Sidang Pemeriksaan Ahli dalam Kasus Kriminalisasi Fatia dan Haris: Jaksa Kembali Gagal Menghadirkan Ahli dan Menjebak Fatia-Haris untuk Menjadi Saksi di Perkara Satu Sama Lain

Jakarta, 14 Agustus 2023 – Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan agenda pemeriksaan ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pada sidang kali ini, terdapat hal yang sangat mengecewakan yakni Jaksa lagi-lagi gagal menghadirkan ahli untuk dapat dihadirkan di persidangan. Jaksa justru semacam menjebak Fatia dan Haris dengan menyatakan bahwa agenda sidang kali ini adalah menghadirkan Fatia untuk memberikan kesaksian di sidang Haris, dan begitupun sebaliknya. 

Kami selaku kuasa hukum Fatia dan Haris menyatakan keberatan atas permintaan jaksa ini, sebab akan merugikan kepentingan hukum klien kami. Sejak awal, kami mempermasalahkan berkas perkara di splitsing oleh JPU, bahkan kami telah menuangkan seluruhnya di eksepsi atas dakwaan. Majelis hakim dan Jaksa seharusnya dapat tunduk pada asas non-self incrimination sebagaimana tercantum pada Pasal 14 angka 3 Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik yang telah Indonesia ratifikasi lewat UU No. 12 Tahun 2005. Asas ini memiliki makna yang harus dipahami bahwa seseorang diberi hak untuk tidak dipaksa memberikan kesaksian atau keterangan yang memberatkan dirinya sendiri dalam pemeriksaan di muka persidangan, termasuk hak untuk bebas dari paksaan mengaku bersalah.

Kami menilai sikap Jaksa untuk menghadirkan Fatia sebagai saksi pada sidang perkara Haris dan sebaliknya menunjukan bahwa JPU kekurangan bukti dan tidak cukup kompeten dalam membuktikan tindak pidana yang dilakukan oleh Fatia dan Haris. Jaksa menyatakan bahwa Fatia dan Haris menjadi saksi mahkota satu sama lain. Dalam prakteknya, saksi mahkota memang kerap digunakan dalam hal terjadi penyertaan (deelneming), dimana terdakwa yang satu dijadikan saksi terhadap terdakwa lainnya oleh karena alat bukti yang lain tidak ada atau sangat minim. Akan tetapi dalil saksi mahkota menjadi tidak relevan, sebab sejak awal proses pemeriksaan saksi dan ahli semuanya digabung. Kami mempertanyakan sikap Jaksa yang bertindak sewenang-wenang karena tiba-tiba meminta perkara dipisah kembali pemeriksaannya. 

Kami juga beranggapan bahwa perkara ini tidak memerlukan saksi mahkota. Fatia dan Haris pun bersedia diperiksa sebagai terdakwa di proses pemeriksaan terdakwa setelah proses pemeriksaan saksi dan ahli selesai dilakukan. Keberatan kami pun diterima oleh Majelis Hakim yang menyatakan tidak dapat memaksa saksi untuk menjadi saksi satu dengan lainnya.

Akan tetapi kami menyayangkan sikap salah satu majelis hakim yang meminta agar proses pemeriksaan terdakwa Fatia dan Haris digelar pada hari ini. Hakim mendasarkan bahwa berdasarkan Pasal 165 ayat (4) KUHAP, Hakim dan penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum dengan perantaraan hakim ketua sidang, dapat saling menghadapkan saksi untuk menguji kebenaran keterangan mereka masing-masing. Hal ini tentu saja problematik, sebab maksud dan tafsir dari Pasal 165 ayat (4) KUHAP bukanlah menyatakan bahwa terdakwa harus diperiksa terlebih dulu sebelum pemeriksaan saksi dan ahli. Secara umum di sidang peradilan pidana lainnya, diketahui bahwa pemeriksaan terdakwa seharusnya dilakukan paling akhir, sebab keterangan terdakwa tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang signifikan. 

Selain itu, pernyataan hakim yang mengatakan bahwa terdakwa diperiksa terlebih dahulu, agar keterangannya dapat dibuktikan lewat saksi dan ahli lainnya merupakan pernyataan keliru serta menunjukan ketidakpahaman terhadap pembuktian dalam peradilan pidana. Berdasarkan Pasal 189 ayat (3) KUHAP, disebutkan bahwa keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. Atas dasar tersebut, Majelis Hakim telah keliru jika mendahulukan pemeriksaan terdakwa terlebih dulu sebelum selesainya proses pemeriksaan saksi dan ahli. 

Kami juga mendesak agar proses pemeriksaan saksi dan ahli yang dihadirkan harus seimbang antara Jaksa dan penasehat hukum. Sejak awal, Majelis Hakim menyatakan bahwa proses peradilan kasus ini harus selesai selama 5 bulan. Kami khawatir berlarut-larutnya jatah Jaksa dalam pembuktian akan berimplikasi pada terbatasnya waktu kami dalam menghadirkan saksi dan ahli yang meringankan.

Narahubung:

 

Asfinawati (Tim Advokasi untuk Demokrasi)

Andi Muhammad Rezaldy(Tim Advokasi untuk Demokrasi)

Muhammad Al Ayyubi (Tim Advokasi untuk Demokrasi)