi korban penghilangan paksa bersama dengan suaminya. Lembaran hitam peristiwa penghilangan orang secara paksa tersebut makin memberatkan korban dan keluarga korban untuk menemui keadilan di tengah nihilnya pemahaman negara terhadap hak asasi manusia.

Melalui momentum Hari Anti Penghilangan Paksa Internasional (30/08), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS] mengingatkan kembali bahwa negara adalah aktor dari langgengnya praktik impunitas. Hal ini ditunjukkan dari ketiadaan langkah konkret dalam meratifikasi Konvensi Internasional Perlindungan Semua Orang dari Kejahatan Penghilangan Paksa (International Convention on Protection of All Peoples from Enforced Disappearances) yang telah ditandatangani lebih dari 10 tahun lalu. Kemudian, tiadanya tindak lanjut pemerintah atas Rekomendasi Pansus Orang Hilang yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia tahun 2009. Ditambah lagi, para terduga aktor berada di lingkaran pemerintahan atau berelasi kuat dengan pejabat publik yang semakin mempersulit proses pencarian keadilan oleh korban dan keluarga korban.

Di sisi lain, sebagian besar korban juga tidak diketahui nasib dan keberadaanya sehingga keluarga yang ditinggalkan masih menderita kerugian, baik secara psikis maupun keterbatasan akses, atas ketidakpastian status anggota keluarga mereka yang hilang. Kondisi tersebut makin menyulitkan korban dan keluarga korban hingga hari ini, bahwa negara masih belum menunjukkan komitmen terhadap pemenuhan hak-hak korban seperti hak keadilan, hak kebenaran, hak reparasi dan jaminan ketidakberulangan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, seiring dengan peringatan Hari Anti Penghilangan Paksa tahun 2020, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak pemerintah untuk:

  1. Segera meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa, sebagai bentuk komitmen untuk mencari, menemukan, mengembalikan para korban, dan menghentikan praktik penghilangan paksa di Indonesia, serta mengadili dan mencopot para terduga pelaku pelanggar HAM masa lalu;
  2. Melaksanakan Rekomendasi Pansus Orang Hilang yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia Tahun 2009 secara menyeluruh, yakni:
    1) Membentuk Pengadilan HAM ad hoc;
    2) Melakukan pencarian terhadap 13 orang yang masih dinyatakan hilang oleh Komnas HAM;
    3) Memberikan rehabilitasi dan kompensasi terhadap keluarga korban penghilangan paksa; serta
  3. Memperkuat sinergi antar-lembaga negara, yakni DPR, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Hukum dan HAM, untuk mempercepat proses pembahasan ratifikasi Konvensi Internasional Perlindungan Semua Orang dari Kejahatan Penghilangan Paksa.

 

 

Jakarta, 30 Agustus 2020

Badan Pekerja KontraS,

 

 

 

 

Fatia Maulidiyanti
Koordinator

Narahubung: Syahar Banu (0812-8585-7871/banu@kontras.org)