Enam Prajurit TNI Harus Diadili Atas Tindakan Penyiksaan Di Medan Sunggal, Sumatera Utara!

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Sumatera Utara (KontraS Sumut) mengecam keras tindakan penyiksaan yang dilakukan oleh enam prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari kesatuan Yonif 100 kota Medan, Sumatera Utara. Penangkapan dan penyiksaan terjadi kepada korban S (nama disamarkan) pada Kamis, 18 Mei 2023 di Jalan Studio City, Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Dari Hasil Penelusuran Lapangan Tim Investigasi KontraS Sumut, diketahui bahwa penyiksaan terhadap korban S terjadi akibat tuduhan sepihak dugaan pencurian sepeda motor dengan pemilik atas nama Rita. Alih-alih membuat laporan Polisi karena kehilangan motornya, Rita justru melaporkan dugaan kehilangan motornya kepada F yang merupakan anak angkatnya yang bertugas sebagai Anggota TNI. Atas laporan tersebut, F mengajak lima orang TNI lainnya untuk kemudian mendatangi rumah korban S. Para pelaku pada mulanya mengaku sebagai polisi dari Polda Sumatera Utara, hingga akhirnya dikonfirmasi bahwa keenamnya adalah TNI aktif yang bertugas pada Satuan Yonif 100/Rider Kodam Bukit Barisan, keenam pelaku adalah; Pratu F (Jabatan Taban SO Regu 3 Ton III Kipan A), Pratu RI (Jabatan Tabakpan 1 Pok 2 Ru 3 Ton I Kipan A), Pratu DS ( Jabatan Tabakpan 1 Pok 1 Ru 2 Ton I Kipan A), Prada RH (Jabatan Tabakpan 1 Pok 2 Ru 2 Ton III Kipan A), Prada IP (Jabatan Tamucuk 1 Ton Ban Kipan A), dan Prada AH (Jabatan Tabakpan 1 Pok 2 Ru 3 Ton II.

Penyiksaan bermula ketika keenam pelaku menarik serta menyeret korban S masuk ke dalam mobil, keenam TNI yang mengaku sebagai Polisi itupun ketika ditanya keluarga S soal surat tugas ataupun surat pemberitahuan penangkapan tidak mampu menunjukkannya. S tetap dipaksa untuk masuk kedalam mobil dan dipukuli terus menerus sepanjang perjalanan baik menggunakan tangan kosong, tendangan, ataupun dengan double stick. Korban dibawa ke perkebunan kelapa sawit di daerah Tandem, kemudian diikat lalu dipukuli kembali.

Selama penyiksaan tersebut terjadi, korban S dipaksa mengaku telah mencuri motor. Karena tidak kuat, S pun terpaksa mengakui perbuatan yang tidak pernah dilakukannya. Namun pengakuan tersebut justru kembali membuat S disiksa: dicekik, dipukul dengan double stick, dicambuk menggunakan karet ban, pukulan tangan kosong, dan tendangan secara bersama-sama hingga menimbulkan luka-luka di badan, muka, dan pendarahan pada telinganya. Selain itu, para pelaku juga mengambil paksa telepon genggam serta uang tunai sebesar Rp. 1.000.000- milik korban. S lalu dibawa ke Polsek Sunggal Baru dalam keadaan penuh luka dan babak belur. Namun, sesampainya di Polsek, S dipaksa untuk menganggap penyiksaan yang terjadi kepadanya hanya kesalahan semata.

Meski jelas melanggar hukum, sayangnya, penyiksaan telah menjadi siklus yang terjadi terus-menerus dan berulang-ulang oleh TNI. Dalam Laporan Penyiksaan KontraS Juni 2022 – Mei 2023, praktik penyiksaan terus terjadi akibat kultur kekerasan dan penyiksaan yang selalu dinormalisasi oleh prajurit TNI sehingga terlihat sebagai hal yang lumrah untuk dilakukan. Selain itu, faktor tidak adanya penegakan hukum yang adil dan minimnya pengawasan dari institusi yang berwenang membuat kultur kekerasan ini pun tidak pernah terputus.

Lebih lanjut, kami menilai bahwa kasus pencurian motor yang dituduhkan kepada korban S bukanlah kewenangan TNI untuk melakukan penangkapan. Peristiwa ini kembali memperlihatkan arogansi, kesewenangan, dan kultur kekerasan yang masih melekat di dalam institusi TNI. Peristiwa ini menjadi alarm pengingat bagi DPR dan Panglima TNI untuk segera kembali mengevaluasi dan melakukan pembenahan serta perbaikan pada institusi agar kasus keterlibatan TNI dalam ranah sipil tidak terulang kembali. Selain itu, enam TNI pelaku penyiksaan kepada S harus diadili melalui peradilan umum agar proses hukum dapat berjalan secara adil, objektif dan transparan.

Atas hal tersebut diatas, Kami mendesak agar:

Pertama, Panglima TNI tunduk pada UU TNI 2004 dan menyerahkan para pelaku TNI diadili melalui mekanisme peradilan umum dan melakukan evaluasi secara menyeluruh dalam institusinya tindakan serupa tidak terjadi lagi;

Kedua, Kapolda Sumatera Utara segera melakukan penyidikan terhadap para pelaku serta memberikan akses informasi kepada korban dan keluarga korban;

Ketiga, Komnas HAM melakukan investigasi lebih lanjut atas pelanggaran HAM yang terjadi;

Keempat, LPSK segera memberikan perlindungan kepada korban dan pemulihan terhadap korban dan keluarganya karena perbuatan penyiksaan tersebut telah secara nyata membuat korban mengalami berbagai luka fisik dan psikis, dari mulai ketakutan hingga terancam.

 

 

Jakarta, 10 Juli 2023

Badan Pekerja KontraS

 

Tioria Pretty, S.H

Wakil Koordinator Bid. Advokasi

 

Narahubung:

Tioria Pretty, KontraS
Rahmat KontraS SU
082137857743