Koalisi Masyarakat Sipil Mengecam Keras Pemanggilan Terhadap LBH Padang oleh Polda Sumatera Barat

Sejumlah organisasi masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil mengecam keras pemanggilan LBH Padang oleh Polda Sumbar sebagai sikap anti-kritik atas tindakan Kepolisian Daerah Sumatera Barat yang menghentikan penyelidikan dugaan korupsi Dana Covid-19 di Sumatera Barat dengan alasan kerugian negara telah dikembalikan sebanyak Rp 4,9 miliar dan upaya menghalang-halangi Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat untuk mengawasi dugaan korupsi dana Covid-19 di Sumatera Barat.

Kecaman keras ini ditujukan kepada Polda Sumbar karena pada Kamis, 12 Agustus 2021, LBH Padang menerima surat panggilan nomor SP.PGL/316/VIII/RES.2.5./2021Ditreskrimsus. Surat panggilan itu ditujukan pada Ketua LBH Padang untuk menghadiri pemeriksaan sebagai saksi pada 13 Agustus 2021 terkait Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45 A ayat 2 tentang Ujaran Kebencian yang diatur dalam UU ITE dan Pasal 207 dan Pasal 208 ayat (1) KUHP tentang penghinaan penguasa negara. Karena surat panggilan ini memuat identitas kabur dan tidak lengkap, serta diberi jangka waktu yang terlalu singkat, LBH Padang memutuskan tidak menghadiri panggilan dengan alasan tidak sesuai prosedur hukum Pasal 227 ayat (1) dan (2) KUHAp dan mengirimkan surat pemberitahuan kepada penyidik.

Kecaman yang dilayangkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil ini didasarkan pada sejumlah pertimbangan.

Pertama, adanya jaminan hak konstitusional dalam peraturan perundang-undangan yang telah menjamin hak setiap masyarakat atau organisasi untuk menyatakan pendapat. Mulai dari Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945, Pasal 23 jo Pasal 25 jo Pasal 44 UU Hak Asasi Manusia, Pasal 8 ayat (1) UU Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Pasal 41 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bahkan, jaminan tersebut juga dituangkan dalam berbagai kesepakatan internasional, antara lain dalam Pasal 19 Deklarasi Universal HAM, Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, dan Pasal 23 Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN. Setiap pihak, tanpa kecuali, wajib menghormati jaminan konstitusional ini.

Kedua, tindakan korupsi adalah musuh bersama yang sejak lama dimasukkan dalam kategori kejahatan luar biasa. Korupsi di tengah kondisi Indonesia sedang dilanda pandemi Covid-19 yang telah merenggut nyawa puluhan ribu masyarakat dan meruntuhkan perekonomian negara adalah tindakan yang tidak dapat ditolerir dan perlu menjadi perhatian. Perlu diingatkan kembali bahwa LBH Padang adalah bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat sedang terlibat dalam mengungkap dugaan korupsi yang terjadi di Sumatera Barat berdasar Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia, setelah ditemukan ada selisih Rp 4,9 miliar dari pengadaan hand sanitizer. Diduga ada upaya mark up harga dari harga Rp 9.000 per botol menjadi Rp 35.000 per botol. Itu baru dari satu item saja, belum lagi yang lain yang juga di-mark up seperti harga kacamata, masker, APD (Alat Pelindung Diri), dan lainnya. Temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkapkan, ada indikasi dana Rp 49 miliar yang belum dapat dipertanggungjawabkan dalam dugaan penyelewanan dana penanganan Covid-19 di Sumbar.

Apa yang disebarkan LBH Padang dalam akun instagram adalah bagian tak terpisahkan dari kerja Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat ketika berupaya mengkritik tindakan Kepolisian Daerah Sumatera Barat menghentikan penyelidikan dugaan korupsi penanganan Dana Covid-19 di Sumatera Barat dengan alasan kerugian negara telah dikembalikan sebanyak Rp 4,9 miliar, padahal temuan BPK menunjukkan nilai tersebut hanya dari kerugian dari mark up pengadaan hand sanitizer, belum keseluruhan nilai yang diselewengkan senilai Rp 49 Miliar.

Ketiga, postingan yang dilakukan LBH Padang lewat akun Instagram merupakan perwujudan konstitusional peran serta masyarakat dalam mengawasi korupsi sesuai ketentuan hukum yang tercantum dalam Pasal 41 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Keempat, pemanggilan terhadap LBH Padang dikaitkan dengan ujaran kebencian terhadap antar golongan. Jika kita membaca pada SKB yang telah ditandatangani oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang berisi pedoman aparat penegak hukum untuk menghindari penyalahgunaan UU ITE dari ketidakpastian tafsir, kriminalisasi, dan diskriminasi, maka jelas bahwa yang terang dijelaskan dalam bagian Pasal 28 ayat (2) UU ITE mengenai konten yang menyebarkan kebencian berdasarkan Suku Agama Ras dan Antar-Golongan (SARA), Aparat Penegak Hukum diminta harus dapat membuktikan bahwa pengiriman konten tersebut mengajak atau menghasut masyarakat memusuhi individu atau kelompok dari Suku Agama Ras dan Antar Golongan tertentu atau tidak. Bukan itu saja, definisi ujaran kebencian berdasarkan SARA harus mengacu kepada definisi antar golongan sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU XV/2017. Artinya, antar golongan diartikan dalam kaitan dengan golongan masyarakat, bukan didefinisikan yang lain.

Aparat Penegak Hukum di Polda Sumbar harus mematuhi SKB yang ditelah ditandatangani oleh Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo dan mengedepankan restorative justice sebelum menggunakan pasal di dalam UU ITE. Dalam konteks pemanggilan LBH Padang yang dilaporkan oleh polisi sendiri dengan laporan model A, terlihat ada ketidakhati-hatian penyidik Polda Sumbar dan ketidakpatuhan pada isi SKB yang telah ditandatangani pimpinan tertinggi POLRI.

Kelima, pemanggilan terhadap LBH Padang dalam kasus ini dapat dikategorikan sebagai serangan terhadap pembela HAM. Salah satu serangan terhadap pembela HAM adalah SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation), yaitu gugatan di mana penggugat menggugat organisasi atau orang dalam upaya untuk membungkam, mengintimidasi, atau menghukumnya terhadap protes yang disampaikan organisasi/orang tersebut. Tentu ini hal yang seharusnya dihindari dilakukan di tengah iklim demokrasi Indonesia tengah terpuruk.

Laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) belum lama ini mengungkap Indonesia menduduki peringkat ke-64 dunia dalam Indeks Demokrasi yang dirilis EIU dengan skor 6.3. Ini merupakan angka terendah yang diperoleh Indonesia dalam kurun waktu 14 tahun terakhir. Indonesia mendapatkan rapor merah karena adanya penurunan skor yang cukup signifikan. Maka dari itu, praktik pembatasan hak berpendapat, terlebih kritik dari masyarakat perlu untuk dihentikan. SLAPP melanggengkan praktik kriminalisasi terhadap organisasi masyarakat sipil.

Merujuk data SAFENet, dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, kriminalisasi menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik banyak menyasar masyarakat dari berbagai kalangan, misalnya: aktivis, jurnalis, hingga akademisi. Mirisnya, mayoritas pelapor justru pejabat publik. Ini menandakan belum ada kesadaran penuh dari para pejabat dan elit untuk membendung aktivitas kriminalisasi tersebut, guna mendorong terciptanya demokrasi yang sehat di Indonesia.

Maka dari itu, Koalisi Masyarakat Sipil menyampakan desakan agar:

  1. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Widodo untuk memberikan atensi khusus dan instruksi kepada Kapolda Sumbar dan jajarannya untuk segera menghentikan penyidikan terhadap LBH Padang pada perkara ujaran kebencian berbasis SARA ini;
  2. DPR dan Pemerintah Indonesia untuk menyegerakan perbaikan UU ITE dengan fokus pada revisi total pasal-pasal bermasalah yang kerap disalahgunakan;
  3. HAM dan LPSK segera menyatakan sikap dan memberi perlindungan pada pembela HAM yang diancam dengan hukum represif;
  4. Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum agar tetap pada komitmen untuk menjaga demokrasi di Indonesia dengan mengimplementasikan hukum dan kebijakan yang sudah dibuat untuk kepentingan masyarakat dan bukan untuk pemberangusan.

16 Agustus 2021

Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Pemidanaan LBH Padang
Narahubung:
Mohammad Isnur – YLBHI
Damar Juniarto – SAFEnet

Koalisi Masyarakat Sipil  terdiri dari:

1. Aksi Kamisan Padang
2. Aksi Kamisan Payakumbuh
3. Amnesty International Indonesia
4. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia
5. Aspem Sumbar
6. BEM UBH
7. Daulat institute
8. Greenpeace Indonesia
9. Indonesia Corruption Watch (ICW)
10. Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi (KPJKB) Makassar
11. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
12. Lada Damar Lampung
13. LAMPK UNAND
14. LBH Ansor
15. LBH Bali
16. LBH Banda Aceh
17. LBH Bandar Lampung
18. LBH Bandung
19. LBH Jakarta
20. LBH Makassar
21. LBH Palangka Raya
22. LBH Palembang
23. LBH Papua
24. LBH Pekanbaru
25. LBH Manado
26. LBH Medan
27. LBH Samarinda
28. LBH Semarang
29. LBH Surabaya
30. LBH Yogyakarta
31. LBH Pers
32. LBH Pers Padang
33. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
34. Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M) Padang
35. Lembaga Pambangkik Batang Tarandam  (PBT) Sumbar
36. LPM Suara Kampus UIN Imam Bonjol
37. LSM P2H2P
38. Manacespace
39. Paguyuban Korban UU ITE (PAKU ITE)
40. PBHI Sumbar
41. Pelita Padang
42. Sekolah Gender Sumbar
43. Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK)
44. Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet)
45. UKM PHP UNAND
46. WALHI Sumbar
47. WCC Palembang, Sumatra Selatan
48. WCC Nurani Perempuan
49. Yayasan Citra Mandiri Mentawai
50. Yayasan Perlindungan Insani Indonesia (YPII)
51. Yayasan PUPA Bengkulu
52. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
53. LBH Masyarakat