Sidang Pemeriksaan Ahli Digital Forensik dalam Kasus Kriminalisasi Fatia dan Haris: Bukti Video Tak Ditampilkan di Persidangan dan Terungkap Fakta bahwa Bukti Video Diperoleh Sebelum Laporan Polisi Dilakukan

Jakarta, 24 Juli 2023 – Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan agenda pemeriksaan ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pada proses sidang kali ini, JPU menghadirkan dua orang ahli yakni Heri Budianto dan Trubus Rahadiansyah. Akan tetapi, berdasarkan keterangan Jaksa sampai pada hari H persidangan, Ahli Trubus tidak mengkonfirmasi kedatangannya. Heri Budianto merupakan ahli forensik di Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor)Mabes Polri. 

Pada sidang sebelumnya, JPU telah menghadirkan Ahli hukum pidana yakni Agus Surono yang menerangkan beberapa hal seperti unsur pasal demi kepentingan umum dalam Pasal 310 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pengertian bela paksa, Pasal 27 ayat (3) sebagai delik aduan absolut, definisi terhadap kritik dilihat dari penafsiran hukum, teori pertanggungjawaban pidana, kesengajaan, serta penyertaan tindak pidana. Adapun kami menilai keterangan yang disampaikan ngawur dan sangat berbahaya bagi kebebasan sipil. 

Sementara itu, dalam keterangannya, ahli Heri Budianto menyampaikan bahwa sebelumnya sudah dimintai keterangan pada tahap penyidikan di Polda Metro Jaya. Adapun beberapa keterangan yang disampaikan berkaitan dengan barang bukti video, telah melalui tahapan akuisisi dan analisa. Dalam keterangannya berdasarkan hasil pemeriksaan, video sama sekali tidak dipotong sebelum diunggah ke youtube. Ahli juga menyatakan bahwa dalam menganalisis barang bukti, Puslabfor melakukan dengan scientific, independen dan imparsial. 

Dalam proses pemeriksaan ahli kali ini, kami meminta barang bukti berupa flashdisk yang berisi video podcast “ADA LORD LUHUT DIBALIK RELASI EKONOMI-OPS MILITER INTAN JAYA‼️JENDERAL BIN JUGA ADA‼️▶️NgeHAMtam” ditampilkan di muka persidangan. Akan tetapi, Ahli tidak bersedia membuka file yang ada dalam barang bukti flashdisk dengan dalih tidak membawa peralatan untuk membuka video tersebut. Adapun peralatan yang dimaksud yakni Write Blocker. Dalam proses pembuktian, bukti autentik seharusnya dihadirkan agar hakim dapat melihat barang bukti tersebut. Jaksa pun tidak meminta agar alat penunjang tersebut dibawa oleh Ahli. Kami juga menyayangkan sikap majelis hakim yang tidak memaksa ahli untuk menghadirkan bukti dokumen digital yang asli. Dengan tidak ditampilkannya bukti autentik pada sidang kali ini, dapat dinyatakan bahwa tidak ada bukti digital yang cukup valid untuk menjerat Fatia dan Haris sehingga secara otomatis membuat keberlakuan Pasal UU ITE gugur. 

Dalam persidangan ini juga terungkap bahwa ada sesuatu hal yang janggal yakni berdasarkan analisis ahli terhadap barang bukti berupa video diunduh pada tanggal 29 agustus 2021. Sementara itu, laporan polisi yang dilakukan oleh pihak Luhut Binsar Panjaitan pada 22 September 2021. Artinya, video yang diunduh oleh penyidik dilakukan sebelum adanya laporan Kepolisian. Padahal dalam Pasal 3 Perkap No. 10 tahun 2009 mensyaratkan adanya laporan polisi terlebih dulu, baru dilakukan pemeriksaan. Hal ini menandakan adanya pelanggaran terhadap hukum acara, sebab proses yang terbukti di persidangan secara terang tidak mengikuti tata cara bagaimana bukti ITE tersebut diperoleh. 

Selain itu, Ahli juga menyampaikan telah melakukan transkrip pembicaraan pada podcast sebagai bagian dari kerja forensik. Akan tetapi, di saat yang sama ahli tidak dapat menunjukan perintah tertulis dari penyidik untuk melakukan transkrip tersebut. Hal ini semakin memperjelas bahwa begitu banyak hal-hal yang janggal dan terkesan dipaksakan sehingga kasus kriminalisasi terhadap Fatia dan Haris sudah sepatutnya tidak dapat dilanjutkan. 

Narahubung:

 

Muhammad Isnur (Tim Advokasi untuk Demokrasi)
Asfinawati (Tim Advokasi untuk Demokrasi)
Nurkholis Hidayat (Tim Advokasi untuk Demokrasi)