Hasil Seleksi Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM 2022: Mahkamah Agung Harus Persiapkan Hakim Pengadilan HAM Dengan Maksimal

Menyikapi pengumuman Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM 2022 yang memutuskan delapan nama terpilih, KontraS melihat adanya kejanggalan yang berpotensi membuat jalannya Pengadilan HAM untuk Peristiwa Paniai 2014 tidak berjalan dengan optimal. Pengamatan ini didasari dengan kenyataan bahwa ada penundaan waktu pengumuman yang semula dinyatakan akan disampaikan pada Jumat (22/7) menjadi Senin (25/7). Pandangan ini juga didukung dengan adanya perbedaan pengumuman jumlah peserta yang dinyatakan lulus seleksi di tiap tingkatan pengadilan yakni untuk tingkat pertama dan banding. Masing-masing tingkat diisi oleh empat nama hakim, padahal semula Ketua Panitia Seleksi sekaligus Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Dr. Andi Samsan Nganro, S.H., M.H. menyatakan dalam keterangannya kepada media bahwa akan ada 12 hakim yang direkrut.

Jika memang Panitia Seleksi berargumen bahwa pendeknya waktu menuju Pengadilan HAM untuk Peristiwa Paniai 2014 di tingkat pertama, kami berpendapat bahwa seharusnya maksimal empat saja nama hakim yang dinyatakan lulus untuk bertugas di tingkat pertama, meski hanya ada dua nama yang memenuhi kualifikasi berkaca pada hasil pemantauan langsung kami di proses wawancara. Kualifikasi yang kami maksud adalah mengenai pengetahuan para peserta seleksi mengenai unsur pelanggaran HAM berat dan konsep rantai komando serta pemahaman mereka mengenai hukum acara Pengadilan HAM. Kami juga memantau dan memeriksa rekam jejak sejumlah Calon Hakim yang berpotensi melanggar konflik kepentingan. Sejumlah hakim merupakan purnawirawan dan atau memiliki rekam jejak aktivitas yang erat dengan TNI, latar belakang yang juga dimiliki oleh IS, terdakwa tunggal di Pengadilan HAM untuk Peristiwa Paniai 2014. Untuk kemungkinan dibutuhkannya Hakim Ad Hoc untuk tingkat banding di Pengadilan HAM untuk Peristiwa Paniai 2014 atau Pengadilan HAM untuk pelanggaran HAM berat lainnya. Mahkamah Agung semestinya bisa menggunakan mekanisme seleksi berikutnya di waktu yang berbeda.

Pasal 27 ayat 2 UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM yang mengatur jumlah Hakim Ad Hoc sebagai Majelis Hakim Pengadilan HAM menunjukkan pentingnya peranan Hakim Ad Hoc dalam penegakan keadilan dan hak para korban pelanggaran HAM berat. Sehingga menjadi penting bagi Mahkamah Agung termasuk Panitia Seleksi Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM untuk hanya memilih para calon yang memenuhi kualifikasi terlepas ada jumlah minimal yang diatur dalam Pasal 28 UU 26/2000.

Masa jabatan Hakim Ad Hoc yang dimungkinkan mencapai 10 tahun sebagaimana Pasal 28 ayat 3 UU 26/2000 membuat pentingnya memilih Hakim Ad Hoc yang berkualitas semakin diperlukan. Karena ada potensi bahwa tak hanya Pengadilan HAM atas Pelanggaran HAM Berat di Peristiwa Paniai, para hakim terpilih juga akan bertugas terhadap Pelanggaran HAM Berat lainnya yang akan diajukan oleh Kejaksaan Agung. Kebutuhan akan Hakim Ad Hoc yang berkualitas dengan jumlah minimal 12 orang bisa dipenuhi dengan cara seleksi lanjutan dengan memperhatikan waktu yang tak hanya berpaku pada akan adanya Pengadilan HAM dalam waktu dekat. Situasi yang dihadapi MA dan Panitia Seleksi kali ini menunjukkan ketergesaan sehingga proses pencarian Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM tidak berjalan secara maksimal. Kondisi ini juga buah dari lambatnya respons Mahkamah Agung yang tidak segera menindaklanjuti pengumuman tindak penyidikan Peristiwa Paniai 2014 yang sudah diumumkan oleh Kejaksaan Agung sejak Desember 2021. Pengumuman rekrutmen Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM baru dilansir oleh Mahkamah Agung pada 20 Juni 2022.

Oleh karena itu, KontraS berpandangan:

  1. Persiapan ekstra keras harus diselenggarakan oleh Mahkamah Agung dan wajib dilalui oleh para peserta seleksi terpilih hingga siap menghelat Pengadilan HAM untuk Peristiwa Paniai 2014.
  2. Menyelenggarakan mekanisme lanjutan untuk menyeleksi dan memilih setidaknya empat nama dalam kuota minimal Hakim Ad Hoc Pengadilan HAM dan bisa bertugas di tingkat banding untuk Pengadilan HAM untuk Peristiwa Paniai jika dibutuhkan.

 

Jakarta, 25 Juli 2022
Badan Pekerja KontraS



Fatia Maulidiyanti
Koordinator