Surat Terbuka: Mengecam Tindakan Rektor Unilak atas Dikeluarkannya SK Drop Out terhadap 3 Mahasiswa Universitas Lancang Kuning

Yth.
Rektor Universitas Lancang Kuning
Dr. Junaidi, S. S., M.Hum.
di Tempat

Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Serikat Pengajar HAM (SEPAHAM), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Southest Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), dan KontraS Aceh mengecam tindakan Rektor Universitas Lancang Kuning yang mengeluarkan SK Rektor Nomor 28/Unilak/Km/2021, 29/Unilak/Km/2021, dan 030/Unilak/Km/2021 yang menyatakan bahwa 3 Mahasiswa atas nama Cep Permana Galih, George Tirta Prasetyo, dan Cornelius Laia diberhentikan (drop out) sebagai mahasiswa Universitas Lancang Kuning. Dalam SK Rektor tersebut dinyatakan bahwa ketiga mahasiswa ini dikeluarkan karena telah melanggar Kode Etik Mahasiswa Universitas Lancang Kuning, namun tidak dijelaskan secara rinci apa saja kode etik yang telah dilanggar.[1]

Ketiga mahasiswa ini, sebelumnya aktif dalam aksi-aksi dalam mengkritisi tindakan Rektor yang melakukan pembuangan skripsi dan penebangan pohon secara ilegal. Aksi dan audiensi telah dilakukan, namun tidak ada penjelasan yang melandasi tindakan Rektor tersebut. Bahkan, sempat terjadi tindakan pengeroyokan terhadap Presiden Mahasiswa Universitas Lancang Kuning dan salah satu mahasiswa lainnya, yang menyebabkan memar dibagian kepala dan tangan akibat pukulan keras dari pelaku. Pelaku pengeroyokan sempat melakukan pengancaman terhadap korban dengan kalimat sebagai berikut “kalau misalkan kau tidak membuat permohonan maaf kepada rektor karena mengkritik rektor, aku sendiri yang akan menikam kau.” Dalam aksi terakhir yang dilakukan, Rektor tidak ada di tempat sehingga mahasiswa ditemui oleh Wakil Rektor. Kemudian, sehari pasca kejadian tersebut rektor mengeluarkan SK yang menyatakan bahwa ketiga mahasiswa ini dikeluarkan tanpa adanya surat peringatan terlebih dahulu.

Pemberangusan kebebasan berekspresi oleh kampus merupakan peristiwa yang terus berulang. Pada tahun 2020,

terdapat setidaknya dua kasus serupa, yakni sanksi drop out terhadap empat orang mahasiswa Unkhair terkait aksi isu Papua[2] dan drop out terhadap tiga orang mahasiswa Unas karena kritik terkait UKT kampus.[3] Ketiga peristiwa ini memiliki pola yang serupa yakni sanksi drop out digunakan secara sewenang-wenang oleh kampus sebagai bentuk penghukuman atas ekspresi yang dikemukakan oleh mahasiswa. Sebagai institusi yang seharusnya menjadi ruang aman bagi segala bentuk pemikiran dan pendapat, tindakan ini justru bertentangan dengan marwah kampus itu sendiri.

Perlu ditegaskan kembali bahwa aksi protes merupakan bentuk kebebasan berpendapat sehingga pengekangan ataupun tindakan represif, intimidatif, ancaman kekerasan, kekerasan fisik dan psikis merupakan bentuk pelanggaran HAM. Adapun hak atas kebebasan berpendapat merupakan bagian dari HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada pendapat tertentu tanpa mendapatkan mgangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan ide/gagasan melalui media apa saja tanpa ada batasan. Hal ini juga dipertegas dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik dan Pasal 23 Ayat (2) UU 29/1999 tentang HAM. Selain itu, perlu dilihat bahwa hak atas pendidikan merupakan hak setiap orang yang harus dipenuhi oleh Negara melalui Institusi Pendidikan sebagaimana termaktub dalam Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 13 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Sehingga, dengan upaya represi melalui sanksi drop out, kampus sebagai institusi pendidikan justru mengekang kebebasan berpikir serta ruang gerak mahasiswanya dalam menyikapi permasalahan sosio-politik di Indonesia. Hal ini juga menunjukkan kampus sebagai “wujud negara” melalui antikritiknya yang merespons evaluasi atau kritik dengan ancaman dan sanksi drop out.

Atas dasar itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak agar:

  1. Rektor Universitas Lancang Kuning untuk mencabut SK Rektor yang memberikan sanksi drop out kepada tiga mahasiswanya yakni Cep Permana Galih, George Tirta Prasetyo dan Cornelius Laia. Selanjutnya memulihkan nama baik dan kehormatan dari ketiga mahasiswa yang diberhentikan tersebut;
  2. Universitas Lancang Kuning tidak menggunakan wewenang yang dimiliki untuk memberangus kebebasan berpendapat mahasiswa;
  3. Pemerintah Pusat harus segera melakukan evaluasi langkah rektor yang memberikan sanksi drop out kepada mahasiswanya, karena kampus semestinya menjamin ruang kebebasan sipil. Langkah drop out justru mencabut hak atas pendidikan dari mahasiswa yang terdampak.

 

Jakarta, 24 Februari 2021
Koalisi Masyarakat Sipil

 

KontraS, SEPAHAM, YLBHI, SAFEnet, KontraS Aceh

Narahubung :
Adelita Kasih – 081311990790 (KontraS)

[1] Lihat: http://m.riaukontras.com/read-19074-2021-02-22-rektor-unilak-dikritik-terkait-penjualan-skripsi-rektor-unilak-langsung-do-tiga-mahasiswa.html#sthash.tZbx6Xls.h1yDxI1W.dpbs
[2] Lihat: https://tirto.id/di-balik-sanksi-do-mahasiswa-unkhair-dilarang-kritis-soal-papua-eqdz
[3] Lihat: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200714153214-20-524589/kesaksian-mahasiswa-unas-korban-do-diintimidasi-dan-dipukul