Usut Tuntas Peristiwa Kekerasan Oleh Prajurit TNI di Salatiga Melalui Mekanisme Peradilan Umum

Nomor :
Perihal : Surat Terbuka
Lampiran : –

 

Yang Terhormat,
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI)
Jenderal Muhammad Andika Perkasa

di Tempat

 

Dengan Hormat,

Melalui surat ini, kami Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyesalkan dugaan kekerasan yang mengakibatkan mati seorang warga sipil atas nama Argo Wahyu Pamungkas, serta keempat orang lainnya atas nama Arif Fahrurrozi, Ari Suryo Saputro, Yahya, dan Ali Akbar (untuk selanjutnya disebut para korban) yang mengalami luka serius oleh 13 (tiga belas) prajurit Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) di Markas Batalyon Infanteri (Yonif) Mekanis Raider 411 Pandawa.

Adapun informasi yang kami dapatkan terkait peristiwa tersebut sebagai berikut:

  1. Bahwa peristiwa tersebut bermula ketika para korban hendak berangkat kerja untuk memasang baliho di Salatiga menggunakan mobil pick up pada tanggal 1 September 2022. Dalam perjalanan menuju lokasi, mobil pick up yang ditumpangi para korban melewati kawasan pasar blauran dengan situasi yang sangat ramai sehingga terjadi gesekan kaca spion antara mobil dengan sepeda motor anggota TNI;

  2. Selanjutnya, sepeda motor yang diduga dikendarai oleh seorang prajurit TNI menyalip dari sebelah kiri mobil. Pada saat posisi sepeda motor dan mobil pick up telah sejajar, prajurit TNI tersebut diduga memukul salah satu penumpang mobil pick up atas nama Ali Akbar dan menyalip mobil tersebut untuk menghentikan laju jalannya mobil;

  3. Kemudian, korban turun dari mobil dan terjadi perkelahian antara prajurit TNI dengan korban. Namun, tidak lama
    berselang, warga di sekitar lokasi datang menghampiri untuk menghentikan perkelahian tersebut. Sesaat setelahnya, baik para korban maupun prajurit TNI kembali melanjutkan perjalanan;

  4. Bahwa setibanya di lokasi kerja, para korban dihampiri oleh sejumlah prajurit TNI dan terjadi tindak kekerasan terhadap para korban;

  5. Kemudian para korban diangkut secara paksa menuju Asrama Yonif 411 Kostrad Salatiga. Di sana, para korban diduga dianiaya menggunakan selang, dipukul, hingga ditendang menggunakan sepatu PDL TNI. Diduga Kekerasan ini dilakukan sampai pada malam hari;

  6. Pasca peristiwa kekerasan tersebut, seluruh korban dilarikan ke Rumah Sakit Tentara Salatiga menggunakan mobil ambulance, salah satu korban atas nama Argo Wahyu Pamungkas (32) meninggal dunia, dan keempat korban lainnya mengalami luka serius. Adapun luka-luka yang dialami oleh Alm. Argo Saputra berupa lebam di wajah, dan memar biru di bagian perut sebelah kanan. Telinga Ali Akbar dijahit sebab luka sobek. Yahya dan Arif Fahrurrozi mengalami lebam di bagian wajah;

  7. Melalui peristiwa tersebut, diketahui 13 (tiga belas) terduga pelaku tindakan kekerasan hingga matinya seseorang, tengah ditempuh proses hukum melalui mekanisme peradilan militer dan ditahan di Detasemen Polisi Militer Salatiga dengan status tersangka.

Bahwa berdasarkan uraian dan kronologis di atas, maka dengan ini KontraS berpendapat sebagai berikut:

  • Bahwa Pasal 353 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyatakan “Penganiayaan yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya ia dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun”. Unsur perencanaan dalam kasus ini tampak ketika para terduga pelaku merencanakan tindak kekerasan, dengan melibatkan sejumlah prajurit TNI dan    membawa paksa para korban ke Asrama Yonif 411 Kostrad Salatiga. Akibat dari tindak kekerasan tersebut, para korban mengalami luka serius dan matinya seseorang. Tetapi dalam penggunaan Pasal Pidana tidak menutup kemungkinan juga untuk dapat menggunakan Pasal 338 KUHP mengenai pembunuhan dengan ancaman pidana penjara 15 tahun penjara, apabila terdapat kesengajaan dalam merampas nyawa korban;

  • Bahwa Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 6 Kovenan tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) pada intinya menyatakan hak untuk hidup merupakan hak yang harus dilindungi dan tidak bisa dikurangi dalam situasi atau kondisi apapun. Namun demikian, ketentuan ini dilanggar dengan terjadinya peristiwa tindak kekerasan yang mengakibatkan meninggalnya seseorang. Hal ini merupakan pelanggaran yang fundamental terhadap hak asasi manusia;

  • Bahwa Pasal 3 huruf a TAP MPR  Nomor VII Tahun 2000 dan Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI pada intinya menegaskan bahwa prajurit TNI harus tunduk pada kekuasaan peradilan umum apabila terjadi pelanggaran hukum pidana. Oleh karenanya, sudah seharusnya pada peristiwa kekerasan ini, para terduga pelaku kekerasan harus diproses dan diadili melalui mekanisme peradilan umum bukan peradilan militer;

  • Bahwa Kasus kekerasan yang melibatkan prajurit TNI bukan hanya kali ini saja terjadi. Berdasarkan data pemantauan yang telah kami lakukan, tercatat kasus kekerasan yang dilakukan oleh prajurit TNI dalam periode bulan Januari hingga Agustus tahun 2022 berjumlah 40 (empat puluh) kasus.

Didasari pada uraian kami di atas, bahwa telah jelas adanya dugaan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia, khususnya berkaitan dengan hak atas hidup. Atas peristiwa kekerasan dan pelanggaran hukum yang telah terjadi, kami mendorong kasus ini dapat diungkap secara tuntas. Pengungkapan peristiwa tersebut, sedapat mungkin melibatkan lembaga pengawas negara. Seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) guna menjamin independensi dalam pengungkapan fakta.

Selain itu, kami juga mendesak para terduga pelaku dapat diproses dan diadili melalui mekanisme peradilan umum. mengingat Pasal 3 huruf a TAP MPR Nomor VII Tahun 2000 dan Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI mengharuskan para prajurit diadili di peradilan umum apabila melakukan pelanggaran hukum pidana.

Demikian surat ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya, kami mengucapkan terima kasih.

Jakarta, 30 September 2022

 

Fatia Maulidiyanti, S.IP
Koordinator

 

Narahubung: 0895-7010-27221