Penyimpangan Aparatur Negara dalam Pemilu 2024

Koalisi NGO untuk Keadilan Pemilu (SINGKAP)
KontraS, SETARA Institute, Imparsial, dan KPPOD

Pendahuluan

Reformasi yang bergulir sejak tahun 1998 telah mendorong diselenggarakannya demokrasi sebagai sistem politik di Indonesia. Demokrasi yang dimaknai sebagai pemerintahan rakyat menuntut adanya kontrol rakyat atas pemerintahan, yang diantaranya dikonsolidasikan melalui penyelenggaraan pemilu secara berkala. Pemilu merupakan konfirmasi atas hakikat demokrasi sebagai kekuasaan rakyat. Pemilu memastikan legalitas dan legitimasi sumber kekuasaan.

Posisi tertinggi dalam pemilu adalah rakyat, ketika rakyat berbondong-bondong datang ke bilik suara, itu karena rakyat berharap, pemilu ini akan berujung pada kesejahteraan. Pemilu tidak hanya untuk memilih pemimpin nasional dan wakil-wakil rakyat, tapi satu hal yang hakiki adalah pemimpin nasional (baca: presiden) akan membawa perbaikan pada kehidupan rakyat di masa depan.

Berdasarkan prinsip rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam demokrasi, sangat penting rakyat dapat menyalurkan aspirasi dan pilihan politiknya secara bebas dalam pemilu. Dalam hal ini tidak dibenarkan jika ada tindakan yang mencoba membatasi, intervensi, terlebih disertai dengan paksaan dan intimidasi saat rakyat sedang menggunakan hak-hak politiknya.

Untuk menjamin penyelenggaraan Pemilu 2024 yang bebas dan partisipatif, profesionalisme dan netralitas aparatur negara menjadi salah satu prasyarat penting dan mendasar di dalamnya. Jangan sampai terjadi penyalahgunaan kekuasaan negara yang berujung pada tercederainya prinsip demokrasi dalam Pemilu. Karena itu, profesionalisme dan netralitas aparatur negara harus dipastikan dengan tidak terlibat dalam politik praktis dan tidak partisan. Aparatur negara harus profesional dalam menjalankan fungsi dan tugasnya di tengah Pemilu.

Dalam realitasnya, kendati hukum positif telah mengatur tentang keharusan bagi aparatur negara untuk profesional dan larangan berpolitik praktis serta bersikap partisan, masih dijumpai praktik penyimpangan, mulai dari pelanggaran netralitas, dugaan kecurangan pemilu, dan pelanggaran profesionalitas. Penyimpangan tersebut memicu berbagai sorotan dari masyarakat karena dianggap melanggar prinsip pemilu yang jujur, adil dan bebas.

Klik disini untuk melihat rilis selengkapnya