DPR RI Laksanakan Hak Angket Perihal Dugaan Politisasi dan Penyalahgunaan Intelijen oleh Presiden

Kepada Yth,
Ketua DPR RI, Dr. (H.C) Puan Maharani
dan
seluruh Anggota DPR RI Di Jakarta,

Dengan hormat,

Semoga Bapak/ Ibu senantiasa dalam keadaan sehat dalam menjalankan tugas sehari-hari, amin.

Kami yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari Imparsial, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Centra Initiative, Amnesty Internasional, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), KontraS, Elsam, WALHI, Indonesia Corruption Watch (ICW), Human Rights Working Group (HRWG), LBH Masyarakat, Setara Institute dan Perludem melalui surat ini mendesak agar DPR segara menggunakan Hak Angket untuk menyelidiki dugaan penyalahgunaan badan intelijen oleh Presiden Joko Widodo.

Adapun alasan desakan kami uraikan sebagai berikut:

Bahwa Pada 16 September 2024, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa dirinya mendapatkan informasi dari komunitas intelijen di Indonesia (BIN, BAIS dan Intelijen Polri) mengenai data, suvey dan arah Partai politik. Presiden Joko Widodo menyampaikan, Partai-partai seperti apa saya tahu. Ingin mereka menuju kemana, saya juga mengerti,” dan “Informasi yang saya terima komplet dari intelijen saya ada BIN, dari intelijen di Polri ada, dari intelijen TNI saya punya BAIS dan informasi- informasi di luar itu, angka data, survei semuanya ada. Saya pegang semua dan itu hanya miliknya presiden karena langsung, langsung ke saya,”Penyataan itu disampaikan dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi.

Bahwa Intelijen memang merupakan aktor keamanan yang berfungsi memberikan informasi terutama kepada Presiden. Namun demikian informasi intelijen itu seharusnya terkait dengan musuh negara (masalah keamanan nasional) dan bukan terkait dengan masyarakat politk (Partai politik dll) serta juga masyarakat sipil sebagaimana disebutkan Pasal 1 angka 1 dan 2 UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Partai politik dan masyarakat sipil adalah elemen penting dalam

demokrasi sehingga tidak pantas dan tidak boleh Presiden memantau, menyadap, mengawasi kepada mereka dengan menggunakan lembaga intelijen demi kepentingan politik Presiden.

Adapun Pasal 1 angka 1 dan 2 UU Intelijen berbunyi sebagai berikut: Pasal 1

  1. Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.

  2. Intelijen Negara adalah penyelenggara Intelijen yang merupakan bagian integral dari sistem keamanan nasional yang memiliki wewenang untuk menyelenggarakan fungsi dan kegiatan Intelijen Negara.

Bahwa tindakan Presiden tersebut merupakan ancaman serius dalam kehidupan demokrasi di Indonesia; Tidak boleh dan tidak bisa dalam negara demokrasi, Presiden beserta perangkat intelijennya menjadikan partai politik sebagai objek dan target pemantuan intelijen. Dalam negara demokrasi, partai politik bukanlah ancaman keamanan nasional sehingga sulit untuk memahami apa alasan intelijen dikerahkan untuk mencari informasi terkait data, arah perkembangan partai politik. Hal ini jelas jelas merupakan bentuk penyalahgunaan intelijen.

Bahwa Persoalan ini merupakan bentuk penyalahgunaan intelijen untuk tujuan tujuan politik Presiden dan bukan untuk tujuan politik negara. Pada hakikatnya, Lembaga intelijen dibentuk untuk dan demi kepentingan keamanan nasional dalam meraih tujuan politik negara dan bukan untuk tujuan politik presiden. Pengumpulan data dan informasi yang dilakukan oleh intelijen hanya boleh digunakan untuk kepentingan pengambilan kebijakan, bukan disalahgunakan untuk memata-matai semua aktor politik untuk kepentingan politik pribadinya.

Bahwa tindakan presiden tersebut merupakan skandal politik dan menjadi masalah serius dalam demokrasi sehingga wajib untuk diusut tuntas. Oleh karena itu, agar membuka hal ini sehingga terang benderang kami mendesak agar DPR segera menggunakan Hak Angket sebagaimana diatur dalam pasal 79 ayat (1) dan (3) UU MD3. Hak Angket DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 79 ayat (3) UU MD3 “hak angket sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b adalah hak DPR RI untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bententangan dengan peraturan perundang-undangan”. Hak angket DPR RI adalah perwujudan pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap cabang kekuasaan negara dan sesuai prinsip check and balance demi terwujudnya kekuasaan yang berimbang.

Jakarta, 20 September 2023
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan

Imparsial, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Centra Initiative, Amnesty Internasional, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), KontraS, Elsam, WALHI, Indonesia Corruption Watch (ICW), Human Rights Working Group (HRWG), LBH Masyarakat, Setara Institute, Perludem.

Narahubung :

Imparsial 0857 7224 0037