Melawan Kegigihan JPU dalam Pembungkaman: Kuasa Hukum Menyerahkan Kontra Memori Kasasi Kasus Kriminalisasi Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur

Jakarta, 6 Februari 2024 – Tepat 14 hari pasca Jaksa Penuntut Umum menyerahkan Memori Kasasi, Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) selaku kuasa hukum dari Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti menyerahkan kontra Memori Kasasi ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Melalui kontra Memori Kasasi ini, tim kuasa hukum memberikan penalaran serta perlawanan terhadap dalil-dalil yang JPU tuliskan dalam Memori Kasasinya.

Kontra Memori Kasasi yang diberi judul “Mendiseminasi Hasil Riset Bukan Kejahatan, Sebaliknya Mempidanakan Diseminasi Hasil Riset Adalah Kejahatan”, seolah ingin menggambarkan situasi kebebasan berpendapat dan berekspresi yang saat ini terjadi di bumi Nusantara. Sejatinya, hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi adalah merupakan hak asasi yang fundamental dan penting bagi negara yang menganut sistem demokrasi. Melalui hal diharapkan dapat mewadahi gagasan, ide, serta menjadi check and balance dalam mengawasi pejabat atau penguasa. Namun faktanya, belakangan justru terjadi banyak kasus kriminalisasi terhadap mereka yang berani untuk menyatakan pendapat ataupun kritikan terhadap sebuah kebijakan atau penguasa. Tak terkecuali kriminalisasi terhadap mereka yang melakukan kritikan berdasarkan hasil penelitian/riset. Hal yang dialami oleh Fatia dan Haris menjadi 1 dari sekian banyaknya kasus kriminalisasi yang menggambarkan bagaimana arogansi dari pejabat publik anti terhadap suatu kritikan.

Setidaknya terdapat 11 pokok-pokok alasan JPU di dalam Memori Kasasinya yang terbagi menjadi 2 pembahasan utama, yaitu berkaitan dengan peraturan hukum yang tidak diterapkan sebagaimana mestinya dan cara Majelis Hakim dalam mengadili yang tidak dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. JPU menilai bahwasanya Majelis Hakim pemeriksa telah salah menerapkan hukum pembuktian dan tidak sempurna dalam mempertimbangan putusan, sehingga Majelis Hakim memvonis bebas Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Selanjutnya, JPU menyampaikan keberatannya atas Majelis Hakim pemeriksa yang menerima dokumen yang diajukan oleh tim kuasa hukum  sebagai alat bukti sedangkan proses pembuktian ketika itu telah selesai dilaksanakan. Atas hal itu, JPU menilai bahwa Majelis Hakim telah mengadili perkara dengan cara yang tidak dilaksanakan menurut peraturan perundang-undangan.

Sehubungan dengan hal tersebut, Tim Kuasa Hukum di dalam kontra Memori Kasasinya merespon pandangan dari JPU. Setidaknya terdapat 2 pembahasan pokok yang menjelaskan bahwa pada pemeriksaan tingkat I telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan hukum sebagaimana mestinya dan menyatakan bahwasanya Majelis Hakim pemeriksa telah melakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut, Tim kuasa hukum menilai terdapat 7 pola penalaran hukum yang JPU gunakan dalam menyusun Memori Kasasinya. Pola pertama adalah adanya penyesatan dengan menyatakan keterangan saksi dalam persidangan sebagai “segala sesuatu yang terbukti di sidang”. Jika kita merujuk ke dalam Pasal 185 ayat (6) KUHAP yang menjelaskan bahwa Hakim memiliki kewenangan untuk mengambil atau tidak mengambil keterangan pendapat ahli.

Selanjutnya, pola yang digunakan JPU adalah dengan melakukan pemutarbalikan fakta dan hanya menggunakan fakta dari saksi maupun ahli yang mereka datangkan dan sesuai dengan kemauannya. Selain itu dalam Memori Kasasi JPU juga mengabaikan hukum yang berlaku dalam bidang korupsi dan pencucian uang. JPU juga mengabaikan mengenai nilai-nilai Hak Asasi Manusia, dengan mengutip pendapat dari Roeslan Abdul Gani dalam buku Oemar Seno Adji, menyatakan bahwa setiap orang yang menyampaikan kritik haruslah dapat memberikan alternatif dan solusi. Namun demikian seiring dengan perkembangan dalam hukum Indonesia, pemberian kritik dan kebebasan berekspresi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Kovenan Hak Sipil dan Politik. Pola selanjutnya yang digunakan oleh JPU adalah dengan mengartikan konsep semaunya sendiri dan menjadikanya dalil dalam dakwaan serta menghalalkan segala cara dalam menuntut Fatia dan Haris.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, demi tegaknya hukum dan keadilan, demi penghormatan dan perlindungan hak kepentingan hukum TERMOHON KASASI, Mohon kiranya Mahkamah Agung melalui Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus pada tingkat Kasasi untuk memberikan Putusan:

  1. Menerima Kontra Memori Kasasi Terdakwa untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan menolak seluruh Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi atau setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat diterima;
  3. Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 202/Pid.Sus/2023/PN.JKT.Tim dan 203/Pid.Sus/2023/PN.JKT.Tim  tertanggal 08 Januari 2024;
  4. Menyatakan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh JPU;
  5. Membebaskan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dari seluruh dakwaan (vrijspraak) atau setidak-tidaknya melepaskan  Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging).

 

Jakarta, 8 Februari 2024

Tim Advokasi Untuk Demokrasi

 

Narahubung:
0816 1752 1196 (Andrie Yunus – KontraS)
0813 8576 3746 (M. Al-Ayyubi H. – HALO)

Klik disini untuk melihat Kontra Memori Kasasi Fatia Maulidiyanti
Klik disini untuk melihat Kontra Memori Kasasi Haris Azhar