Masalah Masih Menumpuk: Reformasi TNI Jalan di Tempat

Bertepatan dengan peringatan Hari TNI ke 78 tahun 2023, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) kembali meluncurkan Catatan Hari TNI 2023. Catatan ini kami susun berdasarkan pemantauan yang kami lakukan pada rentang waktu Oktober 2022-September 2023 melalui pemantauan media baik lokal maupun nasional serta data advokasi KontraS. Catatan ini merupakan publikasi yang rutin dikeluarkan oleh KontraS setiap tahunnya dan disusun sebagai bentuk partisipasi KontraS untuk memberikan masukan, kritik dan saran kepada institusi TNI juga untuk meningkatkan kesadaran dan melakukan edukasi kepada publik berkaitan dengan isu reformasi sektor keamanan.

Pada momen Peringatan HUT TNI tahun 2023 ini kami menyoroti masih cukup banyak kasus kekerasan dari anggota TNI yang menimpa warga sipil. Penelusuran kami menunjukkan adanya 59 peristiwa kekerasan yang terdiri atas 32 tindak penganiayaan, 15 intimidasi, 11 penyiksaan, 3 penembakan, 5 kekerasan seksual, 2 penghukuman tidak manusiawi, 4 penculikan, serta 2 kasus penangkapan sewenang-wenang.

Hal tersebut menunjukkan masih adanya beberapa anggota TNI yang menunjukkan arogansi di lapangan, salah satu motif umum di balik kekerasan TNI didasarkan oleh permasalahan sepele yang secara rasional dapat diselesaikan tanpa melalui jalan kekerasan atau dengan kata lain, ketika berhadapan dengan warga sipil anggota TNI masih cukup sering mengedepankan cara-cara kekerasan. Penggunaan pendekatan kekerasan tersebut tentu tidak sejalan dengan visi “TNI Bersama Rakyat” pada sisi lain, Panglima TNI juga secara gamblang dan eksplisit menyatakan bahwa ia akan menindak tegas anggota TNI yang masih menunjukkan sikap arogan, oleh karena itu berbagai kasus kekerasan yang masih terjadi sepatutnya menjadi atensi dari Panglima TNI.

Situasi kekerasan juga cukup marak terjadi ketika anggota TNI dilibatkan dalam pengamanan Objek Vital Nasional maupun Proyek Strategis Nasional seperti yang terjadi di Rempang. Tidak seharusnya proyek yang bertujuan untuk menyejahterakan rakyat justru menjadi ajang untuk menunjukkan arogansi kekuatan dan memamerkan kekerasan, dan cukup disesali ketika TNI juga terlibat di dalamnya.

Situasi kekerasan dan konflik bersenjata di Tanah Papua juga menjadi sorotan dalam Catatan Hari TNI tahun ini. 10 peristiwa kekerasan terhadap warga sipil yang melibatkan aparat TNI. Pada pemantauan ini satu peristiwa kekerasan dapat terdiri dari beberapa tindakan berbeda, sehingga secara total terdapat 13 tindak kekerasan kepada warga sipil di Papua yang melibatkan warga sipil. 13 tindak kekerasan tersebut terdiri dari 4 tindak penganiayaan dan penyiksaan, 4 penangkapan sewenang-wenang, 3 penembakan, dan 2 tindakan intimidasi. Penelusuran kami menunjukkan setidaknya 11 orang luka-luka dan 8 orang tewas akibat kekerasan yang terjadi.

Selain situasi kekerasan yang terjadi kami juga menelusuri penurunan prajurit TNI ke Papua serta konflik dan kontak tembak antara TNI dengan kelompok bersenjata pro-kemerdekaan Papua, setidaknya 14 anggota TNI tewas dan 10 lainnya terluka akibat konflik Papua.

Situasi kekerasan dan konflik bersenjata tersebut sudah mengorbankan banyak warga sipil bahkan juga menelan korban dari pihak TNI sendiri. Hal tersebut harus menjadi pertimbangan untuk merumuskan ulang kebijakan dan pendekatan bersenjata yang digunakan di Papua. Tidak boleh lagi nyawa manusia termasuk para Prajurit yang mengabdi bagi negara secara terus menerus “tertumpah” di Tanah Papua.

Kami juga menyoroti wacana untuk merevisi UU TNI yang sempat mengemuka, wacana tersebut dianggap tidak memiliki urgensi dan jika dilanjutkan bisa berpotensi mengkhianati amanat reformasi. Pada sisi lain Catatan ini juga kembali menyoroti UU Peradilan Militer yang tak kunjung direvisi. Setelah gonjang-ganjing mengenai Peradilan Militer pasca penetapan Kepala Basarnas sebagai tersangka medio Juli yang lalu, wacana untuk merevisi UU Peradilan Militer kembali mengemuka hal tersebut harus direspon secara serius oleh Pemerintah dan DPR-RI karena sejatinya Revisi Peradilan Militer merupakan salah satu amanat reformasi bahkan menjadi salah satu poin dalam Nawacita Presiden Jokowi.

Berkaitan dengan Peradilan Militer, pada catatan ini kami memaparkan kesalahan pada tataran konseptual dan praktik peradilan militer di Indonesia. Analisis mengenai peradilan militer juga kami lengkapi dengan data mengenai vonis peradilan militer yang menunjukkan bahwa pada berbagai kasus peradilan militer tindak memberikan efek jera kepada pelaku.

Pada Catatan Hari TNI 2023, kami juga mencoba memotret situasi menjelang Pemilu 2024 dan berharap bahwa TNI dapat berperan netral dan menunjukkan profesionalitas pada “pesta demokrasi” 2024. 

Akhirnya, catatan ini akan memuat rekomendasi kepada TNI yang diharapkan dapat menjadi masukan bagi institusi TNI guna perbaikan institusi. Kami berharap bahwa Catatan ini dapat menjadi bahan pertimbangan dan evaluasi bagi TNI untuk mewujudkan institusi pertahanan negara yang sejalan dengan prinsip-prinsip HAM dan demokrasi serta memantik kesadaran publik akan isu reformasi sektor keamanan.

 

Jakarta, 5 Oktober 2023
Badan Pekerja KontraS

 

Dimas Bagus Arya, S.H.
Koordinator

klik disini untuk melihat laporan selengkapnya