Tragedi Gas Air Mata Terulang: Hentikan Pendekatan Berlebih dan Penggunaan Senjata Kimia dalam Pengamanan Pertandingan Sepak Bola

Doc: Twitter @alimhpoetx

Aliansi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian mengecam keras tindakan berlebihan dan tidak proporsional yang dilakukan oleh aparat kepolisian pada pertandingan antara Gresik United vs Deltras Sidoarjo di lingkungan Stadion Gelora Joko Samudro, Gresik pada 19 November 2023. Setidaknya berdasarkan informasi yang telah tersebar di beberapa saluran media, terlihat secara jelas, Polisi secara eksesif menggunakan kekuatannya dengan menembakkan gas air mata kepada para suporter hingga tembakan tersebut mengarah ke luar stadion menuju ke arah jalan raya.

Berdasarkan informasi yang telah kami himpun, pertandingan pada awalnya berjalan dengan tensi yang normal tanpa adanya gesekan. Pertandingan tersebut dimenangkan oleh Deltras Sidoarjo dan mengakibatkan kekalahan tuan rumah Gresik United. Hal tersebut mengakibatkan suporter Gresik United kecewa akibat tim yang dibanggakannya kalah. Rasa kecewa tersebut mengakibatkan beberapa suporter melupakan kekecewaannya dengan cara melemparkan botol air mineral ke arah pemain Gresik United. Kemudian, pemain Gresik United tertahan di dalam lapangan, tidak bisa masuk ke ruang ganti karena dihadang pelemparan oleh suporternya sendiri. Dampak di dalam stadion tersebut berlanjut ke luar stadion, dimana ratusan suporter Gresik united berkumpul di depan pintu utama stadion dengan tujuan menyampaikan aspirasi untuk memecat pelatih Gresik united. Tetapi dalam menyampaikan aspirasi tersebut, terdapat massa yang lantas melemparkan batu ke arah polisi, yang menyebabkan polisi hanya bertahan. Melihat situasi tersebut yang mengakibatkan korban mulai dari suporter hingga polisi berjatuhan, langkah represif justru diambil oleh pihak Kepolisian. Langkah represif dengan menggunakan gas air mata adalah cara yang diambil oleh pihak Kepolisian sebagaimana video yang beredar. 

Terhadap peristiwa penembakan tersebut, kami menilai Kepolisian diduga telah  menggunakan kekuatan secara berlebihan (excessive use of force). Jika merujuk berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, dinyatakan bahwa: Penggunaan kekuatan harus melalui tahap mencegah, menghambat, atau menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau Tersangka yang berupaya atau sedang melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum.” Selain itu, kami melihat upaya paksa penembakan gas air mata meskipun beberapa suporter telah meminta anggota Kepolisian untuk tidak menembakkan gas air mata dan juga dalam video terlihat terdapat proyektil di jalanan raya secara jelas telah melanggar prinsip proporsionalitas sebagaimana yang disebutkan bahwa penggunaan kekuatan harus sesuai dengan ancaman yang dihadapi, tetapi dalam praktiknya Kepolisian tidak melihat hal tersebut secara utuh. Selanjutnya jika merujuk kepada prinsip nesesitas (penggunaan kekuatan yang terukur, sesuai dengan kekuatan di lapangan) penembakan gas air mata hingga ke jalanan raya menunjukkan bahwa penggunaan kekuatan tidak dilakukan secara terukur. Lebih lanjut, dalam Perkapolri tertuang secara jelas bahwa penggunaan senjata api atau senjata kimia yang termasuk di dalamnya gas air mata harus menjadi opsi terakhir jika situasi dianggap menimbulkan kekacauan.

Selain melanggar Peraturan Kapolri, tindakan yang dilakukan Kepolisian juga merupakan pelanggaran atas peraturan FIFA yang secara jelas telah mengatur terkait dengan larangan penggunaan gas air mata melalui FIFA Stadium Safety and Security Regulations. Dalam regulasi tersebut turut dijelaskan bahwa penggunaan senjata gas air mata telah dilarang oleh FIFA, bahkan tidak diperbolehkan dibawa dalam rangka mengamankan pertandingan sepak bola. Selain hal tersebut, pasca Tragedi Kanjuruhan, Kepolisian juga telah mengeluarkan Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2022 Tentang Pengamanan dan Penyelenggaraan Kompetisi Olahraga yang pada intinya dilarang melakukan penembakan gas air mata, granat asap, dan senjata api sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pasal 31 peraturan tersebut.

Terbaru, Kapolres Gresik AKBP Adhitya Panji Anom menyatakan “Penembakan (gas air mata) yang dilakukan itu sudah sesuai dengan prosedur, karena tidak dilakukan di dalam stadion dan itu dilakukan di tempat terbuka.” Kami menilai bahwa pernyataan tersebut cenderung menyesatkan, upaya pembelaan dari pihak Kepolisian dengan dalih menyatakan bahwa penembakan tersebut telah sesuai prosedur tidak sejalan dengan Perkap 1 Tahun 2009.

Penggunaan gas air mata dalam upaya pembubaran massa suporter dalam peristiwa ini secara jelas merupakan tindakan yang tidak tepat. Mengingat, berdasarkan beberapa video yang telah tersebar secara publik, terdapat salah satu gas air mata yang justru ditembakkan secara serampangan hingga menuju jalan raya di depan Stadion Gelora Joko Samudro, Gresik. Bahwa implikasi dari asap gas air mata tersebut dapat berdampak kepada orang-orang yang tidak terlibat sama sekali dalam peristiwa tersebut, lebih lanjut lagi lokasi stadion tersebut turut dekat dengan pemukiman warga. 

Seakan tidak pernah belajar sejak satu tahun lalu, Tragedi Kanjuruhan, Penembakan Gas Air Mata Suporter PSIS; Kepolisian justru kembali memilih gas air mata sebagai jalan utama untuk meredakan situasi dan mengendalikan massa supaya kondusif. Hal ini semakin menunjukkan  bahwa Kepolisian tidak benar-benar belajar dari pengalaman yang telah terjadi sebelumnya. Upaya keseriusan Kepolisian dalam mengevaluasi segala bentuk pendekatan abusif dan eksesif patut dipertanyakan, khususnya dalam upaya melakukan pengamanan dalam pertandingan olahraga. 

“Kasus ini harus menjadi bahan evaluasi bersama baik dari pihak Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Polri, manajemen klub, hingga Suporter Sepak Bola. Upaya evaluasi secara total harus dijalankan demi mendorong persepakbolaan Indonesia yang lebih teratur dan tentu memasukkan nilai Hak Asasi Manusia agar tidak terulang kekejian yang mengorbankan nyawa siapapun.” ujar Dimas Bagus Arya, Koordinator KontraS. 

Berdasarkan hal tersebut kami ingin menyampaikan beberapa poin:

Pertama, mengecam segala bentuk tindakan Kepolisian yang melakukan penembakan gas air mata. Serta mendorong Kepala Kepolisian Republik Indonesia, untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh kepada anggota Kepolisian, termasuk yang bertanggung jawab di lapangan terkait dengan adanya dugaan tindakan penggunaan kekuatan secara berlebihan dan tidak proporsional pada saat melakukan pengamanan pertandingan sepakbola antara Gresik United vs Deltras Sidoarjo. Kami mendorong agar investigasi dijalankan secara transparan dan akuntabel serta terhadap pelaku penembakan agar dihukum sesuai dengan prosedur yang berlaku;

Kedua, mendesak Menteri Pemuda dan Olahraga serta PSSI untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait dengan langkah pengamanan pertandingan di Liga Indonesia, serta menunda segala pertandingan hingga proses pengusutan baik mulai dari Tragedi Kanjuruhan, PSIS, hingga Gresik United vs Deltras Sidoarjo berjalan dengan adil.

Ketiga, meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia melakukan penyelidikan menyeluruh mengenai peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi dan memberikan rekomendasi lebih lanjut demi penuntasan kasus penembakan gas air mata di bidang olahraga.

Ketiga, mendorong Pimpinan Kepolisian Republik Indonesia untuk melakukan moratorium seluruh penggunaan gas air mata sebagai solusi dalam mengatasi aksi massa/huru-hara sampai semua kasus penembakan gas air mata diusut tuntas.


Jakarta, 19 November 2023

Hormat kami,

 

Aliansi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian
(YLBHI, ICW, PBHI, AJI, Kontras, ICJR) 

Narahubung: +6281-259-269-754