Suhakam Malaysia Menyimpulkan Hilangnya WNI Ruth Sitepu adalah Kejahatan Penghilangan Paksa Dengan Persetujuan Polisi Kerajaan Malaysia

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menerima keputusan akhir Suruhan Jaya Hak Asasi Manusia (SUHAKAM) Malaysia atas hasil akhir penyelidikan terbuka (public inquiry) terhadap kasus hilangnya warga negara Indonesia (WNI) Ruth Rudangta Sitepu dan suaminya warga negara Malaysia Joshua Hilmy. SUHAKAM menyimpulkan bahwa kasus hilangnya pasangan tersebut adalah praktik penghilangan paksa yang dilakukan oleh orang yang tidak diketahui (unknown) dengan persetujuan Polisi Kerajaan Malaysia sebagai agen Negara, sesuai yang tercantum pada pasal dua Konvensi Anti-Penghilangan paksa (the International Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearance). Laporan akhir tersebut dibacakan oleh Ketua Komisioner Suhakam Dato’ Seri Mohd Hishamudin bin Md Yunus pada Jumat, 15 April 2022 lalu di hadapan panel, pengawas persidangan (observers), dan publik.

Laporan akhir ini adalah hasil dari penyelidikan terbuka SUHAKAM yang digelar selama 1,5 tahun, yakni sejak Februari 2020 hingga Desember 2021 dengan tujuan untuk menentukan apakah peristiwa hilangnya Ruth Sitepu dan suaminya termasuk dalam praktik penghilangan orang secara paksa oleh aktor/agen negara atau bukan berdasarkan Konvensi Anti Penghilangan Paksa. Diketahui bahwa sejak menikah pada 2007, Ruth memutuskan tinggal di Malaysia dan membantu suaminya bekerja sebagai Pendeta (pastur di Malaysia). Setelah berkali-kali menerima ancaman karena aktivitas keagamaan mereka, Ruth dan suaminya menghilang sejak November 2016 hingga sekarang.  

Pada Januari 2022 lalu, KontraS telah memberikan masukan dan rekomendasi sebagai observer selama proses public inquiry. Dalam submisi tersebut, KontraS menyebut bahwa ada pola yang terlihat jelas antara penghilangan paksa Ruth Sitepu dan suaminya dengan kasus penghilangan paksa Amri Che Mat (ulama Syiah) dan Raymond Koh (pastur Kristen) yang telah disimpulkan SUHAKAM sebelumnya pada 3 April 2019. Perbedaannya adalah soal adanya bukti berupa rekaman CCTV sehingga bisa dipastikan bahwa pelaku penghilangan paksa Amri dan Raymond adalah agen rahasia dari Kepolisian Diraja Malaysia. Dalam kesimpulan SUHAKAM, meski selama inquiry belum ditemukan bukti langsung yang menunjukkan siapa penculik Ruth, namun kurang responsifnya Polis Diraja Malaysia (PDRM) serta menutup-nutupi penyelidikan dianggap SUHAKAM sebagai penolakan PDRM untuk mengakui perampasan kebebasan Ruth, dan dengan demikian telah menempatkan Ruth dan suaminya di luar perlindungan hukum.

“Dengan keputusan SUHAKAM yang menyatakan bahwa Kakak kami Ruth Sitepu adalah korban penghilangan paksa ini, kami berharap ada upaya lebih dari Kerajaan Malaysia dan segenap aparat hukumnya untuk terus melakukan pencarian terhadap kakak kami yang hilang sejak 2016 tersebut,” ujar Rosmawati Ginting, adik ipar Ruth Sitepu.

Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Syahar Banu menyatakan kekecewaannya pada Kepolisian Diraja Malaysia yang tidak proaktif saat laporan kehilangan pertama kali dibuat, “Inkompetensi Polis Diraja Malaysia atas penanganannya pada kasus Ruth Sitepu ini selain jadi bahan masukan KontraS, juga jadi highlights dalam laporan Suhakam. Ada temuan bahwa PDRM tidak menangani secara serius laporan penghilangan paksa ini sehingga Suhakam merekomendasikan agar PDRM meningkatkan SDM dan teknologi terutama dalam kasus-kasus yang diduga berkaitan dengan kejahatan pelanggaran HAM.”

Selain perlunya peningkatan SDM dan teknologi dalam proses pencarian orang yang dihilangkan paksa, KontraS juga menyoroti soal kurangnya perlindungan saksi selama proses public inquiry. Absennya perlindungan saksi ini menjadi kendala saat beberapa saksi ragu-ragu bahkan tidak mau bersaksi karena takut akan keselamatan dirinya. Terutama karena lembaga perlindungan saksi dan korban yang ada justru berada di bawah lembaga kepolisian yang selama proses public inquiry menjadi salah satu terduga yang terlibat dalam hilangnya Ruth dan Joshua Hilmy.

Dengan keputusan SUHAKAM tersebut, KontraS selaku kuasa hukum keluarga Ruth Sitepu di Indonesia meminta kepada:

  1. PDRM agar segera meningkatkan keseriusan investigasi hilangnya Ruth Sitepu, serta membuka dokumen-dokumen terkait kasus ini kepada Suhakam dan lembaga Negara lainnya;
  2. Pemerintah Indonesia mendorong Pemerintah Malaysia agar serius dalam menangani dan menginvestigasi hilangnya Ruth Sitepu;
  3. Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia untuk segera meratifikasi Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Tindakan Penghilangan Paksa.

Laporan lengkap hasil inquiry public atas kasus penghilangan paksa Ruth Sitepu dan Joshua Hilmy bisa dibaca di sini.

 

Jakarta, 18 April 2022
Badan Pekerja KontraS

 

Rivanlee Anandar
Wakil Koordinator Bidang Eksternal

CP: 0812-8585-7871