Uji Kepatutan dan Kelayakan Panglima Baru Harus Diselenggarakan Secara Terbuka!

Pada Jum’at, 2 Desember 2022, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) khususnya Komisi I akan menyelenggarakan Uji Kepatutan dan Kelayakan terhadap Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) pilihan Presiden Joko Widodo yakni Laksamana Yudo Margono. Proses yang akan dijalankan disinyalir akan tertutup seperti halnya pada proses uji kepatutan dan kelayakan Jenderal Andika Perkasa pada tahun 2021 lalu.[1] Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti secara tajam langkah yang diambil tersebut. Sebab proses yang diselenggarakan secara tertutup berpotensi hanya menjadi uji kepatutan dan kelayakan yang sifatnya formalitas serta jauh dari prinsip good governance.

Kami melihat bahwa terdapat urgensi untuk menjadikan proses uji kepatutan dan kelayakan berlangsung secara terbuka, sebab publik berhak tau permasalahan yang ada pada tubuh institusi TNI. Selain itu, banyak masyarakat yang menunggu visi-misi dan program kerja Panglima baru dalam menuntaskan warisan problematika yang ada di masa jabatan yang sangat singkat. Sebagaimana diketahui, Laksamana Yudo Margono hanya akan menjabat satu tahun sehubungan usianya saat ini yakni 57 tahun – dan masa jabatan pensiun perwira aktif berdasarkan UU TNI adalah 58 tahun.

Keterbukaan proses uji kepatutan dan kelayakan juga merupakan bentuk pertanggungjawaban DPR kepada publik terkait dengan fungsi pengawasan terhadap pemerintah dan mitra kerjanya. Dari proses yang terbuka pun masyarakat sipil dapat mengetahui berbagai masalah utama yang menjadi sorotan utama dari DPR RI selaku lembaga pengawas. Selama ini, rapat-rapat kerja, utamanya dengan Panglima TNI pun hampir pasti dilangsungkan tertutup. Padahal terdapat berbagai kinerja institusi TNI yang harus dijelaskan secara akuntabel kepada masyarakat luas.

Kami menilai idealnya proses uji kepatutan dan kelayakan ini dilangsungkan secara transparan dan berbasis pada akuntabilitas khususnya jika membahas isu yang berkenaan dengan kepentingan publik. Institusi TNI selama ini masih terjebak pada masalah klasik seperti halnya profesionalisme, kultur kekerasan prajurit, dan belum dilaksanakannya reformasi peradilan militer. Belum lagi permasalahan konflik di Papua yang masih terus berlanjut. Sehingga butuh formulasi inovatif, ketimbang melanjutkan pendekatan militeristik yang sampai hari ini terbukti tak menyelesaikan persoalan.

“Proses-proses yang tidak transparan hanya akan menghasilkan hasil yang buruk. Masyarakat juga menunggu kinerja anggota DPR dalam memberikan pertanyaan tajam dan menyasar masalah institusi TNI saat proses uji kepatutan dan kelayakan.” Ujar Fatia Maulidiyanti, Koordinator KontraS.

Rivanlee Anandar selaku Wakil Koordinator KontraS menambahkan, “Lembaga negara seperti DPR seharusnya dapat membuka akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengawasi jalannya uji kepatutan dan kelayakan. Jangan sampai proses krusial ini hanya menjadi ajang formalitas belaka sama seperti tahun sebelumnya. Hal ini hanya akan mempertegas bahwa DPR hanya sebagai ‘tukang stempel’ keputusan pemerintah.”

Jakarta, 1 Desember 2022
Badan Pekerja KontraS

 

 

Fatia Maulidiyanti
Koordinator

[1] Lihat https://katadata.co.id/ira/berita/63889884bcf50/dpr-prioritaskan-5-isu-dalam-uji-kepatutan-calon-panglima-tni