Sidang Pemeriksaan Ahli dalam Kasus Kriminalisasi Fatia dan Haris: Ahli Bahasa yang dihadirkan JPU Inkompeten dan Ahli ITE Terangkan Bahwa Fatia-Haris Tak Bisa Dikenakan UU ITE

Jakarta, 10 Juli 2023 – Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan agenda pemeriksaan ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pada proses sidang kali ini, JPU menghadirkan 2 orang ahli yakni Dr. Ronny dari Universitas Hayam Wuruk sebagai Ahli UU ITE dan Asisda Wahyu dari Universitas Negeri Jakarta sebagai Ahli Bahasa. Kedua Ahli ini pun sebetulnya sudah dihadirkan sebelumnya pada tahap penyidikan.

Sebelumnya para saksi kunci yang berperan besar dalam terbukanya fakta-fakta di persidangan pada kasus ini telah memberikan keterangan seperti Heidi Melissa (direktur pada PT Toba Sejahtera yang sebelumnya head of legal), Paulus Prananto (Direktur PT Tobacom Del Mandiri dari 2013 – 2018), dan Agus Dwi Prasetyo (Produser Youtube Haris Azhar).

Dalam keterangannya, Ahli Bahasa, Asisda Wahyu menyampaikan perbedaan antara kritik, saran, penghinaan, pencemaran nama baik, dan fitnah. Kami sedari awal menyoroti berbagai pertanyaan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum. Sebab, ragam pertanyaan ditujukan justru untuk menggali fakta, bukan keahlian/keilmuan dari ahli terhadap kasus ini. Kami menilai jaksa tidak mengerti perbedaan antara saksi fakta dan ahli karena menanyakan dan mengkonfirmasi fakta-fakta pada Ahli Bahasa.

Selain itu, Ahli menyebutkan bahwa kata ‘Lord’ merupakan suatu pencemaran nama baik. Begitupun dengan kata ‘penjahat’, Ahli menganggap bahwa hal tersebut merupakan bercandaan yang berlebihan dan tidak seharusnya disampaikan. Keterangan ini tentu saja problematik, sebab Ahli menilai suatu hal yang tendensius dan bukan pada kapasitasnya sebagai ahli linguistik.

Kami juga mengecam sikap jaksa yang membuat analogi-analogi yang tidak kontekstual dengan kasus ini. Selain itu, Jaksa juga menggiring ahli untuk menyatakan bahwa pernyataan Fatia dan Haris merupakan berita bohong dan fitnah. Hal ini kami anggap sebagai ketidakcermatan Jaksa, bahkan kegagapan dalam memahami kedudukannya sebagai penuntut umum.

Kami meragukan kapasitas saksi linguistik, Asisda Wahyu karena belum memiliki publikasi ilmiah mengenai analisis menafsirkan suatu pembicaraan. Hal tersebut dipertegas dengan Ahli Asisda yang juga tidak menyiapkan tulisan sebelum memberikan keterangan ahli di persidangan dan pada proses penyidikan. Lebih jauh, kami menilai bahwa Ahli tidak cukup kompeten dihadirkan di persidangan untuk memberikan keahlian dalam bidang linguistik. Sebab banyak pertanyaan dari kami yang tidak bisa dijawab secara klir oleh Ahli. Sebagai contoh, ketika memberikan keterangan, sebagai ahli tidak dapat menjelaskan secara komprehensif yang disertai dengan teori dan rujukan ilmiah.

Dalam keterangannya, Ahli Asisda menyampaikan bahwa ada pergeseran makna yang disampaikan oleh Fatia dan Haris pada podcast yang berlainan dengan isi kajian cepat. Sayangnya, ketika dikonfrontasi bagian mana yang bergeser, ahli tidak dapat menjelaskan secara tegas. Selain itu, dalam BAP, Ahli Asisda menyatakan bahwa terdapat kerugian yang dialami oleh Luhut Binsar Panjaitan akibat video podcast. Akan tetapi, ketika ditanya bukti kerugiannya, ahli tak dapat menjawab. Kami menganggap keterangan ahli Asida jelas mengada-ngada. Belum lagi ketika ditanya beberapa kata yang harus dijawab secara definitif, penjelasan ahli bahkan tidak bersesuaian dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Sementara itu, Ahli kedua yakni Dr. Ronny dihadirkan dalam kapasitasnya sebagai ahli pemanfaatan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dalam keterangannya, Ahli menyampaikan beberapa keterangan seperti Pasal 27 ayat (3) UU ITE, SKB Pedoman Implementasi UU ITE, delik pencemaran nama baik dan fitnah dalam UU ITE.

Dalam kesaksian Ahli Ronny, secara tegas menyebutkan bahwa tidak merupakan tindakan pencemaran baik, perbuatan penilaian, pendapat, dan evaluasi terhadap sesuatu berdasarkan SKB Pasal 27 ayat (3) huruf c. Selain itu, pasal ini juga tidak berlaku jika pelapor merupakan pejabat publik. Adapun berdasarkan putusan MK No. 50/PUU-VI/2008 pun ditegaskan bahwa Pasal 27 ayat (3) dikecualikan jika berkaitan dengan kepentingan umum.

Saksi ahli Ronny juga menerangkan berdasarkan pemahamannya, podcast dalam youtube Haris Azhar tidak bisa dilepaskan dari muatan substansi yang terdapat pada Kajian Cepat yang dibuat oleh 9 organisasi masyarakat sipil. Maka, semua pihak harus meneliti secara utuh isi kajian, karena podcast sesuai dengan isi kajian. Selain itu, ahli menyampaikan bahwa Fatia dan Haris jika memiliki bukti keterlibatan Luhut di pertambangan di Papua, maka tidak bisa dijerat dengan UU ITE. Hal penting lainnya, Ahli Ronny menyampaikan bahwa hal yang disampaikan Fatia dan Haris yang mana berdasarkan kajian cepat merupakan bagian dari kepentingan publik/umum, sehingga tidak bisa dipidana.

Dalam keterangannya, ahli menjelaskan bahwa UU ITE secara historis diperuntukan untuk mengatur transaksi bisnis di internet dan menindak pembobolan data. Ahli menyatakan tidak mengetahui alasan dibalik munculnya pasal pencemaran nama baik. Adapun saksi menambahkan latar belakang dikeluarkannya SKB yakni penerapan ketentuan pidana yang berbeda-beda antara satu kasus dengan kasus lainnya.

Narahubung:

Asfinawati (Tim Advokasi untuk Demokrasi)
Nurkholis Hidayat (Tim Advokasi untuk Demokrasi)
Muhammad Isnur (Tim Advokasi untuk Demokrasi)
Andi Muhammad Rezaldy (Tim Advokasi untuk Demokrasi)