Aksi Simbolik Organisasi Masyarakat Sipil pada Penangkapan Adilur Rahman Khan dan Nasiruddin Elan di Bangladesh

Pada 3 Oktober 2023, Sekelompok organisasi masyarakat sipil yang terdiri dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Asian Forum for Human Rights and Development (FORUM-ASIA), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Migrant CARE, Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM), Human Rights Working Group (HRWG), imparsial dan SAFENet menyampaikan seruan kami berupa surat terbuka kepada Kedutaan Bangladesh mengenai penolakan penangkapan Adilur Rahman Khan dan Nasiruddin Elan, dua pembela HAM dari Odhikar, Bangladesh.

Seruan ini juga dituangkan dalam aksi simbolik pada 3 Oktober 2023 lalu di depan kedutaan Bangladesh. Aksi tidak hanya meliputi penyerahan surat terbuka langsung kepada Kedutaan Bangladesh, namun juga melalui pembacaan seruan perwakilan organisasi masyarakat sipil yang hadir untuk mendorong Pemerintah Bangladesh melalui Kedutaan Bangladesh: (1) Menjamin Hak untuk Berpendapat dan Berekspresi Adilur Rahman Khan, Nasiruddin Elan, dan pembela HAM Bangladesh lainnya untuk memajukan Hak Asasi Manusia di Bangladesh; (2) Segera membebaskan Adilur Rahman Khan dan Nasiruddin Elan karena keduanya adalah Pembela HAM yang dilindungi oleh Universal Declaration of Human Rights dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dimana dua konvensi internasional ini sudah diratifikasi oleh Bangladesh sebagai jaminan kebebasan sipil.

Sebagai latar belakang, Adilur dan Elan merupakan pembela HAM dari salah satu organisasi masyarakat sipil di Bangladesh, Odhikar, yang dipenjarakan pada 14 September 2023 karena mendokumentasikan dan melaporkan 61 kejadian pembunuhan di luar jalur hukum (extrajudicial killings) pada tahun 2013 oleh aparat penegak hukum. Keduanya ditahan tak lama setelah laporan itu diluncurkan. Mereka mengalami 10 tahun proses peradilan dimana beberapa ancaman pun datang ke Odhikar. Organisasi ini telah melalui tantangan seperti sulitnya perpanjangan registrasi organisasinya sejak tahun 2014 serta terhambatnya akses pendanaan. Pada 5 Juni 2022, Pendaftaran Odhikar telah dicabut sepenuhnya.

Sejak peristiwa tersebut, pemerintah tidak hanya menutup Odhikar dan operasinya, namun hal ini juga menciptakan suasana ketakutan bagi organisasi berbasis hak asasi manusia lainnya serta menyeret negara tersebut ke dalam terminologi yang menyesatkan terhadap masyarakat seperti “Menodai citra negara kepada dunia”. Meskipun Odhikar sudah banyak melaporkan kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, tidak pernah sekalipun Pemerintah Bangladesh mencoba melakukan penyelidikan dan menghormati hak mereka untuk memulihkan kasus-kasus yang disebutkan dalam laporan Adilur dan Nasiruddin.

Padahal, pada pasal 39 Undang-Undang 1972, hak  kebebasan berpikir, kebebasan pers, dan hak setiap warga negara atas kebebasan berpendapat dan berekspresi dijamin oleh negara. Hal ini menjadi janggal ketika pemerintah Bangladesh memberikan label kepada Adilur dan Elan bahwa apa yang mereka laporkan adalah upaya untuk menodai imej Bangladesh di ranah internasional. Namun, tidak ada upaya lebih lanjut dari pemerintah untuk melirik kritik dan rekomendasi yang diberikan oleh dua pembela HAM tersebut demi memperbaiki kondisi perlindungan HAM di Bangladesh.

Jakarta, 3 Oktober 2023

 

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Asian Forum for Human Rights and Development (FORUM-ASIA)
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI)
Komite Independen Pemantau Pemilu (KPPI)
Migrant CARE
Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM)
Human Rights Working Group (HRWG)
SAFENet
Imparsial