Satu Tahun Kasus Mutilasi 4 Warga Nduga: Pelaku Harus tetap Dihukum Berat dan Momentum untuk Menghentikan Kekerasan di Papua

Tepat setahun yang lalu yakni pada 22 Agustus 2022, terjadi kejadian memilukan yang kembali menamba luka serta mencederai rasa kemanusiaan masyarakat Papua. Kami Koalisi Masyarakat Sipil Penegakan Hukum dan HAM Untuk Papua menyoroti peristiwa pembunuhan di luar hukum (extrajudicial killing) disertai mutilasi. Hingga kini dalam kasus tersebut sebanyak 10 orang telah ditetapkan sebagai tersangka, enam diantaranya merupakan prajurit tentara aktif dari kesatuan Detasemen Markas (Denma) Brigade Infanteri 20/Ima Jaya Keramo Kostrad. Empat korban warga sipil yakni Arnold Lokbere (AL), Irian Nirigi (IN), Lemaniol Nirigi (LN), dan Atis Alias Jinis Tini (JT)  diketahui berasal dari Kabupaten Nduga, Papua. Mereka sempat dituduh sebagai bagian dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Selain itu para korban juga dituduh melakukan transaksi jual-beli senjata api dengan para pelaku. Belakangan, berdasarkan hasil investigasi KontraS bersama Koalisi Masyarakat Sipil Penegakan Hukum dan HAM Untuk Papua tuduhan-tuduhan tersebut minim bukti dan terindikasi tidak dapat dibenarkan dan dibuktikan secara jelas.

Dalam rentang waktu Januari – Juni 2023, Proses persidangan terhadap para Terdakwa Militer dan Terdakwa Sipil disidangkan masing-masing di Pengadilan Militer dan Pengadilan Negeri Kota Timika telah dilakukan. Dalam persidangan, Terdakwa Mayor Inf. Helmanto F Dakhi pada 24 Januari 2023 dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi Ill Surabaya berdasarkan Nomor 37- K/PMT.III/AD/Xll/2022 dan menghukum Terdakwa dengan vonis penjara seumur hidup. Namun putusan tersebut dibatalkan dalam tingkat banding sebagaimana dalam Putusan Nomor K/PMU/BDG/AD/II/2023 yang mengubah vonis penjara dari seumur hidup menjadi 15 tahun.

Dalam persidangan lain, yakni perkara nomor 404-K/PM.III-19/AD/XII/2022  dengan terdakwa Kapten Inf Dominggus Kainama, Pratu Amir Sese, Pratu Rizky Oktaf Muliawan, Pratu Robertus Putra Clinsman dan Praka Pargo Rumbouw diputus pada 15 Februari 2023. Majelis hakim menjatuhkan vonis kepada Pratu Amir Sese dan Pratu Rizky Oktaf Muliawan dengan pidana penjara seumur hidup. Sedangkan, Pratu Robertus Putra Clinsman pidana penjara 20 tahun dan Praka Pargo Rumbouw dijatuhkan pidana 15 tahun penjara.  Selain itu, para terdakwa juga dipecat dari kesatuannya di Tentara Nasional Indonesia.

Para Terdakwa militer juga dinyatakan secara tegas oleh majelis hakim bahwa terdapat hal-hal yang memberatkan yakni diantaranya adalah 1) Perbuatan terdakwa meresahkan dan memberikan trauma kepada korban dan masyarakat; 2) Melanggar Sapta Marga; 3) Merusak hubungan antara TNI dan masyarakat Papua; 4) Merusak citra TNI di masyarakat; dan  Perbuatan terdakwa sadis, tidak berperikemanusiaan dan melanggar HAM. 

Sedangkan Terdakwa Sipil diproses hukum pada tanggal 6 Juni 2023, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Timika yang memeriksa dan mengadili Perkara Nomor 07/Pid.B.2023/PN Tim atas nama Terdakwa Andre Pudjianto Lee alias Jack, Duls Umam dan Rafles Lakasa, dan Perkara Nomor 8/Pid.B/2023/PN. Tim atas nama Terdakwa Roy Marten Howay telah membacakan putusannya.  Keempat terdakwa yang merupakan warga sipil dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pembunuhan berencana secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan Primer Jaksa Penuntut Umum yakni Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP tentang bersama-sama melakukan pembunuhan berencana. Terdakwa Roy Marten Hoay, Andre Pudjianto Lee dan Dul Umam divonis pidana penjara seumur hidup. Selain itu, ketiga terdakwa juga terbukti melanggar Pasal 187 KUHP tentang barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran. Sedangkan Rafles divonis pidana penjara 18 tahun. 

Majelis hakim dalam pertimbangannya, secara tegas menyatakan bahwa perbuatan keempat terdakwa telah menghilangkan nyawa empat orang korban Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Atis Tini, dan Lemaniol Nirigi. Perbuatan Terdakwa juga amat meninggalkan luka yang mendalam bagi keluarga korban. Majelis hakim juga menyatakan perbuatan keempat terdakwa menimbulkan keresahan dan kegaduhan meluas di masyarakat, serta mengganggu stabilitas dan keamanan di Kota Timika, Papua.

Walaupun belum berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde), putusan ini bisa menjadi angin segar bagi perjuangan keluarga korban dan masyarakat Papua pada umumnya. Sebab, hukuman tergolong berat dan hakim berani untuk memutus perkara. Dalam putusannya, Majelis hakim juga memasukkan pertimbangan aspek kemanusiaan dan kesedihan mendalam yang dialami oleh keluarga para korban mengingat hingga saat ini sebagian tubuh para korban yakni kepala, tangan dan kaki belum ditemukan. 

Kami menilai kasus ini merupakan dampak dari cara negara menggunakan pendekatan keamanan yang militeristik. Pendekatan tersebut pada akhirnya tidak menyentuh akar masalah di Papua. Akibatnya, banyak korban dari kalangan sipil berjatuhan. Padahal jika mengacu pada kajian yang diterbitkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), setidaknya terdapat empat akar persoalan yakni kegagalan pembangunan, marjinalisasi dan diskriminasi orang asli Papua, pelanggaran HAM, serta sejarah dan status politik wilayah Papua.  

Koalisi akan terus melakukan pengawalan terhadap seluruh rangkaian proses hukum agar keluarga korban dan masyarakat Papua pada umumnya mendapatkan keadilan pada kasus pembunuhan dan mutilasi 4 warga sipil di Timika, Papua.  

Untuk itu, kami memberikan catatan dan dorongan:

  1. Memberikan catatan apresiasi dalam proses hukum sampai level banding yang berhasil memberikan hukuman maksimal baik kepada pelaku dari kalangan militer maupun pelaku dari kalangan sipil. Namun begitu, karena putusan belum bersifat final dan mengikat (final and binding), maka kami berharap agar proses hukum tetap memihak keadilan bagi para keluarga korban dan dapat tetap menjerat pelaku dengan hukuman maksimal;
  2. Memberikan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo untuk menghentikan pendekatan militeristik dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di Papua. Sebab pendekatan keamanan terbukti tidak berhasil dalam menyelesaikan masalah dan justru berakibat pada masifnya berbagai peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM terutama yang saat ini terjadi di Papua 
  3. Memberikan rekomendasi kepada Panglima TNI untuk segera memberhentikan secara tidak hormat kepada seluruh prajurit TNI yang diduga terlibat dalam peristiwa kekerasan dan Pelanggaran HAM serta dapat mendorong proses hukum yang lebih akuntabel dan transparan untuk menjamin ketidak berulangan siklus kekerasan dan mencegah impunitas

Jayapura, 21 Agustus 2023

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Penegakan Hukum dan HAM  Papua

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia (PAHAM) Papua, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, LBH Kaki Abu, Elsham Papua, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, TAPOL, Amnesty International Indonesia, Human Rights Monitor, SOS untuk Tanah Papua  Aliansi Demokrasi untuk Papua (ALDP), Bersatu Untuk Kebenaran di Tanah Papua bersama Kwita Papua