17 Tahun Perjuangan Mempertahankan Tanah dan Ruang Hidup Belum Selesai!

Rumpin Bogor, 21 Januari 2024, warga Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin – Bogor, bersama dengan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) melakukan kegiatan peringatan 17 Tahun peristiwa penyerangan militer kepada warga yang mempertahankan tanahnya akibat klaim kepemilikan sepihak TNI Angkatan Udara di bawah Lanud. Atang Sanjaya Bogor. Peringatan ini memang dilakukan setiap setahun sekali oleh warga. Namun, peringatan ke-17 tahun ini sedikit berbeda karena setahun belakangan ini, TNI AU kembali melakukan aktivitas yang mengganggu dan menakuti warga dengan tujuan agar tanah dapat dikuasai oleh TNI AU. Acara yang dilakukan di Kampung Mahlapar, Desa Sukamulya ini diisi dengan orasi-orasi dari perwakilan warga dan korban kekerasan tahun 2007 serta perwakilan pendamping hukum warga, yang memberikan semangat untuk warga Desa Sukamulya yang masih berjuang.

Warga Desa Sukamulya masih berjuang selama 17 tahun untuk mempertahankan tanahnya dari pihak TNI AU. Pada tahun 2007, warga menghalangi TNI AU untuk menggali pasir di tanah warga. Penghalangan tersebut dibalas dengan penyerangan TNI ke rumah-rumah warga untuk mencari orang-orang yang dianggap sebagai otak penghalangan. Dalam pencarian tersebut, TNI melakukan kekerasan fisik, psikis, dan seksual terhadap warga Desa Sukamulya. Beberapa warga dibawa ke markas TNI dan Polsek untuk diperiksa. Hal tersebut membuat warga ketakutan dan trauma. Kejadian tahun 2007 ini yang menjadi dasar perlawanan warga Desa Sukamulya. Hingga saat ini, perlawanan atas perebutan tanah masih dilakukan oleh TNI AU.

Agenda peringatan ini diharapkan dapat menjadi gambaran bagaimana solidnya warga dalam menghadapi konflik berkepanjangan ini”, ujar Maman selaku Ketua Tim Panja Reforma Agraria Desa Sukamulya. Dirinya melanjutkan, warga tidak akan pernah mundur sedikitpun, sekalipun mendapatkan intimidasi dan kekerasan dari pihak TNI. “17 tumpeng yang dijadikan sebagai simbol perlawanan warga atas 17 tahun peristiwa telah disiapkan oleh warga haruslah dijadikan sebagai motivasi dan semangat untuk terus berjuang melawan ketidakadilan”, pangkasnya.

Muhammad Isnur selaku ketua dari YLBHI dalam sambutannya menyampaikan bahwa dirinya menilai terdapat pengabaian oleh negara atas konflik yang terjadi di Rumpin. Dirinya-pun turut menyoroti bagaimana pihak TNI yang sejatinya memiliki kewajiban sebagai penjaga pertahanan negara, justru menjadi pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa kekerasan dan penyiksaan dalam peristiwa ini. Lebih lanjut dirinya menilai para oknum anggota TNI pelaku penyiksaan tersebut justru melanggar ketentuan dalam undang-undang dan tidak bersikap patriot sebagaimana mestinya. Diakhir, ia berpesan agar warga di Desa Sukamulya untuk terus solid dan bersama-sama memperjuangkan hak mereka dan melawan ketidak adilan.

Senada dengan pernyataan tersebut, Usman Hamid yang turut hadir dalam agenda peringatan ini menyampaikan seyogyanya aparat keamanan seperti Polisi, TNI memiliki tugas utama untuk mengayomi, melindungi, dan memberikan rasa aman dan nyaman dari segala tindak yang merugikan justru malah menjadi aktor utama yang memberikan teror dan pelaku penyiksaan terhadap warga. Tentu hal ini sangatlah disayangkan dan harus terus dilawan. Sehingga, dibalik rasa kesedihan dan kedukaan yang dirasakan oleh warga Desa Sukamulya, juga harus tersematkan semangat, motivasi untuk terus berjuang dan melawan ketidakadilan ini.

Perjuangan warga selama ini tentu tidak akan pernah sia-sia. Dimas Bagus Arya, Koordinator KontraS dalam refleksinya menyampaikan bahwa kegiatan peringatan ini merupakan momen yang sangat penting bagi warga Desa Sukamulya. Setidaknya terdapat 2 hal yang dapat kita petik dari acara ini, pertama hal ini diharapkan menjadi pembelajaran bagi anak-anak muda untuk menyambungkan informasi dan perjuangan warga desa Sukamulya sampai warga berhasil untuk mendapatkan haknya. Lebih lanjut, agenda ini juga sebagai bukti kepada negara bahwa hingga sampai saat ini warga tidak pernah diam dan takut akan segala bentuk intimidasi.

Ali dari AGRA dalam orasinya mengingatkan kembali bahwa reformasi agraria yang dilakukan oleh Pemerintahan Joko Widodo bukanlah reformasi agraria yang sesungguhnya dan tidak memberikan manfaat bagi Petani. Bagi warga Sukamulya yang mayoritas hidup dari bertani, reforma agraria yang sedang berjalan hanya akan merugikan warga yang sedang berjuang menjaga tanahnya dari militer. Sedangkan, Asfinawati sebagai mantan Direktur LBH Jakarta saat kasus ini naik 17 tahun yang lalu mengingatkan terkait tahun politik dan hubungannya dengan perjuangan warga. Asfinawati berpesan agar warga tidak menggantungkan harapannya dalam Pemilihan Umum untuk penyelesaian konflik di Sukamulya.

Melalui agenda ini diharapkan dapat dijadikan sebagai momentum perjuangan warga desa Sukamulya. 17 tahun perjuangan memang terasa lama dan mungkin sangat melelahkan. Namun demikian, dibalik lamanya waktu, banyaknya air mata yang berjatuhan, dan perihnya sakit yang dirasakan, hal yang harus selalu diingat bagi warga desa Sukamulya adalah kemenangan akan selalu mungkin bagi orang yang menolak untuk berhenti berjuang.

 

Jakarta, 22 Januari 2024

 

Hormat kami,
Warga Desa Sukamulya Rumpin – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) –  Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta –  Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA)

 

Narahubung :
Muhammad Yahya Ihyaroza (KontraS) – 089651581587
Muhamad Riswan Dwiguna (Warga Rumpin)  – 081381444293