Sidang Pemeriksaan Saksi dan Ahli dalam Kasus Kriminalisasi Fatia dan Haris: Luhut Masuk ke Dalam Kategori PEP dan BO serta Bantahan Saksi terhadap Narasi Haris Azhar Meminta Saham

Jakarta, 2 Oktober 2023 – Sidang kasus kriminalisasi terhadap Fatia Maulidiyanti (Koordinator KontraS 2020-2023) dan Haris Azhar (Pendiri Lokataru) kembali dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan ahli yang meringankan (a de charge). Dalam sidang sebelumnya, kami telah menghadirkan Ahli Made Supriatma yang memberikan keterangan bahwa telah terjadi operasi militer di tanah Papua yang kuat kaitannya dengan bisnis pertambangan. 

Pada persidangan 2 Oktober 2023, kami menghadirkan satu orang saksi dan satu orang ahli. Adapun ahli merupakan Dr. Yunus Husein, S.H., L.LM. yang merupakan ahli di bidang hukum perusahaan, bisnis, keuangan dan tindak pidana korporasi dari Universitas Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai kepala PPATK. Secara khusus kami menghadirkan Ahli Yunus Husein untuk mempertegas adanya muatan Politically exposed person (PEP) dan Beneficiary Ownership (BO). 

Akan tetapi kami menyayangkan sikap Jaksa yang menyatakan bahwa kehadiran Ahli tidak ada sangkut pautnya dengan dakwaan. Hal ini tentu lagi-lagi menunjukan ketidakpahaman Jaksa atas perkara yang disidangkannya sendiri. Sejak awal kami mendalilkan bahwa terdapat conflict of interest dari Luhut Binsar Panjaitan atas transaksi perusahaannya dengan West Wits Mining dan PT MQ. Selain itu, ahli juga memiliki kapasitas untuk memverifikasi fakta-fakta terkait dengan hubungan, kontrol atau kepemilikan saham Luhut dan korelasinya sebagai BO. 

Dalam keterangannya, Ahli menyatakan bahwa jika seseorang memiliki 25% saham maka hal itu bisa dianggap sebagai BO yang mana kemudian seseorang tersebut memegang penuh kontrol atas perusahaan tersebut. Selain itu, jikapun seseorang tersebut tidak memegang saham tapi mengontrol operasional perusahaan, dapat dikatakan pula sebagai BO. Sebab semuanya bergantung pada kondisi riilnya. BO juga meliputi seseorang yang rekeningnya bertambah akibat suatu aktivitas bisnis. Hal ini semakin memperkuat argumentasi yang kami bangun bahwa perusahaan Luhut mendapatkan keuntungan dari kesepakatan clean and clear di Blok Wabu. Hal tersebut bahkan diperkuat dari kepemilikan Luhut terhadap 99% saham PT Toba Sejahtera yang memiliki anak perusahaan PT Tobacom Del Mandiri (PT TDM). 

Lebih lanjut, ahli bahkan menyatakan bahwa dalam praktiknya, biasanya pemilik mutlak atas suatu perusahaan merupakan BO. Walaupun seorang pejabat telah melepaskan jabatan di perusahaannya, ia tetap dimungkinkan sebagai BO, sebab tetap memiliki pengaruh dan hampir pasti mendapatkan keuntungan dari aktivitas perusahaan tersebut. Hal ini yang kemudian menegaskan bahwa Luhut sebagai PEP. Lebih lanjut, ahli juga menerangkan bahwa bahkan seorang pensiunan pun memiliki pengaruh, terlebih budaya kita masih demikian. 

Poin penting lainnya, ahli menerangkan bahwa di dalam Perpres tidak ada ukuran untuk menentukan siapa yang de facto menjadi BO jika tidak menduduki jabatan atau memiliki saham formal, tapi hal ini sebenarnya bisa terlihat lewat transaksi, komunikasi, saksi maupun fasilitas yang diberikan. Fakta yang menunjukan bahwa seseorang tersebut menerima keuntungan itulah harus dijadikan acuan apakah seseorang tersebut BO atau bukan. 

Ahli menambahkan penjelasan tentang Revolving Door yang secara definitif merupakan sebuah aturan yang biasa disebut juga Cooling of Period, dimana seorang pejabat publik yang habis masa jabatannya harus ada waktu jeda dimana kemudian dia boleh menjabat di swasta, jika itu dilanggar, tentu hal ini akan menimbulkan Conflict of Interest. Dalam konteks transaksi, High Risk atau High Risk Customer yang biasa disebut dalam bahasa Perbankan, yaitu PEP, yang mana hal ini bisa dianggap sebagai orang yang memiliki jabatan dan pengaruh sehingga bisa mempengaruhi kebijakan dari Bank, dan terhadap High Risk Customer ini perlu dilakukan mitigasi yang lebih besar daripada nasabah biasa yang tidak ada resiko.

Dalam keterangannya, Ahli Yunus menerangkan setiap orang berhak untuk melaporkan tindak pidana korupsi, terlebih dalam iklim good governance yang juga mewajibkan partisipasi masyarakat dalam melaporkan tindakan tersebut.  Maka, peran Fatia dan Haris sebetulnya esensial sebagai bagian dari partisipasi masyarakat sipil guna mendorong tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik yang sifatnya koruptif. 

Selain Ahli Yunus Husein, pada persidangan kali ini kami turut menghadirkan Saksi Yohan Songgonau yang berasal dari Papua. Saksi Yohan kami hadirkan dalam kapasitasnya sebagai perwakilan Masyarakat Adat untuk membantah pernyataan Jaksa dan Luhut yang menyatakan bahwa Haris Azhar meminta saham dari PT Freeport untuk kepentingan pribadi. 

Dalam keterangannya, Saksi menerangkan bahwa di Awal tahun 2017 Saham freeport resmi dimiliki oleh Republik Indonesia sebesar 51,2%, yang mana hal ini mengharuskan pemerintah republik indonesia memberikan saham sebesar 10% ke pemerintah provinsi papua. Sementara, dalam prosesnya masyarakat adat tidak merasakan dampak dari pembagian saham tersebut. Selain itu, keuntungan yang didapatkan jauh dari kata akuntabilitas yang mana saham yang diterima Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Provinsi Papua tidak diinformasikan kepada masyarakat adat. 

Lebih lanjut, saksi menjelaskan bahwa, aktivitas yang dilakukan Haris Azhar di Papua pada faktanya untuk membantu proses advokasi masyarakat adat dalam memenuhi hak atas kepemilikan saham sebesar 10% yang seharusnya dimiliki oleh masyarakat adat setempat. Saksi juga mengatakan bahwa pernah ada penjadwalan yang dilakukan untuk pertemuan bersama Luhut Binsar Pandjaitan untuk membahas hak-hak apa saja yang harus didapatkan oleh masyarakat adat, namun dalam pertemuan tersebut Luhut Binsar Panjaitan tidak menghadiri pertemuan dan mengutus wakilnya deputi Menko Marves. Sayangnya hingga saat ini, hasil dari pertemuan tersebut belum ada progress yang signifikan dalam pemenuhan hak yang seharusnya didapatkan oleh masyarakat adat.

Dalam pernyataannya, Yohan Songgonau sebagai Saksi sekaligus perwakilan masyarakat adat papua menyatakan secara tegas bahwa Haris Azhar tidak pernah meminta saham sepeserpun untuk kepentingan pribadi, melainkan murni untuk masyarakat adat. 

Narahubung:

Nurkholis Hidayat (Tim Advokasi untuk Demokrasi)

Asfinawati (Tim Advokasi untuk Demokrasi)