Pelanggaran HAM Terus Diulang: Rentetan Peristiwa Kekerasan Kepolisian Pada Awal 2024, Menyebabkan Warga Sipil Menjadi Korban

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti atas serentetan dugaan peristiwa penyiksaan, salah tembak, dan salah tangkap yang dilakukan oleh sejumlah anggota Kepolisian di beberapa wilayah di Indonesia dalam kurun waktu awal Januari hingga pertengahan Februari 2024 ini. Berdasarkan hasil pemantauan yang kami lakukan, setidaknya telah terdapat 5  korban dari 5 peristiwa berbeda yang disebabkan oleh kesewenang-wenangan Kepolisian dalam menjalankan tugasnya. Adapun 5 peristiwa itu terbagi menjadi 3 kasus, yakni 2 kasus salah tangkap, 2 kasus salah tembak, dan 1 kasus penyiksaan terhadap tahanan yang menyebabkan korban meninggal dunia. Adapun rincian singkat kasus-kasus tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, kasus dugaan penyiksaan yang menyebabkan korban meninggal dunia di Ketapang, Kalimantan Barat. Korban berinisial RP sebelumnya ditangkap oleh Sat Reskrim Polres Ketapang atas dugaan pencurian pada hari Rabu 24 Januari 2024 sekitar pukul 11 malam waktu setempat. Berselang 1 hari setelah penangkapan, korban dikembalikan dengan keadaan sudah tidak bernyawa. Keluarga korban menuturkan bahwa tubuh korban penuh dengan luka memar, lebam, serta ada bekas jahitan yang masih baru seperti luka akibat tembakan peluru.  Di bagian kening kanan atas terdapat luka terbuka disertai lebam dan di lengan kirinya terdapat luka lebam membiru. Sehingga kuat dugaan kalau korban meninggal dunia akibat tindak penyiksaan yang dilakukan oleh oknum Kepolisian Sat Reskrim Polres Ketapang.

Kedua, peristiwa salah tangkap yang terjadi pada hari Selasa, 30 Januari 2024, korban AAP ditangkap oleh Polres Kabupaten Gorontalo dan kemudian dituduh terlibat perkelahian di salah satu kampus di daerah Limboto, Gorontalo. Korban tidak hanya menjadi korban salah tangkap, namun juga mengalami tindak penyiksaan oleh oknum anggota Kepolisian. Akibatnya korban mengalami luka memar yang cukup parah di area mata sebelah kiri. Atas peristiwa ini, pihak keluarga AAP telah melaporkan tindakan oknum Kepolisian tersebut ke Polda Gorontalo.

Ketiga, Peristiwa salah tembak terjadi pada hari Selasa, 30 Januari 2024 silam yang dialami oleh SM yang merupakan mahasiswa dari STIE 66 Kendari. Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, SM menjadi korban salah tembak saat anggota Ditresnarkoba Polda Sultra hendak menangkap bandar sabu. Ketika itu korban sedang dalam perjalanan pulang kembali ke rumahnya menggunakan mobil bersama dengan 2 rekannya. Mobil yang korban naiki ketika itu berhenti yang SPBU yang terletak di daerah Baruga, dekat dengan Mako Brimob Polda Sultra. Pelaku ketika itu mencoba kabur menggunakan mobil yang ditumpangi oleh korban SM. Pihak Kepolisian selanjutnya mencoba menghentikan pergerakan pelaku dengan melakukan penembakan namun tembakan tersebut justru mengenai bahu korban SM. Akibat hal tersebut, korban selanjutnya dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Keluarga korban akhirnya melaporkan peristiwa ini ke Propam Polda Sultra.

Keempat, kembali peristiwa salah tangkap yang dialami oleh sepasang suami istri atas nama Subur dan Titin pada tanggal 7 Februari 2024. Ketika itu kedua korban tersebut hendak mengisi bahan bakar kendaraannya di SPBU yang terletak di Jalan Raya Pasir Angin, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor. Tiba-tiba saja beberapa oknum anggota Kepolisian yang terdiri dari 5 unit mobil mendatangi kendaraan korban dan langsung menyergap korban dengan menodongkan pistol. Selanjutnya korban dipaksa untuk mengakui bahwa mereka merupakan anggota dari sindikat perampokan yang terjadi di Rancabungur, Kabupaten Bogor. Setelah mengetahui bahwa mereka telah salah dalam menangkap tersangka, akhirnya Subur dan Titin ditinggal begitu saja tanpa ada penjelasan lebih lanjut. Pasca peristiwa tersebut korban langsung melapor ke Polsek Cileungsi.

Kelima, peristiwa salah tembak kembali terjadi wilayah Kendari, tepatnya di Kecamatan Puuwatu, Provinsi Sulawesi Tenggara. Korban merupakan anak dibawah umur berinisial FS sedang beristirahat di kamarnya. Peristiwa ini terjadi pada hari Minggu, 11 Februari 2024, ketika itu tim Patroli Sabhara Polda Sultra sedang melakukan penertiban terhadap remaja yang membawa parang. Melihat situasi dan dalam keadaan terdesak, pihak Kepolisian mengeluarkan tembakan peringatan. Tidak lama berselang, terdengar suara pecahan kaca di rumah FS. Setelah diperiksa oleh keluarga korban, keluarga melihat bahwa punggung korban berdarah dan segera dibawa menuju rumah sakit Bhayangkara, Kendari.

Lebih lanjut, rentetan peristiwa ini kembali menambah jumlah pelanggaran atau kesewenang-wenangan Kepolisian dalam menjalankan tugasnya yang berhasil kami catat. Setidaknya berdasarkan hasil pemantauan yang kami lakukan medio Januari hingga Desember 2023 telah terjadi setidaknya 14 peristiwa penyiksaan, 11 peristiwa salah tangkap, dan 5 peristiwa salah tembak yang dilakukan oleh pihak Kepolisian.

Berdasarkan serangkaian peristiwa tersebut diatas, Polisi dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak hukum telah melakukan berbagai pelanggaran baik terhadap peraturan internal di Kepolisian hingga peraturan perundang-undangan lainnya seperti Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),  Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian, dan Peraturan Kapolri No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

Kami juga menilai bahwa keberulangan peristiwa-peristiwa ini ditengarai belum efektifnya implementasi dari aturan-aturan internal di tubuh Kepolisian yang hingga akhirnya menimbulkan banyaknya penyalahgunaan kekuatan secara sewenang-wenang. Selain itu, kami juga menemukan beberapa penyebab berkaitan dengan dengan peristiwa-peristiwa ini, mulai dari adanya arogansi aparat penegak hukum, serta rendahnya pengetahuan aparat penegak hukum dan ketaatan terhadap aturan yang berlaku. Lebih lanjut, kami berasumsi bahwa motif untuk mendapatkan pengakuan korban menjadi alasan utama polisi melakukan penyiksaan.

Selain penyebab dan motif tersebut diatas, kami juga menilai bahwa keberulangan peristiwa ini disebabkan oleh lemahnya lembaga pengawasan eksternal dan internal kepolisian seperti Kompolnas, Propam, Wassidik, dan juga Irwasum. Faktor lainnya juga ialah minimnya pemberian sanksi yang tegas bagi para anggota Kepolisian yang terbukti melakukan pelanggaran dalam tugasnya. Mayoritas para pelaku dari anggota Kepolisian hanya diproses melalui proses disiplin/etik saja tidak melalui proses hukum pidana. Kasus penyiksaan di Sukabumi contohnya, medio November 2023 lalu 4 anggota Kepolisian dari Opsnal Sat Reskrim Polres Sukabumi yang terbukti telah melakukan salah tangkap dan penyiksaan hanya diberikan sanksi etik oleh Bidpropam Polda Jawa Barat. Tentu hal ini menunjukan bagaimana institusi kepolisian terkesan seperti melindungi para pelaku dan melanggengkan praktik impunitas.

Bahwa berdasarkan fakta dan uraian tersebut diatas, bersama dengan ini kami mendesak:

Pertama, Pemerintah Republik Indonesia untuk segera meratifikasi protokol Opsional Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia  (OP-CAT);

Kedua, Kapolri untuk segera melakukan reformasi dalam tubuh Kepolisian untuk menuntaskan permasalahan-permasalahan secara serius dan menindak tegas bagi para anggota yang melakukan pelanggaran hukum. Bahwa setiap anggota tidak hanya diadili melalui proses etik, tetapi juga diadili melalui proses pertanggungjawaban pidana;

Ketiga, Lembaga pengawasan Kepolisian baik internal seperti Itwasum, Itwasda serta Propam dan eksternal seperti Komisi Kepolisian Nasional, untuk lebih proaktif melakukan proses pengawasan dan pemantauan terkait dengan kasus-kasus penyiksaan yang dilakukan oleh anggota-anggota kepolisian;

Keempat, Lembaga seperti Komnas HAM, LPSK, Komnas Perempuan, dan KPAI untuk dapat memiliki peran aktif guna melakukan pencegahan dan pengawasan, serta dapat memberikan perlindungan bagi para korban.

Jakarta, 19 Februari 2024
Badan Pekerja KontraS

Dimas Bagus Arya, S.H.
Koordinator
Narahubung: 0896 5158 1587

Lihat, Viva.co.id., Pria di Ketapang Tewas Usai Ditangkap Polisi, Polda Kalbar Terjunkan Tim Investigasi
Lihat, Kompas.TV, Siswa di Gorontalo Jadi Korban Salah Tangkap Oknum Polisi
Lihat, Kendariinfo, Mahasiswi STIE 66 Terkena Peluru Nyasar saat Polisi Kejar Bandar Sabu
Lihat, BeritaSatu, Sempat Diikat, Suami Istri Jadi Korban Salah Tangkap Oknum Polisi di Cileungsi, Bogor
Lihat, Viral Pasutri Jadi Korban Salah Tangkap di Cileungsi,  Polres Bogor Minta Maaf
Lihat, Kompas.com, Pelajar SMP di Kendari Terkena Peluru Nyasar Saat Tidur di Kamar, Punggung Korban Terluk