#SEPTEMBERHITAM: Omong Kosong Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Tanpa Penghukuman Bagi Pelaku

Rabu, 27 September 2023, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama dengan organisasi masyarakat sipil dan komunitas korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang terdiri dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), Imparsial, Human Rights Working Group, Setara Institute, Aksi Kamisan Ambon, Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965, IKAPRI (Ikatan Keluarga Korban Tanjung Priok) 1984, Paguyuban Keluarga Korban Talangsari Lampung, beserta keluarga korban Tragedi Kanjuruhan melangsungkan aksi simbolik di depan Gedung Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia. Tak hanya aksi simbolik, di momentum yang sama koalisi masyarakat sipil dan keluarga korban maupun penyintas juga mengirimkan surat desakan kepada Menko Polhukam, Mahfud MD, untuk melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Agung terkait penyelesaian kasus Pelanggaran HAM Berat sesuai mekanisme hukum serta mendorong lahirnya keputusan atau kebijakan politik yang akuntabel, transparan dan pro terhadap keadilan, pengungkapan kebenaran dan pemulihan bagi korban pelanggaran HAM berat dan kekerasan lainnya.

“Sejumlah peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu dan keberulangan peristiwa yang terjadi sepanjang bulan September senantiasa hadir dari masa ke masa menjadi momentum kita untuk merawat ingatan dan mendesak negara memenuhi tanggung jawabnya”, ujar Dimas Bagus, Koordinator KontraS saat membacakan Deklarasi #SeptemberHitam. Di penghujung pembacaan Deklarasi, Bedjo Untung yang merupakan penyintas Peristiwa 1965 juga menegaskan, “Melihat situasi ini, kami menuntut negara melalui para aparat penegak hukumnya untuk sebenar-benarnya menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia. Penyelesaian tidak hanya dilakukan dengan memberikan bantuan sosial bagi korban, seolah-olah korban adalah hanyalah warga miskin yang membutuhkan sokongan materi, tetapi juga melakukan penyelesaian tuntas terhadap kasus-kasus tersebut melalui mekanisme dan regulasi yang ada.”

Aksi simbolik ini juga mendapat solidaritas dan keikutsertaan dari keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang datang jauh-jauh dari Malang ke Jakarta untuk memperjuangkan keadilan, karena anggota keluarga yang mereka sayangi menjadi korban akibat brutalnya aparat keamanan saat menghadapi suporter bola yang mendukung tim bola favorit nya kala 1 Oktober 2022 lalu di Stadion Kanjuruhan, Malang. “Kami akan menuntut keadilan bahkan sampai ke Presiden, sebab kami tau hukum sampai saat ini tajamnya ke bawah tumpulnya ke atas. Untuk itu para institusi sebagai penegak hukum tolong dan bantu kami. Bukan hanya bagi kami korban tragedi Kanjuruhan tetapi tragedi-tragedi kemanusiaan yang lagi juga. Tolonglah diselesaikan, jika tidak kami akan tetap datang lagi sampai kami akan mendapatkan keadilan ini”, ujar Bapak Daniel selaku keluarga korban tragedi Kanjuruhan dalam aksi simbolik hari ini.

“Katanya negara Indonesia ini negara hukum, hukum di Indonesia ini harus ditegakan bukannya membuat pelanggar hukum ini tidak ditindak. Ibaratnya kita melaporkan pelanggar hukum ke penegak hukum itu kan seperti jeruk makan jeruk, artinya tidak ditindak”, ujar Bapak Hasan selaku keluarga korban tragedi Kanjuruhan. “Penegak hukum itu hanya memberi janji-janji, seperti kemarin di Komnas HAM katanya ini bukan pelanggaran HAM berat. Komnas HAM berkata ingin ke Malang untuk mencari fakta bahwa tragedi Kanjuruhan ini termasuk pelanggaran HAM berat atau tidak, namun ini semua hanya janji-janji. Begitu juga dengan Menteri Polhukam yang hanya janji-janji”, tambahnya.

Aksi simbolik ini diharapkan dapat memberikan dorongan politik dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia untuk segera melakukan koordinasi yang lebih efektif antarlembaga seperti Kejaksaan dan Komnas HAM lainnya, sehingga proses dari penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dan kekerasan lainnya dapat lebih cepat menemukan titik terang. Melalui deklarasi juga, turut mendesak Presiden segera menetapkan arahan untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat melalui jalur yudisial dengan menerbitkan sebuah Keputusan Presiden (Keppres) terkait dengan mekanisme penyelesaian kasus yang melibatkan Kejaksaan Agung dan Komnas HAM maupun untuk melakukan perbaikan institusi keamanan secara serius untuk mencegah terjadinya keberulangan peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM di masa mendatang.

Selengkapnya:

Klik disini untuk melihat “Surat Desakan Masyarakat Sipil dan Komunitas Korban”
Klik disini untuk melihat “Deklarasi”
Klik disini untuk melihat “Rilis September Hitam”