Peristiwa 1965-1966: Pelanggaran HAM Berat Yang Dibiarkan Negara Terus Berlangsung

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melihat tidak ada kemajuan berarti dari Pemerintah dalam tanggung jawab serta janji untuk menuntaskan pelanggaran HAM berat Peristiwa 1965-1966. Padahal peristiwa ini adalah satu momen sejarah yang menjadi beban besar dan terus berdampak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sampai hari ini. Dampak buruk yang terus diderita para penyintas, keluarga korban bahkan warga negara secara umum terus berlangsung sebab tak ada proses penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) oleh Pemerintah.

Peristiwa 1965-1966 telah dinyatakan sebagai peristiwa pelanggaran HAM berat oleh penyelidikan pro-justisia Komnas HAM di 2012. Selain itu beberapa lembaga negara  juga telah merekomendasikan Presiden untuk menyembuhkan luka pahit yang dialami korban Peristiwa 1965-1966, seperti:

  1. Surat Mahkamah Agung RI No. KMA/403/VI/2003 tanggal 12 Juni 2003, yang  pada pokoknya meminta agar Presiden mengambil langkah-langkah konkrit ke arah penyelesaian hukum dan pemberian rehabilitasi umum bagi para korban rezim Orde Baru, khususnya para korban Peristiwa 65
  2. Surat DPR-RI No. KS.0213947/DPR-RI/2003 tanggal 25 Juli 2003 yang pada intinya meminta Presiden memberikan perhatian dan penyelesaian sebagaimana mestinya atas tuntutan rehabilitasi bagi para korban Peristiwa 65, sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Peristiwa 1965-196 sesuai dengan hasil laporan Komnas HAM merupakan tragedi yang bukan hanya menjadi catatan kelam sejarah di Indonesia tapi juga peradaban dunia. Menyusul penculikan dan pembunuhan para jenderal pada 1 Oktober 1965 dini hari, hingga setidaknya pertengahan 1966, berlangsung serangkaian kejahatan serius yang menjadi keprihatinan umat manusia (menghancurkan norma-norma jus cogens yang berlaku secara global) meliputi penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang, penghilangan paksa mendahului pembunuhan massal lebih dari setengah juta orang (menurut kesepakatan para ahli sejarah sejauh ini) dan disertai penyiksaan, pemerkosaan, pengasingan, serta penahanan ke berbagai lokasi kerja paksa.

Presiden Joko Widodo dalam proses Pemilihan Presiden di tahun 2014 dan 2019 secara khusus menyebutkan akan menuntaskan berbagai pelanggaran HAM berat di Indonesia termasuk Peristiwa 1965-1966. Namun hingga hari ini tidak ada upaya berarti yang dilakukan. Negara bahkan justru mengabaikan berbagai bentuk stigmatisasi, diskriminasi dan persekusi yang dilakukan terhadap penyintas dan keluarga korban. Publik juga turut menjadi korban dari penyebaran disinformasi seputar apa yang terjadi di 1 Oktober 1965 dini hari. Berbagai narasi keliru yang telah ditinjau ulang serta direvisi oleh sejumlah riset akademis tetap beredar. Hak para korban dilanggar berkali-kali dan terus berulang hingga hari ini.

Berdasarkan hal di atas, kami mendesak:

  1. Presiden melaksanakan tanggung jawab dan janji penuntasan pelanggaran HAM berat di Indonesia termasuk Peristiwa 1965-1966.
  2. Pemerintah melaksanakan pemenuhan hak korban, penyintas dan keluarga korban serta publik atas keadilan, kebenaran, pemulihan dan jaminan ketidakberulangan peristiwa.
  3. Pemerintah memberi pengarahan pada Kementerian/Lembaga terkait untuk menghentikan propaganda Orde Baru seputar Peristiwa 1965/1966 yang mengarah pada disinformasi dan berpotensi menghadirkan diskriminasi pada penyintas serta keluarga korban Peristiwa 1965/1996.

Jakarta, 1 Oktober 2021

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan